OLEH ABDUL GANI HAITAMY, S.H., M.H., Dosen STIKes Muhammadiyah Lhokseumawe, melaporkan dari Kota Lhokseumawe
Senin pekan lalu saya bersama sejumlah Dosen STIKes Muhammadiyah Lhokseumawe melaksanakan pengabdian masyarakat di hadapan siswa/i MTsNegeri 1 Kota Lhokseumawe dengan tema Sosialisasi Bahaya Penyalahgunaan Napza terhadap Remaja.
Dalam kegiatan ini, para siswa diberikan pemahaman tentang bahaya narkoba serta dilatih untuk sigap menanggapi kondisi darurat narkoba.
Penyalahgunaan narkoba merupakan suatu ancaman dan permasalahan kompleks yang dapat menghancurkan generasi muda saat ini.
Sampai saat ini belum semua remaja sadar dan tahu tentang bahaya penyalahgunaan narkoba.
Penyalahgunaan narkoba bisa mengakibatkan kecanduan dan ganguan secara klinis atau fungsi sosial.
Oleh karena itu, perlunya pembekalan untuk menambah pengetahuan seputar bahaya narkoba bagi kalangan remaja, terutama mereka yang duduk di bangku sekolah karena mereka adalah kelompok rentan yang menjadi korban penyalahgunaan narkoba.
Informasi awal yang kami angkat untuk para siswa adalah penggunaan narkoba semasa pandemi Covid-19 terus meningkat.
Ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan Sheila Natalia dan Sahadi Sumaedi (2020).
Penelitian menunjukkan bahwa bahaya penggunaan narkotika di masa pandemi Covid-19 menjadi dua kali lipat, melebihi pada saat kondisi normal sebelum pandemi.
Salah satu faktor penyebabnya adalah stres yang dialami seseorang akibat perubahan situasi sosial dan ekonomi akibat pandemi Covid-19.
Baca juga: Ghazali Abbas Adan Pertanyakan Suara Wali Nanggroe Sikapi Aceh Darurat Narkoba dan Krisis Moral
Baca juga: Kepala BNN Aceh Jelaskan Kondisi Darurat Narkoba di Aceh ke Pimpinan DPRA
Lebih spesifiknya lagi, di Indonesia peredaran narkoba lebih dominan pada jenis ganja (Cannabis sativa).
Saat ini persoalan ganja persentasenya menyentuh angka 44,5 persen (Hasil survei BNN dan Puslitkes UI, 2016).
Bahkan, dalam kurun waktu 12 tahun terakhir (2004-2016), penyalahgunaan narkotika di Indonesia didominasi oleh jenis ganja.
Remaja adalah fase transisi dari kanak-kanak menuju dewasa sehingga rentan terlibat perilaku berisiko.
Menurut World Health Organization (WHO), remaja adalah penduduk yang berada pada rentang usia 10-19 tahun, sedangkan menurut Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN), rentang usia remaja adalah 10-24 tahun dan belum menikah.
Remaja mengalami perubahan yang luar biasa dari aspek fisik, emosional, dan intelektual.
Perkembangan ini menantang remaja untuk menyesuaikan diri terhadap perkembangan fisik baru, identitas sosial, dan pandangan dunia yang luas (Zgourides dalam Anjaswarni & Nursalam, 2019).
Remaja memiliki rasa ingin tahu yang besar dan tertarik pada hal-hal baru.
Prefrontal cortex pada otak remaja yang mendukung kontrol diri berkembang secara bertahap, sedangkan sistem limbic pada otak yang mengatur pencarian kesenangan berkembang lebih cepat.
Ketidakseimbangan ini memicu remaja untuk mencari hal-hal baru dan mengambil risiko (Medicine & Council, 2011).
Masa remaja adalah masa pencarian jati diri.
Pada masa ini mereka akan mengadopsi pandangan dari teman sebaya atau teman kelompoknya (Yunalia dalam Yunalia & Etika, 2020).
Penjelasan-penjelasan ini sejalan dengan hasil penelitian BNN bahwa alasan penyalahgunaan narkoba pertama kali di kalangan pelajar dan mahasiswa terbesar adalah rasa ingin tahu/coba-coba selanjutnya alasan ingin bersenang-senang, dibujuk teman, dan stres masalah pribadi (BNN, 2019).
Menanggapi hal ini diperlukan langkah strategis guna menanggulangi persoalan ganja, khususnya di Indonesia.
Salah satu upaya pendekatan adalah melalui alternative development program, yaitu alih fungsi lahan ganja menjadi lahan produktif dan legal di Aceh.
Selain itu strategi yang dimiliki oleh Badan Narkotika Nasional Kota Samarinda sendiri dapat dikatakan sesuai dengan teori yang dikemukakan Robbins, yang dikutip oleh Kusdi (2009: 87).
Bahwa strategi dalam konteks organisasi adalah penetapan berbagai tujuan dan sasaran jangka panjang yang bersifat mendasar bagi sebuah organisasi, yang dilanjutkan dengan penetapan rencana aktivitas dan pengalokasian sumber daya yang diperlukan guna mencapai berbagai sasaran tersebut.
Mencegah peredaran narkoba merupakan salah satu bentuk penanggulangan masalah narkoba.
Mencegah sendiri ialah salah satu bentuk penanggulangan narkoba secara preventif di mana, menurut dr Subagyo Partodiharjo (2006:100), program pencegahan ditujukan kepada masyarakat sehat yang belum kenal narkoba sehingga tidak tertarik untuk menyalahgunakannya.
Kemudian, peran seluruh elemen bangsa dalam penanganan narkoba, yaitu: Pertama, adanya komitmen diri di mana seluruh elemen bangsa bertanggung jawab dan berkomitmen menjaga diri, keluarga, komunitas dan lingkungan dari penyalahgunaan dan peredaran gelap narkoba.
Kedua, adanya regulasi antinarkoba.
Penerbitan regulasi pencegahan penyalahgunaan dan peredaran gelap Napza.
Ketiga, konsolidasi kekuatan.
Seluruh elemen (pemerintah, swasta, dan masyarakat) berkontribusi dalam Pencegahan, Pemberantasan, Penyalahgunaan, dan Peredaran Gelap Narkotika (P4GN).
Keempat, bersih narkoba.
Mewujudkan lingkungan masyarakat, pemerintahan, tempat kerja, kampus/sekolah bersih narkoba.
Kelima, deteksi dini.
Pelaksanaan tes urine secara berkala di lingkungan instansi, organisasi, kampus, sekolah, dan lingkungan masyarakat.
Salah satu startegi aktual yang perlu digaungkan oleh para siswa atau generasi milenial adalah iklan kampanye antinarkoba melalui media sosial.
Ini merupakan salah satu strategi yang paling memungkinkan untuk mendukung upaya P4GN.
Apalagi, startegi media sosial ini memperkuat strategi media massa.
Bahkan, untuk saat ini Badan Narkotika Nasional sendiri memiliki majalah resmi, yakni Sinar BNN.
Kegiatan iklan layanan kampanye antinarkoba melalui media massa cetak diharapkan menjadi sumber inspirasi bagi semua orang yang membacanya sehingga dapat menggerakkan semua lini dan instansi di negeri ini khususnya juga di Provinsi Aceh untuk terus mengupayakan pemberantasan narkoba dan mencegah agar narkoba tidak berkembang dan disalahgunakan anak bangsa.
Program kegiatan ini telah dilaksanakan hanya saja kegiatan ini belum dapat mencakup seluruh warga Aceh dikarenakan kegiatan ini belum mampu menyentuh seluruh kalangan masyarakat di Aceh lantaran ketersediaan dana dan pendistribusian majalah yang jumlahnya terbatas.
Lebih lanjut, tidak hanya melalui media massa berupa majalah saja, tetapi juga menyiarkan kampanye P4GN melalui siaran radio.
Di sesi terakhir pengabdian masyarakat yang kami laksanakan di MTs Negeri 1 Lhokseumawe, siswa diberikan kesempatan untuk unjuk kemampuan menyosialisasikan kampanye P4GN melalui media yang mereka miliki serta diperkuat dengan berbagai referensi yang kami berikan kepada mereka.
Kita berharap, pengabdian masyarakat ini bisa benar-benar memberi pengetahuan serta dapat diaplikasikan secara terus-menerus oleh siswa dan MTsN 1 Kota Lhokseumawe bisa menjadi sekolah percontohan dalam kampanye P4GN.
Semoga.
Baca juga: Pj Gubernur Lepas Gowes War on Drugs Peringati Hari Anti-Narkoba Internasional
Baca juga: Gawat! Semua Kecamatan di Banda Aceh Nyaris Ada Pengedar Narkoba, 74 Pengedar Diringkus