Sejarah Hari Ini, 20 Tahun yang Lalu Tragedi Jambo Keupok, 16 Orang Disiksa Secara Sadis oleh Aparat
SERAMBINEWS.COM – Tepat pada hari ini, Kamis 17 Mei 2023, masyarakat Aceh mengenang peristiwa pembantaian Jambo Keupok.
20 tahun yang lalu, 17 Mei 2003 pukul 07:00 WIB, 16 orang penduduk sipil meninggal setelah disiksa, ditembak, bahkan dibakar hidup-hidup, serta 5 orang lainnya turut mengalami kekerasan oleh aparat.
Peristiwa kelam ini terjadi di Jambo Keupok, Kecamatan Bakongan, Aceh Selatan.
Pemerintah pada Januari 2023 menyatakan peristiwa Jambo Keupok menjadi tragedi pelanggaran Hak Asasi Manusia (HAM) berat.
Tragedi ini terjadi dua hari sebelum Presiden Megawati Soekarnoputri memberlakukan Darurat Militer di Aceh.
Baca juga: Tragedi Kelam Jambo Keupok, Penyiksaan yang Kini Diakui Negara Sebagai Pelanggaran HAM Berat
Tragedi Jambo Keupok: Penyiksaan hingga Dibakar Hidup-hidup
Pada masa sebelum terjadinya perjanjian perdamaian, Aceh merupakan salah satu provinsi di Indonesia yang ditetapkan sebagai daerah rawan konflik sehingga ditetapkan sebagai Daerah Operasi Militer (DOM).
Pada masa itu, berbagai bentuk tindak kekerasan di mana tragedi dan konflik tersebut terus menerus terjadi sepanjang 1976 sampai dengan 2005.
Semasa konflik tersebutlah terjadi berbagai kekerasan terhadap warga Aceh, yang bukan terhadap para kelompok bersenjata namun juga di kalangan sipil.
Oleh karena itu, akibat dari peristiwa konflik bersenjata tersebut dapat dikategorikan sebagai tindak pelanggaran hak asasi manusia yang berkategori Pelanggaran HAM yang berat dalam berbagai bentuk.
Hal ini menyebabkan ketidakpuasan dari sebagian besar rakyat Aceh terhadap kebijakan-kebijakan dari Pemerintah Pusat yang dinilai diskriminatif sehingga berdampak kemunculan berbagai gejolak penentangan atau penolakan.
Bahkan berakibat sebagian dari masyarakat Aceh berkeinginan melepaskan diri dari Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI).
Ada yang menyatakan keinginan tersebut secara diam ataupun aktif dengan turut atau mendukung Gerakan Aceh Merdeka (GAM).
Kelompok terakhir ini merupakan kelompok politik bersenjata yang bermaksud meraih kemerdekaan Aceh.
Dalam upaya menanggapi situasi politik dan kondisi sosial ini serta untuk menjaga keamanan Aceh dan seluruh keutuhan wilayah NKRI, maka pemerintah telah mengambil kebijakan secara kedaerahan dan nasional dengan mengedepankan pendekatan represif yaitu adanya tindakan-tindakan militeristik.
Hal ini untuk menekan perlawaban bersenjata dari GAM maupun gerakan sosial di Aceh yang dianggap tidak sejalan dengan kebijakan Pemerintah Pusat.
Kebijakan ini ditindaklanjuti dengan pengiriman pasukan secara besar-besaran ke Aceh untuk melaksanakan operasi militer (kontra gerilya dan intelijen).
Aceh ditetapkan sebagai Daerah Operasi Militer (DOM) pada 1989 – 1998 atau menjalankan operasi militer dengan sandi Operasi Jaring Merah (OJM).
Berbagai operasi milter dilakuakn oleh aparat keamanan di Aceh yang ditanggapi oleh masyarakat Aceh dengan melakukan tindakan yang diduga mendukung GAM atau minimal tidak ikut memberikan bantuan dalam menghadapi GAM.
Hal ini menyebabkan terjadinya berbagai bentuk pelanggaran hak asasi manusia.
Warga sipil yang sama sekali tidak terlibat dalam kegiatan GAM justru mejadi target operas dan bahkan menjadi korban jiwa serta harta benda.
Berbagai peristiwa kekerasan dialami oleh rakyat Aceh dan hal ini dapat dikategorikan sebagai pelanggaran HAM yang berat.
Salah satu peristiwa paling kelam adalah Jambo Keupok.
Dilansir dalam laporan Komnas HAM, Tragedi Jambo Keupok merupakan peristiwa tragedi kemanusiaan yang terjadi pada sekitar 17 Mei 2003 setelah Daerah Operasi Militer (DOM) dan sebelum Darurat Militer.
Peristiwa ini merupakan bagian dari tindakan aparat TNI yang melakukan pencarian terhadap para anggota GAM di Jambo Keupok, Kecamatan Bakongan, Aceh Selatan.
Sejumlah anggota TNI dengan senjata lengkap melakukan penyisiran terhadap rumah-rumah penduduk guna mencari para anggota dan pendukung GAM.
Para TNI memasuki setiap rumah di desa tersebut, memeriksa seluruh tempat, memaksa para penghuni rumah (lelaki, perempuan, anak-anak) untuk keluar dari rumah.
Mereka dikumpulkan di depan rumah warga, yang kemudian dipisahkan antara perempuan, laki-laki dan anak-anak.
Dalam melakukan operasi tersebut, TNI telah melakukan tindakan di luar batas kemanusiaan sebagimana pengakuan korban.
Bahwa TNI telah melakukan penembakan terhadap sejumlah warga serta membakar korban lainnya yang masih dalam keadaan hidup, melakukan penyiksaan serta pembakaran terhadap rumah penduduk.
Peristiwa pembunuhan terhadap warga sipil di Jambo Keupok ini terjadi dalam periode transisi dari menjelang berakhirnya Operasi Militer Terbatas (OMT) dan menuju penetapan status Aceh sebagai daerah Darurat Militer (DM)
yang dimulai pada 19 Mei 2003 berdasarkan Keputusan Presiden RI Nomor 28 Tahun 2003 tentang Pernyataan Keadaan Bahaya dengan Tingkatan Keadaan Darurat Militer di Propinsi Nanggroe Aceh Darussalam setelah kegagalan perundingan damai antara RI - GAM di Tokyo.
Peristiwa di Jambo Keupok ini bersamaan dengan peristiwa lainnya yang terjadi di Kabupaten Aceh Selatan setelah dikeluarkannya Inpres No. 4 Tahun 2001 tanggal 11 April 2001 tentang Langkah-Langkah Komprehensif dalam Rangka Penyelesaian Masalah Aceh.
Bersamaan dengan peristiwa di Desa Jambo Keupok ini, terjadi kontak senjata antara GAM dengan gabungan Satuan Para Komando, Satuan Gabungan Intelejen, Yonif 320 Badak Putih Banten, dan Yonif 511/DY.
Pasukan gabungan TNI/Polri ini bergerak setelah Koramil Bakongan, Aceh Selatan mendapatkan laporan bahwa diduga ada aktivitas kelompok gerakan separatis bersenjata Aceh di Desa tersebut.
Selain itu terdapat perintah dari Menko Polkam saat itu bahwa apabila operasi militer harus dilanjutkan demi mempertahankan konstitusi dan integritas bangsa,
maka pemerintah berharap kepada TNI-Polri agar tugas Negara itu bisa dilaksanakan dengan tingkat keberhasilan yang sangat tinggi demi melindungi rakyat.
Pada saat itu, tentara memasuki setiap rumah di desa Jambo Keupok, memeriksa seluruh tempat, memaksa para penghuni rumah (lelaki, perempuan, anak-anak) untuk keluar dari rumah dan dikumpulkan di depan rumah warga.
Dalam peristiwa tersebut telah mengakibatkan jatuhnya korban jiwa yang meninggal dunia maupun luka-luka serta hancurnya rumah penduduk, yakni:
1. Korban jiwa atas 16 orang laki-laki (12 dibakar hidup-hidup dan 4 orang mati ditembak)
2. Penyiksaan yang dilakukan terhadap 16 orang yang kemudian mati (ditendang, dipukul dengan popor senjata), 1 orang korban perempuan yang dipukul dan ditembak hingga pingsan,
dan 1 orang korban perempuan yang dipukul di bagian belakang kepala dengan popor senjata sampai tidak mampu menelan makanan selama 3 hari, dan 3 korban perempuan lain yang dipukul.
Berikut daftar 16 korban tragedi Jambo Keupok
1. Khalidi Bin Lipah Linggam (1958-2003)
2. Amiruddin Bin Khatab (-2003)
3. Tarmizi Bin Ali Udin (1975-2003)
4. Mukmunin Bin M Tasin (1963-2003)
5. Mukhtar Bin Syahmi (1982-2003)
6. Usman Bin Balia (1982-2003)
7. Suwandi BinJalaluddin (1965-2003)
8. Abdurrahim Bin Muhammad (1976-2003)
9. Budiman Bin Nyak Lem (1981-2003)
10. Bustami Bin Ma’usuf (1953-2003)
11. Asri Bin Makmuha (1963-2003)
12. Nurdin Bin Amiruddin (1965-2003)
13. Kasturi Bin Bidin (1962-2003)
14. Bupahman Bin M Saleh (1967-2003)
15. Saili Bin Sulah Adat (1983-2003)
16. Daulah Adat BinTgk Tatin (1946-2003)
(Serambines.com/Agus Ramadhan)