Assalamualaikum wr. wb
Abu/tgk/ustadz pengasuh Serambi KAI.
Mau kejelasan hukum modal usaha ada unsur haram. Apakah hasil usaha selamanya haram?
Kemudian, jika lulus pekerjaan hasil lobi atau ada unsur KKN, gajinya apakah selamanya haram untuk nafkah anak dan keluarga? Terima kasih atas ilmunya.
Yarmin HD - Simeulue
Jawaban :
Wa’alaikumussalam wr. wb
Terima kasih Yarmin HD dari Simeulue yang telah menjadikan ruang Konsultasi Agama Islam, kerja sama serambinews.com dengan ISAD (Ikatan Sarjana Alumni Dayah Aceh) ini sebagai tempat bertanya. Semoga kita semua dan para pembaca Konsultasi Agama Islam serambinews.com ini selalu mendapat ridha Allah Ta’ala.
1. Menyesali perbuatan dosa besar adalah hal yang baik dan positif.
Allah akan mengampuni hambanyanya yang bertaubat dari dosa yang dilakukannya di masa lalu.
Orang yang menguasai harta dengan cara tidak halal menanggung dua perbuatan dosa yaitu dosa pada sesama manusia (hak adami) karena mengambil harta orang lain tanpa hak dan dosa pada Allah karena melanggar larangan Allah.
Karena itu, menyegerakan bertaubat merupakan langkah yang harus dilakukan.
Apalagi di Bulan Ramadhan yang penuh rahmat ini merupakan moment yang sangat bagus untuk menghilangkan dosa-dosa yang pernah dilakukan.
Untuk itu sesuai dengan pertanyaan di atas, langkah-langkah yang harus dilakukan adalah sebagai berikut :
a. Membayar kembali seluruh harta yang didapatinya secara haram kepada yang berhak. Apabila pemiliknya sudah meninggal dunia, maka diberikan kepada ahli warisnya.
Jika tidak memungkinkan lagi diketahui pemiliknya, maka harta tersebut wajib diserahkan kepada qadhi (baitul maal) yang adil untuk dibelanjakan untuk kemaslahatan kaum muslimin yang bersifat umum yang dibolehkan syar’i, seperti membangun mesjid atau lainnya.
Apabila tidak ada kebutuhan maslahah umum maka diserahkan kepada faqir miskin. Namun jika qadhi tersebut bukan orang yang adil maka dengan menyerahkan kepada seorang alim dan adil yang ada di daerah tersebut.
Apabila juga tidak mungkin, maka langsung dikelola sendiri dengan bersadaqah kepada fakir miskin. (Lihat al-Fatawa al-Kubraa al-Fiqhiyah : III/97, karangan Ibnu Hajar al-Haitamiy)
b. Menyesali perbuatan masa lalu, bercita-cita tidak mengulangi lagi, memperbanyak ibadah, seraya meminta ampun kepada Allah Ta’ala dan banyak bersadaqah sunnah selain zakat yang wajib. Karena perbuatan baik yang konsisten akan menghapus keburukan dan dosa masa lalu. Allah berfirman :
إنَّ الْحَسَنَاتِ يُذْهِبْنَ السَّيِّئَاتِ
Kebaikan akan menghapus keburukan (QS Hud : 114)
Adapun hasil usaha berupa keuntungan dari modal haram tersebut dapat dirincikan sebagai berikut :
a. Apabila keuntungannya itu berupa anak dari hewan ternak atau buah-buahan dari pohon yang dikuasainya secara haram, maka anak dari hewan ternak dan buah-buahan dari pohon tersebut tetap menjadi milik pemiliknya sebagaimana kepemilikan induknya. (al-Muhazzab II/201)
b. Apabila keuntungan itu hanya berupa bekas pekerjaan, seperti terpotong kain, tertumbuk gandum, maka apabila harga kain dan gandum tersebut lebih tinggi harganya sebab perbuatan tersebut, maka kelebihan harganya itu tetap diperuntukkan hanya untuk pemiliknya. Yang menguasainya wajib mengembalikan barang haram tersebut kepada pemiliknya tanpa meminta dispensasi pekerjaannya. (Tuhfah al-Muhtaj : VI/41)
c. Apabila keuntungannya itu berupa laba dari usaha perniagaan dengan menggunakan modal yang dikuasainya secara haram, maka selama usahanya merupakan usaha yang halal dan akadnya shahih, maka menjadi miliknya dan halal untuknya. Ini sesuai dengan penjelasan al-Khathib al-Syarbaini berikut ini :
كَمَا لَوْ اتَّجَرَ الْغَاصِبُ فِي الْمَالِ الْمَغْصُوبِ فَالرِّبْحُ لَهُ فِي الْأَظْهَرِ
Sebagaimana seandainya orang yang merampas memperdagangkan harta yang dirampasnya, maka keuntungannya menjadi miliknya menurut pendapat yang paling zhahir.(Mughni al-Muhtaj III/363).
Pendapat ini sesuai dengan hadits Nabi SAW berbunyi :
الْخَرَاجُ بِالضَّمَانِ
Keuntungan yang diperolehnya diperuntukkan untuk yang bertanggungjawab. (Hadits shahih riwayat Syafi’i, Ahmad, Abu Daud, al-Nisa’i, Ibnu Majah dan Ibnu Hibban. Lihat al-Asybah wa al-Nadhair karangan al-Suyuthi : 135)
Perampas harta orang lain berkewajiban bertanggungjawab (wajib membayar) terhadap harta yang dirampasnya apabila hilang atau rusak.
Karena itu sebaliknya, apabila ada keuntungan (dari perdagangan) dari harta yang dirampasnya, maka dia juga berhak atas keuntungannya tersebut.
2. Gaji pegawai baik pegawai negeri maupun pegawai swasta merupakan imbalan dari pekerjaan yang dia terima.
Jadi, selama dia bekerja dengan baik sesuai dengan kontrak kerjanya (akad ijarah/sewa tenaga), maka gaji tersebut halal dimakannya.
Adapun persyaratan test sebelum terjadi akad ijarah merupakan sesuatu yang berada di luar akad yang tidak mempengaruhi keabsahan sebuah akad.
Karena itu, kecurangan pada saat terjadi test tidak mempengaruhi kehalalan gaji yang dia terima sebagai imbalan kerjanya.
Meskipun kecurangan seperti sogok dan nepotisme yang terjadi sebelumnya merupakan perbuatan yang diharamkan, akan tetapi keharamannya itu tidak mempengaruhi kehalalan gaji yang dia terima.
Ini sama dengan kasus orang yang melakukan akad nikah yang didahului pinangan yang diharamkan.
Meminang apabila dilakukan kepada seorang perempuan yang masih berada dalam pinangan orang lain, hukumnya haram sebagaimana hadits Nabi SAW berbunyi :
وَلاَ يَخْطُبَ الرَّجُلُ عَلَى خِطْبَةِ أَخِيهِ، حَتَّى يَتْرُكَ الخَاطِبُ قَبْلَهُ أَوْ يَأْذَنَ لَهُ الخَاطِبُ
Jangan salah seorang dari kalian meminang pinangan saudaranya sehingga peminang sebelumnya meninggalkannya atau mengizinkannya. (H.R. Bukhari)
Namun demikian, keharaman meminang ini tidak mempengaruhi kepada keabsahan akad nikah yang dilakukan sesudahnya atas dasar pinangan yang diharamkan tersebut, karena meminang sesuatu yang berada diluar akad nikah. Karena itu, perempuan yang dinikahinya itu halal baginya.
Wallahua’lam bisshawab
PERTANYAAN KONSULTASI AGAMA ISLAM LAINNYA