Berita Aceh Selatan

Hasil Temuan Tim ESN, Krueng Sarulah Tapaktuan Terkontaminasi Mikroplastik, Bisa Mengganggu Hormon

Penulis: Taufik Zass
Editor: Mursal Ismail
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Pegawai Dinas Lingkungan Hidup Aceh Selatan memperlihatkan kondisi sampah di kawasan Krueng Sarulah Tapaktuan, Kabupaten Aceh Selatan

Lebih lanjut ia menjelaskan, pengambilan sample air Krueng Sarulah dilakukan dengan menggunakan LST 1.0.

Jaring yang diikatkan pada tabung steinless steel ukuran mesh 350 atau dalam satu inch terdapat 350 benang, sehingga terlihat seperti kain.

Alat LST 1.0 mampu menyaring partikel-pertikel kecil di atas 10 mikron atau 0,01 mm, sehingga ukuran mikroplastik sebesar 5 mm dipastikan akan tersangkut dalam jaring mesh 350. 

"Air sample diambil dengan menggunakan ember steinless steel untuk menghindari kontaminasi bahan plastik, sebanyak 50 liter air diambil pada satu lokasi yang mewakili kondisi lingkungan sekitar.

Partikel-partikel yang terjaring dalam LST 1.0 kemudian diamati dengan mikroskop portable dengan pembesaran 40-400 kali, metode yang digunakan adalah rapid test atau metode pengamatan cepat," ujar Prigi Arisandi.

Dari hasil penelitian, lanjutnya, menunjukkan bahwa di kawasan hutan yang jauh dari pemukiman tidak ditemukan mikroplastik. 

Sedangkan memasuki pemukiman penduduk di Gampung Hulu mulai ditemukan mikroplastik. 

"Mikroplastik yang paling banyak ditemukan di kedua lokasi adalah jenis fiber atau benang-benang yang banyak berasal dari tekstil atau pakaian yang dicuci. 

Kemudian benang polyesternya terburai dan masuk ke badan air, sumber lainnya bisa juga berasal dari sampah popok yang dibuang di sungai," ungkap Amiruddin Muttaqin.

Jumlah mikroplastik terbanyak ditemukan di Muara Krueng Sarulah sebanyak 210 partikel mikroplastik (PM) /100 liter air.

Jumlahnya lebih banyak dibandingkan temuan mikroplastik di Kampung Hulu sebanyak 38 PM/100 liter air.

Dari pengamatan lapangan nampak sekali banyak dijumpai sampah sachet, tas kresek dan bungkus plastik yang teronggok di Muara dibandingkan di Kampung Hulu.

"Kondisi ombak yang bergerak juga mempercepat prosek pecahnya plastik menjadi ukuran lebih kecil," tambah Amiruddin Mutaqin Saat menyampaikan hasil temuan lapangan di Aula Dinas Lingkungan Hidup Aceh Selatan.

Dalam kesempatan tersebut, Plt Kadis Lingkungan Hidup Aceh Selatan, Teuku Masrizar, S.Hut,.M.Si, mengatakan bahwa mikroplastik tersebut berasal dari timbulan sampah liar di tepi sungai dan di dalam badan air sungai. 

Pasalnya belum tersedianya sarana tempat sampah yang memadai, di samping tingkat kesadaran dan partisipasi warga dalam menjaga kebersihan dan kesehatan sungai masih rendah.

Halaman
123

Berita Terkini