Berita Subulussalam

Kejari Subulussalam Ungkap Tiga Kasus Korupsi Dalam 3 Tahun, Ini Deretan Perkaranya

Penulis: Khalidin
Editor: Taufik Hidayat
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Kepala Kejaksaan Negeri Subulussalam, Mayhardy Indra Putra, S.H., M.H. menggelar konferensi Pers penetapan tersangka kasus dugaan tindak korupsi proyek Rumah Tidak Layak Huni (RTLH) sumber dana DOKA tahun 2019, Selasa (10/8/2021) di Kantor Kejari Subulussalam.

Laporan Khalidin | Subulussalam

SERAMBINEWS.COM, SUBULUSSALAM – Kejaksaan Negeri Subulussalam menunjukan komitmennya dalam penegakan hukum dan pemberantasan kasus korupsi di daerah ini.

Buktinya, keberadaan Kejari Subulussalam di Kota Subulussalam baru sekitar 3,3 tahun namun lembaga Adhiyaksa ini sudah mampu mengungkap tiga kasus korupsi di Kota Sada Kata tersebut.

Kasus korupsi yang terkini diungkap yakni proyek pelaksanaan Bantuan Rehabilitasi Sosial Rumah Tidak Layak Huni (RS-RTLH) Kota Subulussalam Dana Alokasi Khusus Aceh (DOKA) tahun anggaran 2019.

Sebelumnya, setahun terbentuk Kejari Subulussalam juga menahan tiga tersangka kasus tindak pidana korupsi di kota hasil pemekaran dari Aceh Singkil itu.

Adalah mantan Kepala Dinas Kesehatan (Kadinkes)  berinisial A, menjadi tersangka dalam dugaan kasus tindak pidana korupsi pada proyek pembangunan pagar Rumah Sakit Umum (RSUD) setempat, Selasa (18/6/2019).

Selain mantan Kadinkes, Kejaksaan juga menahan tiga tersangka lannya masing-masing Pejabat Pelaksana Teknis Kegiatan (PPTK), konsultan pengawas dan rekanan dalam proyek senilai Rp 826 juta tersebut.

Tak hanya itu,  Kejaksaan Negeri Subulussalam juga menunjukan taringnya dalam pengusutan kasus korupsi di daerah ini.

Dua Aparatur Negara Sipil (ASN) di Kota Subulussalam, Selasa (4/8/2020) sore tadi ditahan Jaksa Penuntut Umum (JPU).

Penahanan kedua ASN yang salah satunya merupakan mantan sekretaris Badan Pengelolaan Keuangan Daerah (BPKD) ini menunjukan keseriusan lembaga adhyaksa dalam pemberantasan korupsi di Kota Sada Kata itu.

Tiga orang yang ditetapkan kejaksaan sebagai tersangka dalam kasus proyek  fiktif senilainya Rp 795 juta ini masing-masing SH, SR dan Dar alias A. 

Tersangka SH merupakan mantan pejabat di Badan Pengelola Keuangan Daerah (BPKD) dengan jabatan terakhir sebagai sekretaris.

Pun demikian tersangka SR dari BPKD. Sementara Dar alias A merupakan pihak swasta dan merupakan rekanan dalam kasus proyek fiktif ini.

Kini, setelah berlangsung sembilan bulan perkara korupsi di DPUPR Kota Subulussalam ditangani, Kejaksaan Subulussalam menahan semua tersangkanya.

Dua tersangka yang ditahan tadi sore adalah SH dan SR. SH merupakan mantan Sekretaris BPKD Kota Subulussalam. Sementara SR staf di BPKD.

Dalam kasus dugaan tindak pidana korupsi proyek RS-RLTH di Dinas Sosial Kota Subulussalam, penyidik Kejaksaan Subulussalam menetapkan dua tersangka.

Kedua tersangka masing-masing bernisial S, mantan Kepala Dinas Sosial Kota Subulussalam serta seorang konsultan berinisial DEP.

Kajari Subulussalam Mayhardy mengatakan akibat korupsi ini terjadi kerugian keuangan negara mencapai Rp Rp 375.000.000. Jumlah tersebut berdasarkan hasil perhitungan kerugian negara oleh Inspektorat Kota Subulussalam.

Adapun modus penyimpangan tersebut dilakukan dengan cara membebankan pembuatan gambar dan RAB serta biaya pembuatan laporan pertanggungjawaban pertama serta pertanggungjawaban kedua kepada para penerima bantuan.

Dijelaskan, tersangka berinisial S meminta tersangka DEP yang merupakan konsultan membuat rencana anggaran biaya (RAB) dan gambar 168 rumah baru (relokasi).

Kemudian dia juga meminta membuat RAB untuk 82 unit rehabilitasi rumah dengan mencantumkan biaya administrasi terdiri, pembuatan RAB dan gambar sebesar Rp 500.000.

Kemudian pembuatan laporan pertanggungjawaban pertama sebesar Rp 500.000 lalu untuk pembuatan pertanggungjawaban kedua dipatok sebesar Rp 500.000.

Biaya pembuatan gambar, serta LPJ pertama dan kedua tersebut dibebankan kepada masing-masing penerima bantuan. Total uang yang ditarik dari penerima masing-masing sebesar Rp 1,5 juta.

Padahal, lanjut Kajari Mayhardy, berdasarkan peraturan Wali Kota Subulussalam Nomor 32 tahun 2019 tentang petunjuk pelaksanaan Bantuan Rehabilitasi Sosial Rumah Tidak Layak Huni (RS-RTLH) Kota Subulussaam tahun anggaran 2019, kewajiban untuk membuat RAB adalah kewajiban kelompok dibantu petugas pendamping.

Selain itu RAB yang disusun tersangka DEP juga dinyatakan bertentangan dengan format RAB yang ditetapkan dalam Perwal Nomor 32 tahun 2019. Dalam perwal itu tidak menyebutkan adanya biaya administrasi dalam RAB.

Atas kasus ini lah, penyidik menyimpulkan berdasarkan dua alat bukti menetapkan S mantan Kepala Dinas Sosial dan DEP selaku konsultan sebagai tersangka kasus proyek RS-RTLH Kota Subulussalam.

Dijelaskan, proyek RTLH bersumber dari Dana Otonomi Khusus Aceh (Doka) tahun 2019 senilai Rp 4,8 miliar.

Dana sebesar itu diperuntukan terhadap 250 masyarakat penerima manfaat yang terbagi 15 kelompok Rumah Sosial Rumah Tidak Layak Huni (RS-RTLH).

Masing-masing penerima bantuan mendapat Rp 19.350.000 sesuai Surat Keputusan Wali Kota Subulussalam Nomor 188.45/184/2019 tanggal 9 September 2019.

Namun, dalam perjalanan proyek tersebut dikabarkan menuai masalah yakni terjadi dugaan tindak pidana korupsi dengan modus pembuatan gambar dan Laporan pertanggungjawaban pertama serta kedua.

Sehingga setiap penerima manfaat yang sejatinya menerima uang sebesar Rp 19.350.000 menjadi berkurang masing-masing Rp 1,5 juta.

Kasus ini pun diselidiki pijak Kejaksaan Negeri Subulussalam dan akhirnya ditingkatkan ke penyidikan.

Dalam penyidakan tersebut ditemukan dugaan tindak pidana korupsi dan berdasarkan hasil audit Inspektorat Kota Subulussalam terjadi kerugian keuangan negara sebesar Rp 375 juta.

Baca juga: Masih Ingat Kasus Asabri, Kejaksaan Agung: 8 Tersangka Kasus Korupsi Asabri Disidang di PN Jakpus

Baca juga: Motif Pria Ini Nekat Bunuh Wanita Terapis Bekam di Bekasi, Pelaku Emosi Ajakan Nikah Ditolak Korban

Tahun 2019, Tahan 4 Tersangka Kasus Pagar RSUD Subulussalam

Sebelumnya, Kejaksaan Negeri (Kejari) Subulussalam resmi menahan mantan Kepala Dinas Kesehatan (Kadinkes) A yang ditetapkan sebagai tersangka dalam dugaan kasus tindak pidana korupsi pada proyek pembangunan pagar Rumah Sakit Umum (RSUD) setempat.

Mantan Kadinkes ini ditahan bersama tiga tersangka lannya masing-masing Pejabat Pelaksana Teknis Kegiatan (PPTK), konsultan pengawas dan rekanan dalam proyek senilai Rp 826 juta tersebut,  Selasa (18/6/2019).

Selain A, jaksa juga menahan tiga tersangka lain masing-masing Ir selaku Pejabat Pelaksana Teknis Kegiatan (PPTK), ESL selaku rekanan dan Sud konsultan pengawas.

Mereka ditahan setelah penyidik menyerahkan berkas ke jaksa penuntut umum.   Kepala Kejaksaan Negeri Subulussalam, MHD Alinafiah Saragih S.H kepada Serambi di ruang kerjanya membenarkan penahanan pejabat Subulussalam bersama rekanan dan konsultan pengawas. Kasus ini, kata Kajari Alinafiah merupakan rentetan hasil penyidikan terkait proyek 2015 lalu.

Pantauan Serambinews.com, mantan Kadinkes Subulussalam ini digelandang dengan bus tahanan dari kantor Kejaksaan Negeri Subulussalam sekitar pukul 16.13 WIB.

Mereka digelandang sebagai tahanan ke Rumah Tahanan (Rutan) Cabang Tapaktuan atau Lembaga Permasyarakatan (Lapas) Singkil di Desa Ketapang Indah, Kecamatan Singkil Utara, Kabupaten Aceh Singkil. 

Kepala Kejaksaan Negeri Subulussalam, MHD Alinafiah Saragih S.H melalui Kasi Pidsus Ika Liusnardo SH didampingi Kasi Intel Irfan Hasyri mengatakan para tersangka rencananya akan ditahan langsung hingga 20 hari ke depan.

Menurut Kasi Pidsus Ika Liusnardo,  kasus ini merupakan rangkaian hasil penyidikan atas perkara yang terjadi tahun 2015 lalu.

Dikatakan, kasus tersebut terkait proyek pembangunan pagar RSUD Subulussalam anggaran otonomi khusus.

Dikatakan, A  yang kini Kepala Dinas Tenaga kerja dan Transmigrasi Subulussalam ditetapkan sebagai tersangka karena berdasarkan hasil penyidikan dianggap ikut terlibat dalam kasus tersebuit. kasus ini sendiri terjadi ketika A menjabat sebagai Dinas Kesehatan Kota Subulussalam.

Ika Liusnardo menambahkan, dalam kasus proyek senilai Rp 826 juta ini terdapat kerugian negara sebesar Rp 193 juta. 

Keempat tersangka adalah mantan Kepala Dinas Kesehatan berinisial A, I, ES dan S "Iya, ini kasus proyek tahun 2015 dan ada kerugian negara Rp 199 juta, tersangkanya ada empat orang, kepala dinas, PPTK, rekanan,  Konsultan pengawas," kata Kasi Pidsus Ika Liusnardo.

Baca juga: KPK Tahan Bupati Bintan Apri Sujadi, Jadi Tersangka Korupsi Cukai Rokok dan Minol

Baca juga: Pansus DPRA Dapil 1 Tinjau Proyek Rehab Kantor Gubernur Aceh

Tahun 2020, Tahan 3 Tersangka kasus Proyek Fiktif Anggaran 2019

Selanjutnya, pada 2020 lalu,  Kejaksaan Negeri (Kejari) Subulussalam telah resmi menahan tiga orang tersangka dalam kasus dugaan lima proyek fiktif tahun 2019 di daerah ini.

Penahanan terkini dilakukan terhadap dua tersangka disampaikan Kepala Kejaksaan Negeri (Kajari) Subulussalam, Mhd Alinafiah Saragih, SH dalam keterangan persnya kepada Serambinews.com Selasa (4/8/2020).

Sebelumnya, kejaksaan juga menahan tersangka Dar alias A. Sehingga sekarang sudah tiga atau semua tersangka ditahan di Rutan Kelas IIB Singkil.

Ketiga orang tersangka yang ditahan kejaksaan sebagai tersangka dalam kasus proyek  fiktif senilainya Rp 795 juta ini masing-masing SH, SR dan Dar alias A.

Tersangka SH merupakan mantan pejabat di Badan Pengelola Keuangan Daerah (BPKD) dengan jabatan terakhir sebagai sekretaris.

Pun demikian tersangka SR berstatus ASN di BPKD sebagai staf pelaksana akuntansi. Sementara Dar alias A merupakan pihak swasta disebut-sebut sebagai rekanan dalam kasus proyek fiktif ini.

Penahanan kedua ASN yang salah satunya merupakan mantan sekretaris Badan Pengelolaan Keuangan Daerah (BPKD) ini menunjukan keseriusan lembaga adhyaksa dalam pemberantasan korupsi di Kota Sada Kata itu.

Terbukti, dalam kurun waktu tiga bulan Kejaksaan Subulussalam telah meningkatkan status penyelidikan ke penyidikan meski belum ada tersangkanya waktu itu.

Selanjutnya, kejaksaan menetapkan tiga tersangka dalam kasus proyek fiktif di kota  yang mekar 2 Januari 2007 tersebut.

Penetapan tersangka dilakukan sekitar tujuh bulan perjalanan kasus proyek fiktif DPUPR Subulussalam.

Kini, setelah berlangsung sembilan bulan perkara korupsi di DPUPR Kota Subulussalam ditangani, Kejaksaan Subulussalam menahan semua tersangkanya.

Dua tersangka yang ditahan tadi sore adalah SH dan SR. SH merupakan mantan Sekretaris BPKD Kota Subulussalam. Sementara SR staf di BPKD.

“Jadi, sore ini Kejaksaan Negeri Subulussalam resmi menahan dua tersangka kasus korupsi proyek fiktif di DPUPR Kota Subulussalam,” kata Kajari Subulussalam Mhd Alinafiah Saragih dalam keterangan persnya kepada Serambinews.com.

Baca juga: Rizky Billar dan Lesty Kejora akan Menikah 19 Agustus, Ini Lokasi Akad Nikah Dibocorkan Pihak KUA

Baca juga: Anjuran Rasulullah, Simak 5 Amalan yang Dianjurkan di Bulan Muharram, Banyak Keutamaannya

Sebelumnya, Kejaksaan Negeri Subulussalam juga melakukan penahanan terhadap Dar alias A Minggu (31/5/2020) pagi  lalu.

A merupakan rekanan kasus proyek fiktif di Dinas Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (DPUPR) setempat.

Tersangka A yang ditangkap kejaksaan Minggu (31/5/2020) pagi tadi akan ditahan Rumah Tahanan (Rutan) Kelas II B Singkil, Desa Ketapang Indah, Kecamatan Singkil Utara, Aceh Singkil

Menurut Kajari Alinafiah, penetapan tersangka tersebut berdasarkan hasil perkembangan penyidikan dan hasil ekspose 18 Maret.

Ini diperkuat data-data yang diminta serta keterangan saksi-saksi berikutnya. “Sehingga sudah diperoleh bukti yang cukup untuk menentukan tersangka.

Sehingga hari ini ditetapkan tersangka dalam perkara tersebut tiga orang sementara ini,” kata Alinafiah

Berdasarkan catatan Serambinews.com, terkuak modus operandi permainan proyek fiktif di Subulussalam.

Sebagaimana dikatakan Kajari Analinafiah melalui Kasi Pidsus Ika Liusnardo Sitepu terkait modus operandi permainan proyek fiktig yang menjerat tiga tersangka.

Dikatakan, tersangka  Dar alias A selaku rekanan memberikan catatan kepada SR berisi paket proyek untuk di masukan ke dalam Sistem Informasi Manajemen Daerah (SIMDA). 

Nah, SR tanpa kewenangan menyanggupi permintaan D alias A mengentri paket proyek tersebut ke simda.

SR, lanjut Ika Liusnardo bisa masuk ke SIMDA setelah mendapatkan kunci berupa user  id dan password dari tersangka SH selaku admin. Padahal di SR kapasitasnya hanya sebagai pengelola jaringan di SIMDA.

Ika Liusnardo yang didampingi Idam Kholid Daulay Kasi barang bukti dan barang rampasan Kejari Subulussalam SR dapat masuk ke SIMDA karena adanya izin atau pemberian user id dan password dari SH.

Sehingga SR dapat mengentri penambahan anggaran berupa lima paket proyek berdasarkan catatan tersangka A yang sebenarnya illegal.

”Berawal dari tahap menambah anggaran illegal. Tersangka DA  membuat lima paket anggaran dengan catatan tulisan tangan.

Dikasih ke SR. Sebenarnya SR tidak bisa masuk ke Simda karena harus ada kunci. Nah, kuncinya dikasih sama SH selaku admin sehinga SR bisa mengakses Simda,” beber Ika Liusnardo

Selain itu, setelah surat perintah membayar (SPM) dan  SPD sudah ada tandatangannya. Maka dicetak A dengan menggunakan fasilitas SR.

Padahal SR tidak berwenang karena penguji Dinas PUPR bukan dia tapi orang lain. Namun atas permintaan tersangka A dan perintah admin SH yang kala itu sekretaris di BPKD maka SR melakukan tanpa kewenangan.

“Sebingga dientri SP2D dan dicetak. SR mencetak Surat Penyediaan Dana (SPD) hingga Surat Perintah Pencairan Dana (SP2D)  hingga uang berhasil masuk ke rekening CV AA milik A,” papar Ika Liusnardo

Lebih jauh dijelaskan, dalam kasus ini sebenarnya terjadi dua kali fiktif yakni proses penganggaran dan pelaksanaan.

Sebab, anggaran masuk secara illegal. Pun demikian pelaksanaan setelah dicroscek ke titik yang disebut lokasi kelima paket proyek pekerjaan ternyata tidak ada. 

Terhadap kasus ini, lanjut Ika Liusnardo terjadi kolaborsi dalam permainan lima paket proyek fiktif mulai admin simda.(*)

Berita Terkini