SERAMBINEWS.COM, JAKARTA - Polri mengaku siap membantu Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dalam pengusutan dugaan kasus korupsi yang diduga membelit Gubernur Papua Lukas Enembe.
Kabag Penum Divisi Humas Polri Kombes Pol Nurul Azizah menyatakan bahwa bantuan bakal diberikan oleh Korps Bhayangkara jika dibutuhkan oleh KPK.
"Hakekatnya Polri senantiasa memberikan bantuan apabila dibutuhkan oleh instansi terkait," kata Nurul kepada wartawan, Selasa (20/9/2022).
Namun hingga kini, tidak dijelaskan apakah KPK sudah berkoordinasi dengan Polri terkait pengusutan dugaan kasus korupsi Gubernur Papua Lukas Enembe.
Baca juga: Berikut Deretan Kasus Dugaan Korupsi Lukas Enembe, Mahfud MD Katakan Ini
Diberitakan sebelumnya, Deputi Penindakan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Karyoto menyatakan, KPK akan bekerja sama dengan aparat penegak hukum di Papua terkait penyidikan kasus dugaan korupsi Gubernur Papua Lukas Enembe.
"Untuk antisipasi-antisipasi ke depan, kami juga harus banyak berkoordinasi dengan aparat penegak hukum setempat," kata Karyoto dalam konferensi pers di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta, Kamis (15/9/2022).
Kendati demikian, Karyoto menegaskan, belum ada langkah-langkah khusus yang ditempuh KPK dalam menyidik kasus dugaan korupsi yang melibatkan Lukas.
"Sampai saat ini kita masih melakukan proses penyidikan yang wajar, belum ada hal-hal khusus," ujar Karyoto.
Punya Alat Bukti Cukup
Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) memastikan sudah cukup memiliki alat bukti untuk menetapkan Gubernur Papua Lukas Enembe sebagai tersangka.
Kepala Bagian Pemberitaan KPK Ali Fikri menerangkan, alat bukti dimaksud diperoleh dari keterangan saksi, ahli, terdakwa, surat, ataupun petunjuk lainnya sesuai ketentuan hukum acara pidana.
"Kami memastikan bahwa setiap perkara yang naik ke tahap penyidikan, KPK telah memiliki minimal dua alat bukti yang cukup," kata Ali dalam keterangan tertulis, Senin (19/9/2022).
Ia pun menegaskan bahwa dalam kasus Lukas Enembe, KPK tidak memiliki kepentingan.
"Kami tegaskan, KPK tidak ada kepentingan lain selain murni penegakan hukum sebagai tindak lanjut laporan masyarakat," ujar Ali.
Prosedur hukum dalam perkara Lukas Enembe, diakui Ali, telah dijalankan oleh KPK.
Seperti tim penyidik KPK yang telah menyampaikan surat panggilan kepada Lukas pada tanggal 7 September 2022, untuk dilakukan pemeriksaan pada 12 September 2022 di Mako Brimob Papua.
Kata Ali, pemeriksaan di Papua tersebut dimaksudkan untuk memudahkan Lukas Enembe memenuhi panggilan tim penyidik KPK.
"Namun yang bersangkutan tidak hadir memenuhi panggilan tersebut dengan diwakilkan oleh kuasa hukumnya," katanya.
Untuk itu, KPK berharap ke depannya para pihak terkait bersikap koorperatif dalam proses penegakkan hukum ini. Yakni dengan memenuhi panggilan pada proses pemeriksaan.
Sehingga, proses penanganan perkara bisa berjalan dengan baik, efektif, efsien, dan segera memberikan kepastian hukum bagi para pihak terkait.
"Para pihak tentunya juga diberikan hak-hak sesuai konstitusi untuk memperoleh pembelaan hukum pada proses pemeriksaan maupun peradilan," sebut Ali.
Baca juga: PPATK Temukan Uang Lukas Enembe Rp 560 Miliar Mengalir ke Kasino Judi di Luar Negeri
ICW Ingatkan Jangan Ada Perlakuan Khusus
Indonesia Corruption Watch (ICW) mengatakan Gubernur Papua lukas enembe harusnya mengajukan praperadilan jika tidak sepakat ditetapkan tersangka kasus korupsi oleh KPK.
Sebab dalam penetapan tersangka, penegak hukum minimal telah memiliki dua alat bukti.
“Aparat penegak hukum ketika menetapkan seorang tersangka butuh bukti permulaan yang cukup, ada 2 alat bukti hukum, penyelidikan KPK itu masuk kepada pencarian alat bukti ketika KPK naik penanganan perkaranya ke penyelidikan,” kata Kurnia, Peneliti ICW, Selasa (20/9/2022) seperti dikutip dari Kompas.TV.
Menurut dia jika Lukas Enembe punya sanggahan, bukan disampaikan kepada publik apalagi melalui unjuk rasa.
"Kalau tidak sepakat dengan penetapan tersangka, ada mekanisme hukum praperadilan," katanya.
Lantas dikonfirmasi, bagaimana dengan Lukas Enembe yang mengaku hanya ingin menjalani pemeriksaan KPK di rumahnya di Papua.
Kurnia mengatakan tidak ada pengaturan khusus soal pemeriksaan saksi maupun tersangka dalam kasus korupsi.
ICW mengingatkan ada Pasal 21 Undang-undang Tindak Pidana Korupsi yang bunyinya akan menjerat siapa pun pihak yang menghalangi proses hukum yang dilakukan KPK.
“Jerat hukum bagi pihak yang menghalangi proses hukum yang dilakukan KPK, ancaman hukum 12 tahun penjara,” kata Kurnia Ramadhana.
“Kalau ada bantahan pada proses hukum, bisa disampaikan ke penyidik dan ajukan upaya praperadilan. Kalau tersangka tidak memungkinkan untuk hadir ke pemeriksaan, KPK harus kirim dokter untuk memastikan kondisi tersangka," kata dia menambahkan.
Terlepas dari itu, ICW menilai penetapan Gubernur Papua Lukas Enembe sebagai tersangka menjadi bahwa korupsi di Indonesia semakin parah.
“Penetapan tersangka kepada sejumlah kepala daerah tersebut menunjukkan korupsi Indonesia semakin parah,” ucap Kurnia.
Oleh karena itu, ICW mendorong KPK benar-benar melakukan penegakan hukum yang objektif dan akuntabel.
“Kami mendorong agar KPK dapat berkontribusi untuk menciptakan kondisi politik yang kondusif, yang berintegritas dan tegas, yang bisa memberikan efek jera,” ucapnya.
Ingin Diperiksa di Rumahnya
Sebelumnya, Gubernur Papua Lukas Enembe memastikan dirinya tidak akan keluar dari wilayah Papua hingga kasus yang menjeratnya sebagai tersangka kasus suap dan gratifikasi selesai.
Termasuk tak akan bertolak ke Jakarta jika dipanggil Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) untuk menjalani pemeriksaan.
Orang nomor satu di Provinsi Papua itu bahkan mengundang KPK untuk melakukan pemeriksaan di kediamannya di Jayapura.
"Bapak (Lukas Enembe) tidak akan keluar Papua. Bapak tetap di sini karena tidak merasa nyaman jika nanti berangkat keluar," kata Kuasa Hukum Lukas Enembe, Roy Rening di Swiss Belhotel Jayapura, Rabu (14/9/2022) seperti dikutip dari Tribun Papua.
Bertahannya Lukas Enembe untuk tetap tinggal di Jayapura juga berkaitan pula dengan kondisi kesehatannya.
Ketika bertemu perwakilan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) di Mako Brimob Kotaraja, Jayapura, Papua, Roy Rening telah menyerahkan surat sakit Lukas Enembe.
"Saat kami (Tim Kuasa Hukum) bertemu KPK, mereka berikan dua opsi. Mau periksa di Jakarta boleh. Diperiksa di Papua juga boleh," kata Roy.
"Namun, rakyat menolak untuk pemeriksaan di Jakarta," jelasnya.
Menurut Roy, masyarakat telah berkomitmen untuk tidak mengizinkan Lukas Enembe keluar dari kediamannya di Koya, Kota Jayapura.
"Masyarakat sudah komitmen tidak izinkan bapak keluar dari Koya. Bapak taat hukum silakan KPK datang," kata Roy.
Roy mempersilakan KPK ke Kota Jayapura, tepatnya ke rumah Lukas Enembe, jika ingin serius melakukan pemeriksaan.
"Ya, kalau KPK betul-betul mau periksa bapak gubernur silakan ke Jayapura."
"Saya kira bapak tidak akan keluar dari kediamanya, silakan mereka (KPK) ke Koya, Kota Jayapura," jelasnya.
Dengan demikian tim dari KPK bisa melihat secara langsung kondisi kesehatan Lukas Enembe.
Baca juga: Waduh, 707 Warga Aceh Lapor NIK-nya Dicatut Parpol, Ada Mahasiswa, PNS, hingga Penyelenggara Pemilu
Baca juga: Bupati Aceh Selatan Hadiri Coaching Clinic Sekaligus Pengukuhan TPAKD
Baca juga: VIDEO Prosesi Pemakan secara Militer Ketua Dewan Pers Azyumardi di TMP Kalibata
Tribunnews.com: Polri Siap Bantu KPK Usut Dugaan Kasus Korupsi Gubernur Papua Lukas Enembe