BANDA ACEH - Kepala Perwakilan Bank Indonesia (BI) Aceh, Achris Sarwani mengungkapkan, sampai tahun 2021 ini, negara Amerika Serikat (AS) masih tetap menjadi tujuan terbesar ekspor kopi dari Aceh. Sejak Januari-Juli 2021, volume ekspor kopi dari Aceh ke AS mencapai 6.338 ton atau 58,19 persen dari 10.893 ton, total biji kopi dari Aceh yang sudah dikirim luar negeri.
Dikatakan, selain AS masih ada dua negara lagi yang tergolong penyuka kopi asal dataran tinggi Gayo, yaitu Belgia sebesar 9,81 persen dan Kanada sebesar 4,41 persen. Sisanya beberapa negara benua Asia dan Eropa.
Total volume ekspor kopi Aceh pada tahun 2021 ini, baru 10.893,8 ton, dengan nilai Rp 613,9 miliar. Volume ekspor biji kopi dari Aceh, pada tahun ini masih tergolong rendah. Tahun 2019 volume ekspor mencapai 20.113 ton dan tahun 2020 18.107 ton.
“Volume ekspor biji kopi dari Aceh, masih bisa naik dan terus akan bertambah sampai akhir tahun nanti. Mengingat pangsa pasar kopi Aceh di luar negeri masih terbuka lebar,” jelasnya, Minggu (5/9/2021).
Diterangkan, pada tahun 2020 dan 2021 ini, volume ekspor kopi menurun, karena pengaruh pandemi Covid-19. Saat ini, penyebaran Covid-19 mulai menurun. Hal ini, kata Achris menjadi peluang untuk bangkit kembali.
Misalnya, untuk tanaman kopi perlu dilakukan rehabilitasi atau pemangkasan tanaman kopi, penyediaan bibit unggul, pengembangan tanaman baru dan peremajaan tanaman kopi arabika dan kopi robustas yang sudah tua kepada tanaman muda yang unggul dan berkualitas. Selanjutnya melakukan penyaluran bibit unggul terbaru yang tahan hama dengan tingkat produtivitas buah yang tinggi.
Program tersebut, katanya, sangat penting dilakukan petani, pihak swasta bersama dinas tehnis, untuk menjaga produktivitas biji kopi tetap tinggi, untuk pemenuhan permintaan volume impor kopi dari pembeli di luar negeri.
Karena, bila tidak melakukan empat program di atas tadi, sewaktu-waktu, permintaan eskpor kopi dunia melonjak di luar negeri, sementara produktivitas biji kopi sedang menurun, karena tanaman kopi yang sudah tua tidak diremajakan kembali. “Pembeli kopi Aceh di luar negeri, akan mengalihkan pembelian kopinya ke daerah lain atau negara lain, yang mampu memenuhi kuota permintaan kopi robusta dan arabika,” ujarnya.
Ancaman hal tersebut, kata Achris Sarwani, perlu menjadi perhatian khusus para petani, pihak swasta dan dinas tehnis, untuk mengatasinya dari sekarang secara berkelanjutan. “Tujuannya, agar produksi kopi Aceh, tetap tinggi dan mendapat pangsa pasar yang luas di luar negeri, bukan hanya karena mampu memenuhi kuota permintaan importir kopi di luar negeri, tapi juga karena kualitas kopinya baik dan tinggi, serta rasa kopinya khas dan banyak disukai konsumen kopi di luar negeri,” tandasnya.
Terkait usulan peremajaan tanaman kopi, Kepala Dinas Pertanian dan Perkebunan (Distanbun) Aceh, Cut Huzaimah mengatakan, program itu hampir setiap tahun dilakukan. Baik melalui program yang dibuat Distanbun Aceh maupun Distanbun kabupaten/kota.
Kasi Produksi Perkebunan Distanbun Aceh, Nurlela menambahkan, kegiatan rehabilitasi dan peremajaan maupun pemengkasan tanaman kopi, hampir setiap tahun kegiatannya dilaksanakan melalui sumber dana APBA. Misalnya pemangkasan tanaman kopi, sudah dilaksanakan pada bulan Juni lalu di areal tanaman kopi Aceh Tengah.
Rehabilitasi tanaman kopi, dilakukan dengan cara pemangkasan dan penyisipan tanaman kopi yang sudah kurang produktif atau mati dengan tanaman baru yang produktif. Bantuan bibit kopinya dari Distanbun Aceh. Petani yang membutuhan bibit kopi baru, bisa mengusulkan dan akan diberikian sesuai dengan porsinya masing-masing.(her)