Apa yang disampaikan Subangun bukan tanpa alasan. Pasalnya, sejak pandemi Covid-19, bisnis TBS kelapa sawit lah yang paling bertahan dari gempuran ekonomi global.
Bahkan, sampai saat ini menurut Subangun harga TBS kelapa sawit masih relatif stabil, meski dalam sepekan terakhir terjadi penurunan.
Penurunan harga TBS kelapa sawit ini setelah sempat mengalami lonjakan hingga Rp 1.950 per kilogram di tingkat pabrik.
Subangun menjelaskan, penurunan harga TBS kelapa sawit di Subulussalam tidak terlalu signifikan. Kendati demikian dia berharap harga ini kembali melonjak dan mencapai Rp 2.500 per kilogram.
Menurut Subangun, sejauh ini belum ada perubahan drastis terkait harga TBS kelapa sawit di kota yang dijuluki Tanah Syekh Hamzah Fansury tersebut.
Kondisi ini dinilai sangat membantu petani kelapa sawit di tengah gempuran ekonomi selama masa pandemic.
Subangun pun berharap agar harga TBS di Subulussalam kembali naik bahkan dapat melampaui Rp 2.500 per kilogram demi ketahanan ekonomi masyarakat di sana.
Pasalnya, di Provinsi Sumatera Utara dan Jambi, harga TBS kelapa sawit saat ini mencapai Rp 2.500 per kilogram bahkan lebih.
Sayangnya di Aceh, termasuk Kota Subulussalam pihak pabrik masih terkesan belum bersedia mematuhi permentan terkait stabilitas harga TBS kelapa sawit masyarakat.
Pria yang akrab disapa Akeng ini juga berharap pihak perusahaan untuk meningkatkan kepedulian sosial terhadap masyarakat di sekitar perkebunan, dalam upaya pencegahan penyebaran dan mengatasi dampak sosial ekonomi dari wabah Covid19.
“Sejauh ini harga TBS kelapa sawit masih stabil, kita berharap jangan sampai anjlok karena ini jadi penyangga terakhir pertahanan ekonomi masyarakat selama pandemic covid-19,” ujar Subangun.
Subangun menjelaskan mengapa sawit menjadi penyangga terakhir pertahanan ekonomi masyarakat di tengah krisis akibat pandemic.
Tanaman kelapa sawit katanya, menjadi salah satu usaha paling banyak banyak digeluti masyarakat Subulussalam sehingga menjadi tumpuan utama ekonomi penduduk di daerah tersebut.
Lantaran itu, Subangun berharap juga kepada pemerintah pusat, Gabungan Pengusaha Kelapa Sawit (Gapki) maupun daerah agar dapat menjaga kestabilan pasar harga CPO ini.
Di samping seluruh PMKS juga wajib mengikuti protokoler kesehatan dan terus berupaya membantu meringankan beban petani yang juga terdampak langsung.
Apalagi, lanjut Subangun sebenarnya produk turunan Cpo juga saat ini sangat dibutuhkan disaat pandemi covid-19.
Dia mencontohkan kebutuhan pangan & non pangan, antara lain minyak goreng, margarine, sabun, hand sanitizer, gliserin, Bio Diesel (pasar domestik).
Semua ini menurut Subangun merupakan produk turunan CPO yang berasal dari kelapa sawit. (*)