Lalu, ketika Indonesia menginvasi Timor Timur pada tahun 1975, seluruh pulau Timor menggunakan Rupiah Indonesia, dan berlaku hingga tahun 2000.
Di tahun itu pula PBB di Timor Lorosae memutuskan penggunaan alat pembayaran yang sah di koloni mereka menggunakan dolar AS.
Negara ini sempat memperkenalkan koinnya sendiri pada tahun 2003, setelah Timor Lorosae merdeka dan bertaulat sendiri pada 20 Mei 2002.
Maka, uang yang digunakan sebagai mata uang resmi Timor Leste adalah uang kertas dolar AS dan koin centavo Timor Leste.
Koin Centavo digunakan dalam denominasi 1, 5, 10, 25, dan 50, yang cocok dengan denominasi koin dolar kecuali untuk koin $1.
Meski digunakan secara terus-menerus, kemungkinan uang kertas Centavo tidak diketahui pasti di masa depan.
Karena koin Centavo itu tidak diakui secara internasional, dan belum diberikan kode ISO.
Maka dolar AS dipilih menggantikan Rupiah Indonesia pada tahun 2000 sebagai mata uang yang digunakan untuk transaksi resmi dengan semua uang kertas dolar AS yang beredar di AS juga beredar di negara Timor Leste ini.
Keputusan itu diharapkan dapat menyelamatkan negara dari ketidakstabilan politik dan ekonomi, karena mempermudah dalam hal perdagangan dan bisnis.
Di awal penerapan, penggunaan dolar AS tentu saja menimbulkan gejolak di tengah masyarakat, karena nilai dolar AS sangat tinggi untuk ukuran standar harga barang dan jasa di negara bekas koloni Portugis itu.
Penerapan dolar AS sebagai mata uang resmi negara juga membuat harga-harga barang dengan cepat melambung tinggi.
Atas kejadian tersebut, pemerintah Timor Leste menganggap penggunaan dolar AS tidak berpengaruh pada harga, justru masyarakat yang harus menyesuaikan melalui pengaturan jumlah barang atau jasa.
Misalnya saja, harga beras yang dibeli dengan Rupiah seharga Rp5.000 per liter, bukan berarti harga setelah transisi harga beras 1 liter dihargai 1 dolar AS.
Yang berlaku adalah saat membeli beras dengan mata uang sebesar 1 dolar AS, maka beras yang didapatkannya harus lebih banyak dari 1 liter.
Menurut pemerintah Timor Leste, mengutip Kompas.com, juga bukan hanya karena kenaikan harga-harga barang di masa transisi, tetapi karena terjadi adanya prinsip pasar, yaitu permintaan dan penawaran.