Berita Pidie Jaya

Melihat Jejak Masjid Bersejarah Tgk Di Pucok Krueng Beuracan, Dibangun Masa Sultan Iskandar Muda

Penulis: Idris Ismail
Editor: Muhammad Hadi
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Warga dari pelintas ruas jalan Banda Aceh-Medan melihat secara langsung kondisi masjid bersejarah Tgk Di Pucok Krueng Beuracan, Kecamatan Meureudu Pidie Jaya, Selasa (19/4/2022).

Laporan Idris Ismail I Pidie Jaya

SERAMBINEWS.COM, MEUREUDU - Mentari begitu menyengat ubun-ubun. Namun Selasa (19/4/2022) siang atau persisnya di hari ke 17 Ramadhan 1443 H, puluhan warga tak menyurutkan niat untuk menunaikan sholat Dhuhur secara berjamaah di masjid bersejarah Tgk Di Pucok Krueng, Beuracan, Kecamatan Meureudu, Pidie Jaya.

Masjid ini sebagai salah satu Cagar Budaya yang berada di negeri berjuluk Japakeh.

Berada dipinggiran ruas jalan Banda Aceh-Medan dengan bentuk empat persegi ini dengan mudah ditemukan. 

Berdiri kokoh di bantaran sungai Krueng Beuracan, Meureudu, inilah Masjid Tgk Di Pucok Krueng dengan arsitek klasik yang masih membungkus dan terus terpelihara sampai saat ini oleh masyarakat dan pemerintah Pijay.

Jejak rekam sejarah masjid tua ini, dibangun oleh Teungku Abdussalam (Ada juga yang menyebutkan Abdussalim) yang kerap dikenal dengan Teungku Chik Di Pucok Krueng.

Nama Teungku Chik Di Pucok Krueng inilah yang kemudian ditambalkan pada masjid tertua di Meureudu.

Baca juga: Bupati Gorontolo Kunjungi Masjid Giok di Nagan Raya

Dari penuturan ketua panitia pembangunan, Tgk Bukhari kepada Serambinews.com, Selasa (19/4/2022) bahwa masjid Cagar Budaya ini  (Masjid Teungku Chik Di Pucok Krueng) didirikan pada masa pemerintahan Sultan Iskandar Muda pada tahun 1607 M-1636 M atau kini telah berusia 386 tahun.

"Kala itu di Pidie Jaya dibangun tiga masjid, yaitu Masjid Beuracan, Masjid Kuta Batee dan Masjid Madinah di Kecamatan Meurah Dua yang merupakan pecahan dari kecamatan Meureudu," jelasnya. 

Dalam catatan, Masjid Teungku Chik Di Pucok Kreung awalnya merupakan masjid satu-satunya selain digunakan warga Beuracan juga digunakan oleh warga di tiga kemukiman, Ulim, Pangwa, dan Beuriwueh.

Selain itu juga, di masjid ini juga terdapat satu guci yang dikeramatkan oleh banyak warga.

Tak heran, banyak warga sekitar dan bahkan dari luar daerah 'Meu Kaoi' atau bernazar mengambil air tersebut sebagai penawar segala penyakit.

Namun, jangan lupa sedikit maklumat atau warning (Peringatan) larangan mengambil air di guci tersebut bagi kaum wanita yang sedang berhalangan.

Larangan itu bisa dibaca dengan jelas pada tulisan yang dipajangk depan masjid.

Baca juga: Masjid Bersejarah; Masjid Quba Bebesen Diusulkan Jadi Kawasan Cagar Budaya dan Museum

“Jika guci keramat ini didekati oleh kaum hawa yang sedang berhalangan (datang bulan), maka pada malam hari bangkai tikus akan mengapung dalam air guci.” jelasnya

Sejak,  1947 tempo dulu, masjid ini direhab dengan memperindah bangunan tanpa mengubah bentuk semula, hanya menambah dinding bagian belakang (sisi barat).

Kemudian pada tahun 1990 dipugar kembali oleh Muskala Kanwil Depdikbud Provinsi Daerah Istimewa (DI) Aceh dengan penambahan dinding seluruh bagian masjid dan mengganti tiang-tiang serta atap yang rusak akibat dimakan usia.

Pendiri masjid Tgk Di Pucok Krueng, Tgk Abdussalim, merupakan seorang yang ahli dalam bidang pertanian dengan sebutan Poh Roh alias Peugeut Blang (cetak sawah baru).

Di masanya, Tgk Di Pucok Kreung ini mampu merintis sebanyak 25 yok (1 Yok sama dengan 1 hektare) areal persawahan yang dijadikan sebagai aset milik pengelola masjid atau lazim disebut Tanoh Meusara (Waqaf) yang dikelola untuk kemakmuran masjid.

Baca juga: Pemerintah Ethiopia Berjanji Perbaiki Masjid Bersejarah, Rusak Saat Konflik di Tigray

Usaha perluasan areal persawahan terus dirintis bersama masyarakat setempat.

Sehingga membuat Sultan Iskandar Muda sempat tercengang melihat terobosan Tgk Di Pucok Krueng yang membuka lahan baru di Gunung Raweu, yang terletak antara Kecamatan Meureudue, Pidie Jaya dengan  Kecamatan Geumpang Kabupaten Pidie.

Kala itu, Sultan Iskandar Muda penasaran karena seluruh bala tentara yang dipimpin Panglima Malem Dagang dan Tgk Japakeh sudah berkumpul untuk memerangi kerajaan Johor, Malaysia.

Tapi, Tgk Di Pucok Krueng tak berada di tempat.

Sehingga Sultan Iskandar Muda dengan mengendarai Gajah Putih mengirim utusan untuk menjemput Tgk Abdussalam. 

Namun, gajah putih tersebut tak mau bergerak dan memberi isyarat dengan mengangkat belalai sebagai tanda istirahat.

Gajah putih itu istirahat di Gampong Bie, Kecamatan Meurah Dua.

Nama Meurah Dua ini ditambalkan dari dua gajah rombongan Sultan Iskandar Muda yang duduk menanti kepulangan Tgk Di Pucok Krueng.

Demikian juga nama Meureudu diambil dari nama Meurah Du artinya gajah duduk.

Baca juga: Besaran Zakat Fitrah di Aceh Utara Tahun 2022, Beras 2,8 Kg atau Uang Rp 300 Ribu Per Orang

Sementara itu, menurut cerita kalangan Ulee Balang Seulimuem, Aceh Besar, Teuku Bustaman, adik HT Johan mantan wakil Gubernur Aceh yang diceritakan kepada Tgk M Usman.

Bahwa guci di Masjid Bubu (Sekarang masjid Guci Rempong, Kecamatan Peukan Baro, Pidie) yang dibangun Tgk Chik Di Pasi merupakan hadiah dari kerajaan Cina. Pada sisi guci itu terdapat tulisan naga.

Karena dalam Islam melarang gambar sehingga dikikis dan digantikan dengan khat Al-Quran.

Hingga saat ini, makam Tgk Di Pucok Krueng belum diketahui secara persis. Meski tiga kuburan di kaki Pucok Krueng, Meureudu sudah dipastikan bukanlah beliau.

Sebab, menurut cerita turun temurun, Tgk Abdussalam saat itu menghilang ke arah barat tanpa kembali (*)

Baca juga: Mafia Minyak Goreng Terungkap, 4 Orang Ditahan, Salah Satunya Dirjen di Kemendag

Berita Terkini