Tutupi Suap, Uang Rp 2,2 M Titipan Calon Mahasiswa Unila Dibelikan Emas, Karomani: Saksi Berbohong

Editor: Faisal Zamzami
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Rektor Universitas Lampung Karomani saat hendak dibawa ke rumah tahanan (Rutan) Komisi Pmberantasan Korupsi (KPK) setelah ditetapkan sebagai tersangka suap terkait seleksi penerimaan mahasiswa baru jalur mandiri, Minggu (21/8/2022).

SERAMBINEWS.COM - Uang titipan calon mahasiswa Universitas Lampung (Unila) sebesar Rp 2,2 miliar dibelanjakan emas untuk menutupi jejak suap.

Uang tersebut juga dibelanjakan emas agar mudah dicairkan.

Diketahui bahwa para terdakwa menggunakan sebutan "Infak" sebagai kode suap untuk penerimaan mahasiswa Fakultas Kedokteran Unila, dengan salah satu terdakwa adalah mantan Rektor Unila Karomani.

 Pernyataan ini disampaikan oleh Kepala Biro Perencanaan dan Humas Unila Budi Sutomo saat menjadi saksi kasus suap mantan Rektor Unila Karomani di Pengadilan Tipikor Tanjung Karang, Lampung, Selasa (14/2/2023).

"'Ini brankas penuh, Pak'," kata Budi menirukan perkataannya kepada terdakwa Karomani.

Budi mengatakan, terdakwa Karomani ketika itu langsung menyuruhnya membelanjakan uang tersebut menjadi logam mulia.

"Itu beli emas batangan biar mudah mencairkan dan tidak berkurang," kata Budi.

Di hadapan majelis hakim, Budi mengakui uang di dalam brankas itu adalah uang yang diambilnya dari sejumlah orangtua calon mahasiswa yang menitip agar anaknya diluluskan di Fakultas Kedokteran (FK) Unila.

Di antaranya, Asep Sukohar (Rp 250 juta dan Rp 400 juta), Evi Daryanti (Rp 150 juta), Evi Kurniawati (Rp 100), Ema (Rp 200 juta), dan Mardiana (Rp 100 juta).

Kemudian Tugiyono (Rp 250 juta), Herman HN (Rp 250 juta), dr Ruskandi (Rp 250 juta), dan Nyoman (Rp 250 juta).

Budi menceritakan bahwa Karomani meminta agar uang infak itu diminta secara paksa kepada para penitip.

"'Orang-orang kaya itu kalau nggak dipaksa enggak bakal infak. Budi, kalau ada yang menyumbang ambil aja'," tutur Budi menirukan ucapan Karomani.

Budi lalu memerintahkan bendahara biro untuk melakukan survei.

Setelah disurvei, ternyata jika membeli emas di atas Rp 500 juta akan dikenakan pajak.

Untuk mengakali pengenaan pajak itu, Budi lalu meminta pembelian emas dilakukan tiga kali dengan KTP yang berbeda, salah satunya bendahara biro.

Halaman
1234

Berita Terkini