Konsultasi Agama Islam

Bolehkah Pengantin Tayamum dan Jamak Shalat Setelah di Make-up ? - Konsultasi Agama Islam

Editor: Syamsul Azman
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Penjelasan mengenai Tayamum dan Jamak shalat untuk pengantin

Memperhatikan sebab-sebab kebolehan tayamum atas, terutama sebab tayamum huruf “b” s/d “d” merupakan ‘uzur yang wajib diperhatikan. Sehingga berlaku qaidah fiqh :

الواجب لا يترك الا بالواجب

Sebuah kewajiban tidak boleh ditinggalkan kecuali dengan sebab yang wajib juga.

Adapun mempertahankan tetap utuh rias pengantin pada acara pesta pernikahan bukanlah merupakan kewajiban pada syara’. Sehingga tidak boleh dijadikan alasan membolehkan tayamum untuk melaksanakan shalat.

Apalagi apabila rias pengantin tersebut sudah masuk dalam katagori tabarruj (memperlihatkan kecantikan atau perhiasan yang dapat menarik perhatian laki-laki yang bukan mahram) yang diharamkan sebagaimana biasanya terjadi pada pesta pernikahan zaman sekarang, maka dapat dipastikan tidak boleh tayamum.

Karena tayamum merupakan rukhsah (keringanan) dalam agama, sedangkan rukhsah tidak boleh karena faktor maksiat. Qaidah fiqh mengatakan :

الرخصة لا تناط بالمعصية

Rukhsah tidak dikaitkan dengan maksiat.

Perlu menjadi catatan bahwa masih banyak cara lain yang dapat dilakukan untuk menghormati tamu dalam pesta pernikahan apabila waktu shalat sudah tiba sebagaimana akan kami sebutkan pada akhir tulisan ini

2.  Adapun masalah jamak shalat, mari kita simak penjelasan Imam al-Nawawi dalam Majmu’ Syarah al-Muhazzab berikut :

(فَرْعٌ) فِي مَذَاهِبِهِمْ فِي الْجَمْعِ فِي الْحَضَرِ بِلَا خَوْفٍ ولا سفر وَلَا مَرَضٍ: مَذْهَبُنَا وَمَذْهَبُ أَبِي حَنِيفَةَ وَمَالِكٍ وَأَحْمَدَ وَالْجُمْهُورِ أَنَّهُ لَا يَجُوزُ وَحَكَى ابْنُ الْمُنْذِرِ عَنْ طَائِفَةٍ جَوَازَهُ بِلَا سَبَبٍ قَالَ وجوزه بن سِيرِينَ لِحَاجَةٍ أَوْ مَا لَمْ يَتَّخِذْهُ عَادَةً

Masalah mazhab ulama tentang jamak shalat pada waktu hazhir (tidak musafir) tanpa faktor ketakutan, musafir dan sakit, yakni mazhab kita (Mazhab Syafi’i), Mazhab Abu Hanifah, Malik, Ahmad dan jumhur ulama berpendapat tidak boleh.

Namun Ibnu al-Munzir menceritakan pendapat dari sekelompok ulama yang mengatakan boleh dengan tanpa sebab apapun. Ibnu Siriin membolehkannya karena kebutuhan atau selama tidak menjadikannya sebagai suatu kebiasaan. (Majmu’ Syarah al-Muhazzab IV/264).

Baca juga: Hukum Menundukkan Badan Ketika Berjalan di Depan Jamaah Shalat - Konsultasi Agama Islam

Juga penjelasan Imam al-Nawawi  dalam Raudhah al-Thalibin :

وَقَدْ حَكَى الْخَطَّابِيُّ عَنِ الْقَفَّالِ الْكَبِيرِ الشَّاشِيِّ، عَنْ أَبِي إِسْحَاقَ الْمَرْوَزِيِّ جَوَازَ الْجَمْعِ فِي الْحَضَرِ لِلْحَاجَةِ مِنْ غَيْرِ اشْتِرَاطِ الْخَوْفِ، وَالْمَطَرِ، وَالْمَرَضِ، وَبِهِ قَالَ ابْنُ الْمُنْذِرِ مِنْ أَصْحَابِنَا

Halaman
1234

Berita Terkini