Riset lain terkait Covid-19, sambung Prof Tony, adalah simulasi penambatan molekul grafena oksida pada spike glycoprotein SARS Cov-2.
Hasil simulasi menunjukkan kemampuan lapisan tipis grafena oksida pada suatu permukaan dalam menyerap dan mengikat spike glycoprotein SARS Cov Guru Besar Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam (FMIPA) Institut Pertanian Bogor (IPB), Prof R Tony Ibnu Sumaryada Wijaya Puspita, mengembangkan model fisika yang mampu menghancurkan virus Covid-19 atau SARS Cov-2.
Hal ini terungkap dalam konferensi pers Pra Orasi Ilmiah Penetapan Guru Besar Prof.
Tony, Kamis (24/3/2022), dengan materi yang berjudul "Pendekatan Fisika Teoritis dan Komputasional pada Sistem Mesoskopis untuk Mendukung Riset di Bidang Kesehatan dan Energi".
Dalam paparannya, Prof Tony mengungkapkan, ilmu fisika merupakan ilmu dasar untuk memahami fenomena di alam semesta.
Kajian-kajian fisika pada skala mesoskopis dapat memberikan wawasan dan pandangan baru yang dapat diaplikasikan pada berbagai bidang riset seperti kesehatan dan energi.
Terkait Covid-19, sebut dia, riset simulasi penambatan molekuler dari berbagai senyawa herbal populer telah dilakukan dan mampu mengungkap potensi khasiat herbal tersebut.
"Dengan metode penambatan molekuler, kita bisa menguji potensi senyawa herbal.
Misalnya, potensi senyawa aktif teh hijau sebagai agen anti obesitas.
Kita juga lakukan evaluasi potensi herbal terkait terapi Covid-19.
Baca juga: 80 Juta Orang Diperkirakan Mudik Tahun Ini, Epidemiolog Ingatkan Omicron Masih Ada
Baca juga: Ini Enam Gejala Deltacron, Varian Baru Gabungan Virus Omicron dan Delta, Ini Penjelasan WHO
Riset kita lakukan di awal lockdown," ujar Prof Tony melansir laman IPB, Sabtu (26/3/2022).
Prof Tony menjelaskan, herbal yang diuji adalah herbal yang populer dijual di Indonesia, misalnya habbatussauda, kunyit, madu, dan sebagainya.
"Hasilnya, kita menemukan bahwa kulit manggis ini potensial dibandingkan kunyit atau madu, meski nilainya tidak berbeda jauh," jelas dia.
Riset lain terkait Covid-19, sambung Prof Tony, adalah simulasi penambatan molekul grafena oksida pada spike glycoprotein SARS Cov-2.
Hasil simulasi menunjukkan kemampuan lapisan tipis grafena oksida pada suatu permukaan dalam menyerap dan mengikat spike glycoprotein SARS Cov-2.
"Kita menambatkan molekul obat atau senyawa herbal pada enzim pada penyakit tertentu.
Saya coba hal yang berbeda.
Saya coba tambatkan grafena oksida pada spike glycoprotein SARS Cov-2 secara komputasional menggunakan paket simulasi yang ada.
Ternyata bisa menempel dan sangat kuat di sisi aktif dari spike glycoprotein," terangnya.
Menurut Prof Tony, grafena oksida ini bisa menjadi pelapis pada suatu benda atau alat kesehatan.
Sehingga virus yang sudah menempel pada grafena oksida ini kemudian bisa dihancurkan melalui mekanisme fisik (pemanasan atau penyinaran).
"Model fisika terkait destruksi virus tersebut secara termal juga telah dibangun dan dipublikasikan," tutur Prof Tony.
Baca juga: Dinkes Pidie Siaran Keliling Cegah Omicron, Sudah Divaksin Masih Terpapar? Ini Penjelasan Kadiskes
Lebih lanjut dia menyatakan, pengembangan desain instrumen biomedik terkait Covid-19 ini akan terus dilakukan.
Sebagai contoh, pihaknya juga sudah mengajukan paten smart inhaler berbasis grafena oksida.
"Model matematik untuk penghancuran virus yang melekat pada permukaan grafena oksida juga terus kami perbaiki.
Kami juga akan mengganti grafena oksida dengan nanostruktur karbon lainnya seperti carbon dots atau fullerene.
Fullerene C60 adalah struktur karbon berbentuk bola sepak dan dapat dianggap seperti titik kuantum," tukasnya.(kompas.com)
Baca juga: Apa Bedanya Batuk Gejala Covid Omicron dan Batuk Biasa? Ini Penjelasan Dokter
Baca juga: Pasien Omicron Boleh Isolasi Mandiri di Rumah, Begini Syarat yang Harus Dipenuhi