100 Hari Pj Gubernur Aceh

100 Hari Pj Gubernur Aceh, Pengamat: Belum Ada Sesuatu yang Istimewa dan Banyak yang belum Selesai

Penulis: Sara Masroni
Editor: Ansari Hasyim
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Kiri ke kanan - Pengamat Drs Tabrani Yunis, Dosen Kebijakan Publik UIN Ar Raniry Eka Januar MSoc Sc, Juru Bicara Pemerintah Aceh Muhammad MTA dan dipandu host Penyiar Radio Serambi FM Tieya Andalusia dalam Podcast Serambi bertajuk 'Capaian 100 Hari PJ Gubernur Aceh’ bersama Hurriah Foundation di Studio Serambi FM, Kamis (27/10/2022).

SERAMBINEWS.COM - Sepanjang 100 hari kerja Penjabat (Pj) Gubernur Aceh, belum terlihat adanya perkembangan yang mengejutkan dan signifikan, serta serta masih banyak persoalan-persoalan yang belum selesai di Aceh.

"Masih banyak yang belum selesai, jadi kalau ditanyakan itu ya saya kira tidak ada yang istimewa," kata Pengamat, Drs Tabrani Yunis dalam Serambi Podcast bersama Hurriah Foundation bertajuk 'Capaian 100 Hari Pj Gubernur Aceh' dipandu host Tieya Andalusia pada Kamis (27/10/2022).

Ia melanjutkan, idealnya masyarakat punya harapan besar terhadap Pj Gubernur Aceh atas persoalan-persoalan yang dihadapi masa kepemimpinan Nova Iriansyah selama ini.

"Berbicara Pemerintahan Aceh bukan hanya bicara kantor gubernurnya, tetapi kita berbicara segala sektor di Aceh, semua instansi dan SKPA," kata Tabrani.

"Saya pikir SKPA-SKPA ini belum memberikan gambaran yang cukup positif," tambahnya.

 

 

Kemudian sulit juga menurutnya mengukur keberhasilan program 100 hari mengingat Pj gubernur memang tidak mempublikasi ke masyarakat apa yang menjadi programnya.

Selanjutnya, Tabrani juga menyoroti Pj Gubernur Aceh yang tidak melakukan reshuffle terhadap kepala-kepala dinas yang belum bekerja secara maksimal.

"Hanya berganti pucuk pimpinan, tetapi orang-orangnya yang selama ini mungkin kita sebut sebagai mafia, mereka tumbuh kembali menjadi mafia-mafia baru dan kita merasakan kehancuran," katanya.

Baca juga: Ditagih Pembangunan Mangkrak, Pj Gubernur Aceh Achmad Marzuki: Sudah Dicatat, Mudah-mudahan Bisa

Sementara Dosen Kebijakan Publik UIN Ar-Raniry, Eka Januar MSoc Sc dalam kesempatan yang sama menyampaikan ada beberapa hal yang juga bisa dijadikan indikator mengukur kinerja Pj Gubernur Aceh.

Dalam sebuah konsep kepemimpinan, ia menjelaskan ada tiga hal yang harus dilakukan.

Pertama konsolidasi, kedua koordinasi antar lintas stakeholder baik ke tingkat daerah maupun pusat, ketiga aksi.

Kondisi politik di Aceh sebelum Achmad Marzuki dilantik sebagai Pj gubernur, terjadi pergesekan yang sangat luar biasa antara eksekutif dan legislatif.

Sehingga menurutnya, publik melihat elite-elite politik ini lebih serius mengurus kepentingan politiknya sendiri dibandingkan dengan kepentingan masyarakat.

"Ada yang positif dari segi perspektif yang berbeda, pasca pak Achmad Marzuki dilantik, perseteruan-perseteruan ini menjadi hilang, ini sebuah nilai yang positif," kata Eka.

Baca juga: Kafilah Aceh Resmi Dilepas Mengikuti MTQ Nasional 2022 di Kalsel, Ini Pesan Pj Gubernur Aceh

Karena menurutnya, untuk membangun sebuah daerah tidak mungkin bisa dilakukan tanpa adanya komunikasi yang baik.

Komunikasi yang lancar antara eksekutif dan legislatif adalah sebuah modal utama untuk membangun sebuah daerah, apalagi Aceh memiliki persoalan yang begitu kompleks.

"Ada permasalahan ekonomi, politik, sosial, kesehatan, kita juga angka stunting yang cukup tinggi. Pak Pj memiliki tugas yang cukup berat," kata Eka.

"Sehingga kita mengatakan misalnya belum maksimal ya menurut saya itu wajar karena PR-nya juga sangat besar," tambah Dosen Kebijakan Publik UIN Ar-Raniry itu.

Baca juga: Pj Gubernur Aceh Tinjau Proyek Jalan Peureulak - Batas Gayo Lues, Ingatkan Rekanan Jaga Kualitas

Keseriusan Pj Gubernur Aceh menurutnya sudah terlihat saat melakukan koordinasi dengan seluruh elemen dan pemerintah pusat.

"Beliau juga melakukan komunikasi yang baik misalnya terkait dengan Bandara SIM yang itu dibuka kembali untuk penerbangan internasional," jelas Eka.

Menjadi catatan ke depan misalnya banjir di Aceh Utara, merupakan masalah cukup krusial karena terjadi setiap tahun.

Hal ini harus menjadi skala prioritas untuk Pj gubernur, supaya masyarakat tidak lagi menanggung rugi setiap tahunnya.

Kemudian KEK Arun, sejak diresmikan Jokowi 2018, belum menunjukkan geliat hingga saat ini.

Padahal diproyeksikan bisa menyerap sekitar 40.000 tenaga kerja dengan lahan 62 hektar lebih dan akan dibangun berbagai macam industri.

Tetapi hal ini belum memberikan dampak positif bagi pembangunan ekonomi Aceh.

Baca juga: Pj Gubernur Aceh Achmad Marzuki Berkunjung ke Makorem 011/LW dan Tinjau Dampak Banjir

"Sekarang saya lihat pak Pj sudah melakukan koordinasi dengan bupati, wali kota dan juga pihak pengelola KEK Arun," ungkap Eka.

"Diharapkan ini tidak hanya koordinasi tetapi sebuah sinyal dan upaya yang memang itu diharapkan KEK Arun, bisa menjawab masalah kemiskinan, khususnya soal pengangguran yang lumayan tinggi," tambahnya.

Kemudian terkait revisi UUPA, menurutnya hal yang cukup penting juga jadi perhatian Pj gubernur  karena kalau salah urus, akan melahirkan aturan-aturan yang bermasalah dan berdampak bagi perdamaian Aceh.

Sementara Juru Bicara (Jubir) Pemerintah Aceh, Muhammad MTA menjelaskan, perlu dipahami bahwa keberadaan Pj itu adalah penugasan, bukan dipilih secara politik.

Sehingga program kerja dari Pj, melaksanakan penyempurnaan pada periode masa transisi kepemimpinan gubernur sebelumnya.

RPJM 2017-2022 berakhir, sebagai ganti sesuai Inmendagri nomor 7/2021 pemerintah diperintahkan untuk menyusun Rencana Pembangunan Aceh 2022-2026. RPA inilah dinamakan RPJM transisi selama Pj menjabat.

"Terkait pencapaian, pak Pj menyampaikan seperti ini. Kita bukan menyatakan capaian tapi apa yang mulai kita sempurnakan, contoh misalnya penetapan PON," ungkap MTA.

Baca juga: VIDEO - Pj Gubernur Aceh Akan Aktifkan Kembali Ekspor Impor di Pelabuhan Kuala Langsa

Jubir Pemerintah Aceh itu menjelaskan, masa Gubernur Nova Iriansyah, ada beberapa venue belum dilakukan penetapan.

Salah satunya rencana awal penetapan venue di Kuta Malaka, diubah ke Lahan Kampus Universitas Syiah Kuala (USK) II di Neuheun, Aceh Besar.

Keputusan itu diambil karena berpotensi tidak fungsional secara berkepanjangan bila pembangunan dipaksakan di sana.

"Kalau kita bangun di kampus itu, bisa dimanfaatkan oleh masyarakat dan kampus, setiap hari dimanfaatkan," ungkap MTA.

Kemudian Jubir Pemerintah Aceh itu itu juga menyinggung dibukanya penerbangan internasional dari Bandara SIM ke Kuala Lumpur.

"Prinsip Pj gubernur, bantu saya maka kita bantu Aceh, maka ketika ada kendala yang disampaikan pemerintah daerah maupun SKPA, beliau langsung by phone ke menteri terkait," tambahnya.

(Serambinews.com/Sara Masroni)

BACA BERITA SERAMBI LAINNYA DI GOOGLE NEWS

Berita Terkini