SERAMBINEWS.COM, ISTANBUL - Turki dan Uni Eropa saling menyalahkan atas pengaturan tempat duduk yang kemudian menjadi 'skandal sofagate'.
Hal itu terjadi seusai Ketua Komisi Eropa Ursula von der Leyen tanpa kursi selama pertemuan dengan Presiden Recep Tayyip Erdogan.
Pemimpin Turki itu mendapat banyak kritik setelah gambar menjadi viral tentang pertemuannya pada Selasa (6/4/2021) dengan von der Leyen dan Presiden Dewan Eropa Charles Michel di Ankara.
Perdana Menteri Italia Mario Draghi bahkan menyatakan episode tersebut menunjukkan Erdogan merupakan seorang "diktator".
Dilansir AFP, Jumat (9/4/2021), ruangan tempat ketiga pemimpin dijamu hanya memiliki dua kursi yang diatur di sebelah bendera Uni Eropa dan Turki.
Erdogan dan Michel segera duduk, sebaliknya von der Leyen yang pangkat diplomatiknya sama dengan kedua orang itu dibiarkan berdiri.
"Ehm," katanya, merentangkan tangannya dengan heran dan menatap langsung ke arah Michel dan Erdogan.
Baca juga: Turki Catat 54.740 Kasus Baru Virus Corona, Jadi Kasus Harian Tertinggi
Tetapi Dewan Eropa Michel mengatakan tim protokolnya telah ditolak akses terlebih dahulu ke ruang pertemuan tempat ketiga pemimpin itu pertama kali duduk untuk melakukan pembicaraan.
Gambar resmi menunjukkan dia duduk di sofa di seberang Menteri Luar Negeri Turki Mevlut Cavusoglu.
"Pengaturan tempat duduk dibuat sesuai dengan saran UE, titik," katanya dalam pernyataan publik pertama oleh seorang pejabat Turki pada episode tersebut.
"Kami tidak akan mengungkapkan fakta ini seandainya tidak ada tuduhan terhadap Turki," kata Cavusoglu kepada wartawan.
"Jika kamar telah dikunjungi, kami akan menyarankan kepada tuan rumah bahwa sebagai rasa hormat, mereka mengganti sofa dengan dua kursi berlengan untuk Presiden Komisi," kata tim protokol.
Kecerobohan diplomatik langsung dicap "sofagate" di Twitter dan menjadi pokok pembicaraan yang dominan dari KTT Turki-UE pertama dalam satu tahun.
Ketiga pemimpin tersebut telah mencoba untuk menetapkan nada yang lebih positif pada hubungan setelah berbulan-bulan pertengkaran.
Tetapi pembicaraan berakhir dengan para pejabat Eropa melontarkan tuduhan chauvinisme laki-laki di Turki.