Salam

Syahril Memang Layak Dibebaskan

Editor: mufti
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Anggota DPD RI, H Sudirman atau Haji didampingi turun ke lapangan mendengarkan langsung cerita dari warga terkait peristiwa harimau mangsa ternak kambing milik warga, yang menyeret warga tersebut diamankan pihak Kepolisian Polres Aceh Timur, karena diduga telah meracuni satwa dilindungi hingga mati, Dusun Krueng Baung, Desa Peunaron Lama, Kecamatan Peunaron Aceh Timur, Sabtu (4/3/2023).

KASUS yang dialami Syahril, warga Dusun Krueng Baung, Desa Peunaron Lama, Kecamatan Peunaron Aceh Timur, cukup menyita perhatian publik. Syahril ditangkap polisi dengan tuduhan meracuni seekor anak harimau sampai mati.

Ia terpaksa membunuh satwa dilindungi itu karena kesal empat ekor kambingnya dimangsa. Syahril pun harus membayar mahal atas perbuatannya dengan mendekam di tahanan. Dan yang lebih berat lagi, istri beserta ketiga anaknya yang masih kecil kini menjadi terlantar.

Melihat kondisi tersebut, terlampau mahal rasanya kesalahan yang harus dibayar Syahril. Hanya demi satu nyawa harimau, empat nyawa manusia lainnya harus menderita.

Karena itu, kita sepakat dengan pernyataan Keuchik Peunaron Lama, Samsul Bahri, yang berharap agar Syahril bisa dibebaskan.

“Kalau bisa pandanglah dari sisi kehidupannya. Memang dia telah membunuh binatang yang dilindungi, tapi bukan untuk di-perjualkan belikan, melainkan untuk mempertahankan hak-hak-nya karena ternaknya sudah dimangsa harimau,” harap Keuchik Peunaron Lama tersebut sebagaimana diberitakan Serambi, Se-nin (6/3/2023).

Senator DPD RI asal Aceh, Sudirman alias Haji Uma bahkan dengan tegas menilai Syahril tak bersalah. Hal ini mengacu pada UU RI Nomor 5 Tahun 1990 tentang Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistemnya, dimana pada pasal 22 ayat 3 di-sebutkan bahwa boleh membunuh satwa dilindungi apabila telah membahayakan kehidupan manusia.

“Jadi mari melihat secara konstruktif atas undang-undang ini. Jangan dipakai untuk kepentingan sepihak, melainkan untuk kepentingan kemanusiaan. Jadi secara filosofi, peristiwa yang terjadi di Krueng Baung bukan karena ada unsur kesengajaan, bukan juga untuk kejahatan, melainkan untuk menyelamatkan harta bendanya,” kata Haji Uma.

Belajar dari kasus Syahril, maka sekali lagi, perlu segera sece-patnya Pemerintah Aceh mengeluarkan Peraturan Gubernur (Pergub) tentang Strategi dan Rencana Aksi Pengelolaan Satwa Liar dan Pergub tentang Kriteria dan Penetapan Kejadian Bencana Luar Biasa Akibat Konflik Antarmanusia dan Satwa Liar.

Pergub tentang Strategi dan Rencana Aksi Pengelolaan Satwa Liar fokus pada pengelolaan habitat. Sementara Pergub tentang Kriteria dan Penetapan Kejadian Bencana Luar Biasa fokus pada kompensasi terhadap masyarakat yang terimbas langsung dengan konflik satwa.

Kedua pergub tersebut merupakan amanah dari Qanun Aceh No-mor 11 tentang Pengelolaan Satwa Liar yang disahkan pada tahun 2019 lalu. Dimana di dalam qanun itu disebutkan, pergub harus ditetapkan paling lama satu tahun sejak qanun diundangkan.

Meski terlambat, tetapi kedua Pergub itu tetap menjadi penting untuk bisa ditetapkan secepatnya. Karena kita tidak ingin kasus-kasus seperti yang dialami Syahril kembali terulang.

Berita Terkini