Laporan Seni Hendri Aceh Timur
SERAMBINEWS.COM, IDI - Pada Jumat (16/9/2022) lalu telah dilakukan pertemuan antara keuchik dan perangkat desa dengan Pj Bupati Aceh Timur Ir Mahyuddin, yang difasilitasi oleh Ketua DPRK Aceh Timur, Fattah Fikri.
Dalam pertemuan itu, para keuchik dan perangkat gampong yang tergabung dalam Asosiasi Pemerintah Desa Seluruh Indonesia (Apdesi) menuntut gaji atau penghasilan tetap (Siltap) mereka dibayar penuh 12 bulan tahun 2022 ini.
Namun pertemuan itu tak membuahkan hasil sebagaimana harapan para keuchik.
Pasalnya, Pj Bupati Aceh Timur, Ir Mahyuddin, mengaku pemerintah daerah Aceh Timur, tak mampu membayar gaji keuchik dan perangkat desa penuh 12 bulan dalam tahun 2022 ini karena keterbatasan keuangan daerah.
Menyikapi persoalan ini, Ketua LSM Gerakan Masyarakat Partisipatif (GeMPAR) Aceh, Auzir SH angkat bicara.
Menurut Auzir, persoalan belum terpenuhinya gaji perangkat desa atau Penghasilan tetap (Siltap) di Aceh Timur merupakan persoalan serius yang harus diatensi oleh Pemkab dan DPRK Aceh Timur.
Siltap perangkat desa khususnya di Aceh Timur ini sebenarnya adalah PR lama Pemerintahan sebelumnya H Hasballah Bin HM Thaib dan Syahrul Syamaun yang belum diakomodir sampai dengan masa jabatan mereka berakhir.
Alasannya sama yaitu terkait defisit anggaran Aceh timur.
Berdasarkan informasi yang diperoleh GeMPAR, ungkap Auzir, Pemkab Aceh Timur saat in pun tidak mampu membayar upah keuchik dan perangkat gampong lainnya secara penuh selama 12 bulan dan hanya mampu membayar pada estimasi sekira 8 atau 9 bulan saja karena faktor ketiadaan anggaran.
Menurut Auzir kekurangan gaji keuchik dan perangkat desa di Aceh Timur ini bisa dibayar melalui dana desa.
Jika merujuk pada ketentuan Peraturan Pemerintah Nomor 11 Tahun 2019 tentang perubahan kedua atas PP Nomor 43 Tahun 2014 Peraturan Pelaksanaan Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014 Tentang Desa dan Peraturan Bupati Aceh Timur Nomor 75 Tahun 2019 tentang Penghasilan Keuchik, Sekretaris Desa dan Perangkat Gampong lainnya diketahui bahwa komposisi penghasilan tetap keuchik, sekretaris desa dan perangkat gampong lainnya telah ditetapkan yaitu gaji keuchik sebesar Rp.2.426.640,00, sekretaris desa non PNS sebesar Rp.2.224.420,00,
Kepala urusan dan kepala seksi sebesar Rp.2.022.200,00 dan kepala dusun sebesar Rp.2.022.200,00.
Dalam Pasal 100 ayat 1 Huruf B angka 1 dan 2 PP nomor 11 Tahun 2019 dinyatakan bahwa maksimal 30 persen dana desa dapat dialokasikan untuk mendanai penghasilan tetap dan tunjangan kepala desa, sekretaris desa dan perangkat desa lainnya termasuk untuk tunjangan plus operasional Tuha Peut.
Tidak hanya itu saja, dalam Pasal 3 ayat 1 dan 3 Peraturan Bupati Nomor 75 Tahun 2019 yang diteken oleh Bupati H Hasballah Bin HM Thaib disebutkan bahwa keuchik, sekretaris desa dan perangkat gampong diberikan penghasilan tetap.
Penghasilan tetap keuchik, sekretaris desa dan perangkat gampong dianggarkan dalam APBG dan penghasilan tetap keuchik, sekretaris desa dan perangkat gampong dibayarkan setiap bulan oleh pemerintah gampong.
"Nah menurut kami, sebenarnya ada celah sumber pendapatan lain yang sah yang dapat digunakan oleh keuchik selaku pengelola anggaran untuk menutupi kekurangan gaji Siltap perangkat desa yang tidak terbayarkan," ungkap Auzir.
Misalnya sebut Auzir, melalui perolehan hasil BUMG (jika ada), hasil perolehan pengurusan akteajual beli tanah masyarakat serta perolehan sumber pendapatan lain termasuk menghapus alokasi dana lain yang tidak penting misalnya dana kegiatan Bimtek.
"Anulir saja dana kegiatan Bimtek melalui perubahan APBG Perubahan bersama Tuha Peut. Jika melihat dari penjabaran PP Nomor 11 Tahun 2011 dan Perbup Aceh Timur, Nomor 75 Tahun 2019 dapat disimpulkan bahwa kepala desa atau keuchik sebenarnya memiliki kewenangan yang cukup besar untuk mensiasati persoalan anggaran di desanya," ungkap Auzir.
Yang harus diketahui juga bahwa keuchik dan perangkat desa lainnya secara aturan tidak hanya berhak mendapatkan gaji/Siltap semata tapi mendapatkan tunjangan, insentif dan penerimaan lainnya yang sah.
"Karena itu Pemkab, DPRK dan perangkat desa di Aceh Timur bisa mencari solusi terbaik tanpa mengorbankan kepentingan masyarakat seperti mengancam tidak akan melaksanakan kegiatan yang bersumber dari dana desa, seperti pengeluaran BLT, kegiatan posyandu dan kegiatan lainnya termasuk juga tidak akan mengajukan pengajuan dana desa tahap ketiga," jelas Auzir.
"Kami kira sangat tidak fair jika teman-teman Apdesi sampai mengancam dan berani untuk melakukan penyanderaan realisasi dana desa akibat persoalan Siltap. Jika itu dilakukan, maka sama kepala desa menggiring dirinya untuk berurusan dengan hukum terkait cipta kondisi kerugian negara dan siap-siap berhadapan dengan masyarakat desa."
"Ingat, keuchik itu sudah disumpah dan di SK-kan sesuai aturan Perundang-Undangan untuk taat dan patuh pada aturan. Jadi jika melakukan hal-hal yang bersifat inprosedural maka siap-siap berhadapan dengan hukum," ujar praktisi hukum ini.(*)