BANDA ACEH - Qanun Aceh Nomor 11 Tahun 2018 tentang Lembaga Keuangan Syariah (LKS) sudah berlaku efektif sejak 4 Januari 2022.
Konsekuensi dari pemberlakuan sepenuhnya qanun tersebut, maka seluruh lembaga keuangan di Aceh harus beralih dari konvensional ke sistem syariah.
Lembaga keuangan yang dimaksud dalam qanun ini mencakup perbankan, asuransi, pegadaian, fidusia, hingga koperasi.
Khusus koperasi, hingga 5 Januari 2022, tercatat baru 230 dari 3.535 koperasi di Aceh yang beralih ke sistem syariah.
Padahal, berdasarkan Pasal 65 Qanun LKS, mutasi lembaga keuangan, termasuk koperasi konvensional ke syariah sudah harus dilakukan paling lambat tanggal 4 Januari 2022.
Informasi tersebut diperoleh Serambi saat menghubungi Kepala Dinas Koperasi, Usaha Kecil, dan Menengah (Diskop UKM) Aceh, Ir Helvizar Ibrahim MSi di Banda Aceh, Rabu (5/1/2022) siang.
Ditanya apa kendala utama sehingga progres peralihan koperasi-koperasi di Aceh ke sistem syariah ini berjalan lamban, Helvizar tak bisa memastikan karena belum ada survei atau riset tentang itu.
Ia hanya menyampaikan beberapa perkiraan dan analisis.
Pertama, kemungkinan pemahaman pengurus koperasi terhadap Qanun LKS sangat terbatas.
Kedua, koperasi tertentu sangat tidak proaktif menyikapi Qanun LKS.
"Atau jangan-jangan memang koperasinya yang sudah tidak aktif," ujar Helvizar.
Ketiga, Diskop UKM atau nama lain di kabupaten/kota juga tidak terlalu peduli (ngeh) dengan koperasi, karena ada juga dinas yg menangani koperasi setara kepala seksi (kasi) saja, sehingga urusan koperasi relatif tertinggal.
Keempat, dukungan dana yang dimiliki koperasi tertentu sangat terbatas.
Sedangkan untuk pengurusan beralih ke sistem syariah ini perlu dana, minimal biaya untuk konsumsi saat rapat anggota, maupun membayar jasa notaris.
Kelima, kemungkinan juga anggaran untuk perubahan anggaran dasar dan anggaran rumah tangga (AD/ART) koperasi terasa berat bagi koperasi tertentu.
Selain lima faktor tersebut, keberadaan dan jumlah Dewan Pengawas Syariah (DPS) juga menjadi salah satu kendala.
Setiap koperasi syariah harus memiliki minimal satu orang pengawas syariah, di samping pengawas internal dari kalangan anggota koperasi yang bersangkutan.
"Nah, di Aceh, jumlah pengawas syariah yang sudah lulus sertifikasi selaku DPS dari Majelis Ulama Indonesia (MUI), jumlahnya belum sampai 200 orang.
Sebagai solusinya untuk sementara waktu, seorang pengawas syariah dibolehkan menjadi pengawasan di empat hingga lima koperasi," terang Helvizar.
Baca juga: Lembaga Keuangan dan Koperasi Syariah Disosialisasikan, Deadline Beralih ke Syariah 4 Januari 2022
Baca juga: Haji Uma Ajak Kepala Daerah Berantas Rentenir Berkedok Koperasi Ilegal di Aceh
Ia berharap, dalam beberapa bulan ke depan semakin banyak putra-putri Aceh yang lulus dalam seleksi pengawas syariah, baik untuk perbankan maupun untuk koperasi.
Dengan demikian, kelangkaan pengawas syariah ini dapat segera diatasi dan tidak lagi menyebabkan koperasi-koperasi di Aceh terkendala dalam proses peralihannya ke sistem syariah.
Ada Sanksi Administratif
Mantan kepala Dinas Tenaga Kerja dan Mobil Penduduk Aceh ini mengingatkan bahwa di dalam Qanun LKS itu ada diatur sanksi administratif bagi lembaga keuangan yang belum beralih ke sistem syariah hingga 4 Januari 2022.
Sanksi administratif tersebut diatur pada Pasal 64 dalam bentuk denda uang; peringatan tertulis; pembekuan kegiatan usaha; pemberhentian direksi dan/atau pengurus lembaga keuangan; dan pencabutan izin usaha.
"Besar harapan kita, tidak ada satu pun pengurus koperasi di Aceh yang terkena sanksi administratif ini," ujar Helvizar Ibrahim.
Bagi koperasi yang belum beralih ke sistem syariah hingga tanggal 4 Januari 2022, diharapkan Helvizar sudah harus mengikrarkan atau mendeklarasikan bahwa koperasinya terhitung 4 Januari 2022 sudah sepenuhnya beralih ke sistem syariah.
Dengan demikian tidak boleh ada lagi pengenaan bunga terhadap pinjaman oleh anggota koperasi sebagaimana yang berlaku di koperasi konvensional.
"Yang penting, nyatakan dulu koperasinya sudah beralih ke sistem syariah.
Hal-hal yang terkait dengan urusan administrasi dilakukan sesegera mungkin.
Jangan sampai ada koperasi simpan pinjam di Aceh yang dicabut izinnya hanya karena tidak mematuhi ketentuan Qanun LKS atau Undang-Undang Nomor 25 Tahun 1992 tentang Perkoperasian," kata Helvizar Ibrahim.(dik)
Baca juga: Dinas Koperasi dan UKM Aceh Salurkan Bantuan ke 1.260 Pelaku UKM, Ini Deretan Alat Kerjanya
Baca juga: Dinas Koperasi dan UKM Aceh Salurkan Bantuan ke 1.260 Pelaku UKM, Ini Deretan Alat Kerjanya