Bahkan, sebelum Abdya mekar dari Aceh Selatan, puluhan masyarakat sempat ditahan, karena berkonflik dengan PT CA.
Selain itu, dari luas 7516 Ha yang diberikan, pihak PT CA hanya mengelola HGU untuk perkebunan sawit seluas 2000 Ha, sementara selebihnya masih hutan dan dikelola oleh masyarakat.
Sehingga mereka mendukung langkah BPN-RI turun langsung ke lapangan, melihat langsung kondisi PT CA yang penuh dengan semak dan tidak terurus.
Bukan itu saja, dalam mengurus perpanjangan izin HGU-nya PT CA diduga melakukan kesalahan prosedur.
Pasalnya, mereka tidak melibatkan pemerintah daerah baik Pemkab Abdya maupun pemerintah provinsi sebagai para pihak yang harus mendapatkan rekomendasi dalam mengurus perpanjangan izin.
Jika sebuah perusahan tidak mengantongi rekomendasi dan tetap memperpanjang HGU, maka perbuatan tersebut melanggar Peraturan Menteri Pertanian Tahun 2013 tentang Pedoman Perizinan Usaha Perkebunan, dan Peraturan Menteri Pertanian 21 tahun 2017 tentang Pedoman Perizinan Usaha Perkebunan.
Atas dasar itu, pada 21 Februari 2018 Gubernur Aceh telah mengeluarkan surat menolak perpanjangan HGU PT CA yang ditujukan kepada kementerian Agraria Tata Ruang dan BPN.
Terbitnya surat itu, menyikapi adanya surat Bupati Abdya, Akmal Ibrahim pada 18 Desember 2017.
Tak hanya Gubernur, Anggota DPRK Abdya periode 2014-2019 juga sepakat menolak perpanjangan HGU PT CA.
Sikap itu diambil oleh anggota DPRK Abdya, pascamelakukan pansus ke lokasi PT CA pada 28 Maret 2018 yang melihat sebagian PT CA masih hutan belantara.
Dalam pansus itu hadir, Ketua DPRK Abdya, Zaman Akli SSos, wakil ketua DPRK Abdya, Romi Syah Putra dan Jismi, ketua Komisi A DPRK, Nurdianto, ketua komisi DPRK B, Umar, dan para anggota DPRK Abdya, Zulkarnaini, Agusri Samhadi, Julinardi, Teuku Indra, Muslidarma, Yusran, Syarifuddin UB, Reza Mulyadi.
Hasil Pansus itu, mereka sepakat untuk menolak.
Penolakan ini dikarenakan perusahaan perkebunan kelapa sawit tersebut, dituding tidak melaksanakan kewajiban kebun plasma dan Corporate Social Responsibility (CSR), serta diduga menelantarkan sebagian besar lahan HGU.
Sehingga, menjadi kawasan sarang babi hutan yang sangat merugikan petani.
Tak sampai melakukan itu, untuk menolak perpanjangan izin HGU PT CA, sejumlah perwakilan masyarakat, termasuk ulama, bersama Pemkab dan DPRK Abdya pun menyambangi pemerintah pusat di Jakarta pada April 2018.