Pemerintah Aceh Tunda Kerja Sama dengan Institut Prancis

Editor: bakri
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Ir. H. Nova Iriansyah, M.T, Plt. Gubernur Aceh

* Perlu Ada Surat Edaran Boikot Produk

BANDA ACEH - Pemerintah Aceh memutuskan menunda perjanjian kerja sama dengan Institut Francais d’Indonesie. Hal itu dilakukan sebagai bentuk kecaman pemerintah dan masyarakat Aceh kepada Presiden Prancis, Emmanuel Macron, yang dinilai mendiskreditkan umat Islam.

"Penundaan kerja sama ini sebagai sikap protes, bentuk keberatan pemerintah bersama seluruh masyarakat Aceh kepada pemerintah Prancis yang telah mendiskreditkan Islam," kata Plt Gubernur Aceh, Nova Iriansyah, dalam keterangannya di Banda Aceh, Senin (2/11/2020).

Nova mengatakan, sikap presiden Prancis yang mengatakan Islam sebagai agama yang mengalami krisis di dunia dan tidak melarang majalah Charlie Hebdo menerbitkan kembali kartun Nabi Muhammad SAW dengan dalih kebebasan berpendapat, tidak dapat dibenarkan dan telah melukai hati dua miliar lebih umat Islam di seluruh dunia. Akibatnya aksi protes terjadi di hampir seluruh negara Islam.

Pemerintah Aceh juga menyampaikan kecaman atas pernyataan dan sikap Macron. Nova berharap Macron mencabut pernyataannya dan meminta maaf kepada umat muslim di seluruh dunia.

Ekses dari pernyataan Macron tersebut, kerja sama yang bakal diteken antara Pemerintah Aceh dan Institut Prancis, badan yang melaksanakan kerja sama baik pendidikan dan budaya milik Perancis di Kedutaan Besar Prancis di Jakarta, akan ditunda. Penundaan itu diinstruksikan langsung Nova kepada Kepala Badan Pengembangan Sumber Daya Manusia (BPSDM) Aceh, Syaridin.

"Benar. Atas instruksi Pak Plt Gubernur kerja sama ini kita tunda dulu. Ini bentuk sikap protes pemerintah Aceh kepada pemerintahan Prancis," kata Syaridin.

Dia menyebutkan, pada 14 Juli lalu, MoU antara pemerintah Aceh dengan Institut Prancis diteken Plt Gubernur Aceh Nova Iriansyah. Rencananya pelaksanaan kerja sama ini akan dilakukan pada Desember nanti. Lewat kerja sama itu, pemerintah Aceh merencanakan mengirim mahasiswa asal Aceh untuk kuliah di Prancis pada tahun 2021 mendatang. "Untuk sementara akan ditunda pelaksanaannya atau dibatalkan untuk saat ini," kata Syaridin.

Surat Edaran

Di lain pihak, Anggota DPR Aceh dari Fraksi Partai Aceh, Sulaiman SE, meminta kepada Forkopimda Aceh untuk segera berembuk untuk melahirkan surat edaran untuk memboikot semua produk Prancis. Apalagi hal ini sejalan dengan imbauan Majelis Ulama Indonesia (MUI).

“Surat edaran itu menurut saya sangat perlu diinisiasi di Aceh, mengingat Aceh daerah yang sangat menghormati dan menjalankan syariat Islam,” ujarnya.

Di samping itu, Sulaiman yang juga anggota Komisi II DPR Aceh mengajak semua masyarakat Aceh tanpa kecuali, baik Islam maupun non-Islam untuk segera bersikap membela agama dengan cara yang sederhana, yaitu tidak lagi membeli dan menkonsumsi produk Prancis. "Cukup banyak produk Prancis di Aceh. Maka disamping kesadaran masyarakat sendiri untuk memboikot, kehadiran Pemerintah Aceh juga sangat penting," tambah Sulaiman.

Penerapan itu, lanjut dia, bisa diawali dari ASN dan perkantoran milik Pemerintah Aceh, termasuk di DPR Aceh. "Ketua DPRA juga jangan diam. Agama anda sedang dihina oleh Presiden Prancis, jangan diam!" pungkas Sulaiman.

DPRK Banda Aceh

Kecaman juga datang dari Ketua DPRK Banda Aceh, Farid Nyak Umar, yang disampaikan dalam rapat paripurna DPRK yang turut dihadiri  Wali Kota Banda Aceh, Aminullah Usman, beserta SKPK di jajaran Pemko Banda Aceh, Senin (2/11/2020). "Kami atas nama pimpinan dan anggota DPRK Banda Aceh mengutuk dan memprotes keras pernyataan Presiden Perancis yang telah menghina Rasulullah SAW," kata Farid.

Halaman
12

Berita Terkini