BANDA ACEH - Gubernur Aceh, Ir H Nova Iriansyah MT, menyebutkan, Aceh memiliki potensi luar biasa di sektor sumber daya alam yang semestinya menjadi pemasukan dan pendapatan daerah.
Bahkan, kekayaan alam Aceh bisa menjadi alternatif Pemerintah Aceh saat Pemerintah Pusat nantinya benar-benar menghentikan kucuran dana otonomi khusus (otsus) untuk Aceh.
Untuk itu, Nova menganggap perlu melihat lagi regulasi yang ada termasuk mereview kembali Undang-undang Pemerintah Aceh (UUPA) yang di dalamnya mengatur berbagai keistimewaan Aceh termasuk kedaulatan energi bagi Aceh.
Di hadapan Ketua DPRA, Saiful Bahri alias Pon Yaya, saat penyerahan dividen PT Pembangunan Aceh (PEMA) di Meuligoe Gubernur Aceh, Senin (13/6/2022), Nova Iriansyah menyatakan setuju dan sepakat untuk mereview kembali UUPA.
Nova mengisyaratkan untuk meninjau kembali apa yang semestinya menjadi hak-hak Aceh yang sudah diatur dalam MoU Helsinki dan termaktub dalam UUPA, terutama yang berkaitan dengan sumber daya alam Aceh.
"Saya sepakat dengan Pon Yaya (Ketua DPRA), kita harus review lagi apa yang menjadi hak kita dalam MoU Helsniki.
Apa yang kemudian dituangkan dalam UUPA yang memang belum lengkap, kita lengkapi.
Apa yang belum di-PT-kan, itu harus segera kita keluarkan, mohon kepada Presiden.
Apa yang belum kita qanunkan, kita qanunkan," ungkapnya.
Baca juga: Pon Yaya Protes Seminar Revisi UUPA, Khawatirkan Klaim Pusat Sudah Konsultasi dengan DPRA
Baca juga: Pertemuan Jusuf Kalla dan Wali Nanggroe Aceh, ‘MoU Helsinki dan UUPA Landasan Pembangunan Aceh’
Nova mencontohkan, seperti hak partisipasi atau participating interest (PI) yaitu hak proporsi kepemilikan produksi dan eksplorasi atas suatu wilayah kerja migas.
Ini, kata Nova, harus ditinjau kembali karena perusahaan yang melakukan eksplorasi semestinya memberikan 10 persen PI dimaksud.
"Misalnya, upaya mendapat partisipasi dari berbagai perusahaan multi nasional itu harus segera kita dapatkan," ucap Gubernur.
Nova meminta para stakeholder di bidang tersebut tak terkecuali PT PEMA, untuk segera meninjau kembali hal itu demi kedaulatan energi bagi Aceh di masa yang akan datang.
"Harus segera kita tinjau dan atur kembali skemanya, bek sampe lagee pepatah awai buya krueng teudong-dong, buya tamong meuraseuki," kata Nova dalam bahasa Aceh.
Ia menyampaikan, kedaulatan energi adalah suatu yang harus dilakukan oleh Aceh ke depan demi pembangunan Aceh.
"Kedaulatan energi dulu, isinya nanti kita pikir.
Kita bisa kolaborasi dengan perusahaan multinasional," tambahnya.
Dalam sambutannya, Gubernur juga berpesan agar PT PEMA segera merealisasikan penyetoran 30 persen saham yang tertunda kepada PT Perta Arun Gas (PAG).
"Ada yang tertinggal dari tugas-tugas PEMA bahwa di masa lalu kita membiarkan peluang bisnis 30 persen join venture (perusahaan patungan) dengan Perta Arun Gas.
Saya minta bantu, mohon dibangun kembali komunikasi agar bisa mengambil lagi 30 persen saham pada Perta Arus Gas," pinta Nova.
Menurut Gubernur, omset PT Perta Arus Gas per tahun sangat besar.
"Sudah terlalu besar omsetnya.
Kalau kita ada di dalam, maka hari ini kita (Aceh) sudah lumayan kaya, sudah ada persiapan kalau Jakarta benar-benar menghentikan otsus.
Paling tidak, lima tahun depan kita sudah punya gantinya, lima sampai tujuh triliun rupiah kita bisa dapat setiap tahun melalui PEMA dan anak-anak perusahaannya," ungkapnya.
Nova juga meminta lembaga seperti Badan Pengelola Migas Aceh (BPMA), agar bekerja untuk kepentingan Aceh.
Sebab, lahirnya BPMA karena qanun.
Karena itu, Nova meminta bagaimana BPMA seharusnya bekerja dan masyarakat Aceh mendapatkan manfaatnya.
"Lembaga seperti BPMA ini hadir untuk kepentingan Aceh.
Adanya karena qanun, mohon ada keberpihakan untuk Aceh.
Di masa lalu, orang ini tidak berpihak kepada kita Pak Ketua Pon Yaya.
BPMA itu hadir karena MoU, jangan keberpihakan normatif saja.
Jangan kerja by the book, jangan hanya lihat kitab saja.
Tunjukkan kepada kami ada keberpihakan, kalau yang secara normatif sudah ada SKK migas," pungkas Gubernur.
Kegiatan itu turut dihadiri Rektor Universitas Syiah Kuala (USK), Prof Dr Ir Marwan, Wakil Kepala BPMA, Muhammad Najib, Pelaksana tugas (Plt) Ketua Kadin Aceh, Muhammad Mada, Kadis ESDM Aceh, Mahdinur, Kepala Biro Umum Setda Aceh, Adi Dharma, Kepala Biro Administrasi Pimpinan (Karo Adpim) Setda Aceh, Muhammad Iswanto, dan sejumlah Kepala SKPA terkait lainnya.
Gubernur Aceh, Ir H Nova Iriansyah MT, dalam sambutannya juga mengatakan tidak perlu khawatir jika dana otonomi khusus (otsus) Aceh berakhir.
Nova yakin, Aceh bisa lebih mandiri untuk pendanaan demi pembangunan Aceh yang bisa diperoleh dari sektor migas dan hasil alam lainnya.
"Tidak perlu ada ketakutan bagi kita bahwa pada saatnya dana otsus akan berakhir.
Kalau kita bekerja keras, maka kemandirian pendanaan bagi pembangunan Aceh yang nanti akan diformulasikan APBA itu, akan bisa kita lakukan sendiri," kata Nova.
Tapi, lanjutnya, beberapa kondisi harus diciptakan.
Nova memang tak menampik terlalu banyak PR yang harus dilakukan bersama-sama lintas sektor di Aceh.
Salah satu yang sedang digarap, kata Nova, untuk penunjang pendapatan Aceh ke depan adalah joint venture (patungan) investasi dengan Perusahaan ODIN Reservoir Consultant-Asutralia tentang pengembangan dan pengoperasian fasilitas penyimpanan karbon di Aceh.
"Ini sebuah inovasi yang luar biasa dan tentu saya meminta berbagai pakar di Aceh untuk ini.
Ini memang sebuah inovasi yang secara global belum banyak diimplementasikan.
Dan, Aceh jadi pioner kalau ini jadi," ucapnya.
Nova juga menyampaikan keyakinannya terhadap keberadaan PT PEMA yang bisa mendulang pendapatan bagi Aceh.
"Saya sangat optimis perusahaan ini akan dapat menunjukkan peran strategis dalam pembangunan di daerah kita.
Terbukti setelah tiga tahun berlalu, kinerja PT Pembangunan Aceh cukup memuaskan," lanjut Nova.
Menurutnya, PEMA mampu menjalankan kegiatan bisnis yang cukup strategis di Aceh.
Antara lain terlibat dalam pengelolaan kawasan migas wilayah kerja B melalui anak perusahaannya, PT Pema Global Energi.
"Hal ini tidak terlepas dari peran dan kerja sama dengan Badan Pengelola Migas Aceh (BPMA) sebagai regulator migas di wilayah Aceh," ujar Gubernur.
PT Pembangunan Aceh yang saat ini juga menjadi pengelola Kawasan Industri Aceh (KIA) Ladong, terlibat dalam trading sulfur di kawasan produksi migas wilayah kerja A dan wilayah kerja NSO.
"Perusahaan ini juga berperan dalam joint venture pengelolaan migas wilayah kerja Pase serta dalam proses mendapatkan participating interest 10 persen untuk kawasan Migas wilayah kerja A, wilayah kerja NSO, dan wilayah kerja Lhokseumawe," katanya.
Sementara itu, Direktur Utama PT PEMA, Zubir Sahim mengatakan, PT PEMA sejak tiga tahun terakhir sudah melakukan berbagai pembenahan demi menunjang hasil yang lebih baik untuk pembangunan Aceh.
"PEMA dulunya adalah PDPA.
Dan PEMA baru berumur tiga tahun.
Selama 3 tahun perjalanan, PEMA sudah melalukan perubahan, membenahi diri dan meningkatkan kinerja perusahaan termasuk perbaikan majemen dan keuangan.
Terbukti diterimanya opini WTP oleh auditor independen belum lama ini," jelas Zubir Sahim.
Sejak Mei 2021, tambahnya, PEMA sudah meraih sebuah kawasan migas wilayah kerja blok B dengan anak perusahaan PT Pema Global Energi.
"Sejak saat itu, PEMA sudah dapat menunjukkan kinerja yang mempunyai hasil.
PEMA juga melalukan satu kegiatan pelepasan kewenangan dalam bentuk pemanfaatan aset yaitu kawasan Industri KIA ladong, ini telah dikelola sejak dua tahun, namun ada kendala karena infrastruktur belum selesai.
Kita juga bergerak dalam pengembangan industri pangan, dan lainnya," pungkasnya. (dan)
Baca juga: Rektor Unimal Pimpin FRA Bertemu Wapres Maruf Amin, Bahas Situasi Aceh mulai Otsus dan Revisi UUPA
Baca juga: Revisi UUPA Masih Pro Kontra, Syech Fadhil: Ini Bisa Menjadi Masalah