SERAMBINEWS.COM, BRUSSELS - Menteri Luar Negeri Uni Eropa, Senin (22/2/2021) menugaskan diplomat tertinggi dan sayap eksekutifnya untuk menyusun tindakan terhadap pemimpin Kudeta Myanmar.
Khususnya yang bertanggung jawab atas kudeta militer di Myanmar.
Tindakan militer telah menyebabkan jutaan warga turun ke jalan-jalan untuk menolak kudeta militer.
"Uni Eropa menyerukan penghentian segera keadaan darurat, pemulihan pemerintah sipil yang sah dan pembukaan parlemen yang baru terpilih," kata para menteri dalam sebuah pernyataan saat bertemu di Brussel.
Baca juga: VIDEO Jika Teruskan Aksi Mogok, Junta Militer Myanmar Ancam Demonstran akan Kehilangan Nyawa
“Menanggapi kudeta militer, Uni Eropa siap mengadopsi langkah-langkah pembatasan yang menargetkan mereka yang bertanggung jawab langsung," tambahnya.
"Semua alat lain yang tersedia untuk Uni Eropa dan anggotanya akan terus ditinjau, ”kata para menteri.
Sanksi semacam itu biasanya melibatkan pembekuan aset orang dan larangan bepergian ke Eropa.
Junta militer Myanmar mencegah Parlemen bersidang pada 1 Februari 2021.
Mereka mengklaim pemilihan November 2020 lalu, yang dimenangkan partai Aung San Suu Kyi secara besar-besaran, dinodai oleh penipuan.
Komisi pemilihan yang mengkonfirmasi kemenangan itu telah digantikan oleh junta.
Kudeta tersebut merupakan kemunduran besar bagi transisi Myanmar menuju demokrasi setelah 50 tahun pemerintahan militer yang dimulai dengan kudeta 1962.
Suu Kyi berkuasa setelah partainya memenangkan pemilu 2015.
Baca juga: VIDEO Demo di Myanmar Memanas, 2 Pendemo Tewas Ditembak Polisi
Tetapi para jenderal mempertahankan kekuasaan substansial di bawah konstitusi yang dirancang militer.
Sekitar 640 orang telah ditangkap, didakwa atau dihukum, dengan 593 orang, termasuk Suu Kyi dan Presiden Win Myint, masih dalam tahanan, menurut Asosiasi Bantuan independen untuk Tahanan Politik.
Para menteri Uni Eropa mengutuk penangkapan tersebut dan menyerukan pembebasan tanpa syarat presiden, Suu Kyi dan semua yang ditahan sejak kudeta.