Berita Aceh

KPK Sebut Tak "Peti Eskan" Kasus-kasus yang Sedang Diperiksa di Aceh

Penulis: Subur Dani
Editor: Muhammad Hadi
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Direktur Pembinaan Peran Serta Masyarakat KPK RI Kumbul Kusdwidjanto Sudjadi bersama Sekda Aceh Aceh, Bustami memberi keterangan kepada awak media di di Aula Hotel Grand Permata Hati.

"Semua kasus ada kejelasan, nanti pada saat sudah ditetapkan tersangka langsung kita lakukan penahanan.

Tetapi yang jelas semua kasus berjalan apa adanya tidak ada kasus yang ditutup-tutupi, semua berjalan sama, kita nggak melihat profesi atau membeda-bedakan," ujarnya.

Ditanya apakah Aceh menjadi atensi KPK dalam pemantauan kasus-kasus korupsi, mengingat sebelumnya pernah dilakukan pemeriksaan maraton dan adanya kepala daerah yang ditangkap?

"Semua provinsi menjadi atensi kita. KPK mengawasi seluruhnya," pungkasnya.

Diberitakan sebelumnya, Kelompok masyarakat sipil antikorupsi Aceh menagih hasil penyelidikan terbuka lima kasus dugaan tindak pidana korupsi yang pernah dilakukan penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) di Aceh.

Sebab, terhitung 3 Juni 2021 hingga Senin 10 Oktober 2022, sudah 494 hari proses penyelidikan dilakukan tapi hingga kini tidak ada kejelasan lebih lanjut duduk perkara dimaksud.

Kelima kasus tersebut yaitu terkait proses perizinan Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) 3 dan 4 di Kabupaten Nagan Raya yang dinilai bermasalah.

Baca juga: LSM Tagih Hasil Lidik KPK di Aceh

Lalu pengadaan kapal penyeberangan Aceh Hebat 1, 2, dan 3. Adapun nilai kontrak Aceh Hebat 1 Rp 73 miliar lebih, nilai kontrak Aceh Hebat 2 Rp 59 miliar lebih, dan nilai kontrak Aceh Hebat 3 Rp 38 miliar lebih.

MaTA menilai, ketiga kapal jenis roro tersebut bermasalah karena kondisi kapal banyak kerusakan meskipun kapal tersebut kapal baru.

"MaTA menilai terjadinya tindak pidana kasus korupsi pada pengadaan Kapal Aceh Hebat 1, 2, dan 3," ungkap Alfian.

Selanjutnya, terkait 14 paket proyek pembangunan jalan multiyears (2020-2022) dan satu paket pembangunan bendungan yang bernilai Rp 2.7 triliun.

Di mana proses pembahasannya terjadi tanpa ada persetujuan melalui paripurna DPRA.

Tapi hanya melalui penandatangan MoU antara pimpinan DPRA periode 2014-2019 dengan Gubernur Aceh saat itu.

Meskipun pada pembahasan anggaran tahun 2022 atau tahun terkahir kontrak, DPRA merestui untuk dituntaskan pembangunan jalan tembus tersebut karena progres pengerjaannya sudah besar.

Selanjutnya terkait kasus apendiks yang mana dalam APBA 2021 ditemukan mata anggaran yang tidak diketahui dalam sistem perencanaan dan peanggaran daerah sebesar Rp 256 miliar yang berkode AP (apendiks).

Baca juga: BERITA POPULER- Wanita Abdya VC Tanpa Busana, Pesulap Hijau di Pidie, Isu Irwandi Yusuf Keluar Lapas

Halaman
123

Berita Terkini