Indikasi setoran bodong oleh sejumlah perusahaan ini terungkap ketika anggota DPRA Asrizal H Asnawi melakukan reses di Aceh Tamiang, pekan lalu.
Laporan Rahmad Wiguna | Aceh Tamiang
SERAMBINEWS.COM, KUALASIMPANG – Sejumlah perusahaan di Aceh Tamiang dicurigai tidak menyetorkan iuran kesehatan pekerja ke Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan.
Pemerintah diminta serius menanggapi persoalan ini dengan meningkatkan fungsi Dewan Pengawas.
Indikasi setoran bodong oleh sejumlah perusahaan ini terungkap ketika anggota DPRA Asrizal H Asnawi melakukan reses di Aceh Tamiang, pekan lalu.
Ketika itu sekelompok pekerja yang tergabung dalam Serikat Pekerja Pertanian dan Perkebunan (SPPP) Aceh Tamiang menyampaikan beberapa perusahaan pabrik kelapa sawit tidak menyetorkan iuran BPJS pekerja.
“Ada indikasi beberapa perusahaan tidak menyetorkan iuran ke BPJS, padahal setiap bulan gaji pekerja sudah dipotong untuk kepentingan BPJS,” kata Asrizal, Minggu (25/6/2023).
Pekerja mengetahui tunggakan ini saat mereka tidak mendapat pelayanan dari tempat fasilitas pelayanan kesehatan, seperti rumah sakit dan puskesmas.
Baca juga: Mengolah Daging Kurban Idul Adha 2023 agar Empuk dan Tidak Alot, Begini Caranya
Umumnya perusahaan yang tidak menyalurkan setoran pekerja ini bergerak di bidang perusahaan kelapa sawit.
“Ini kan miris, ketika pekerja datang ke tempat fasilitas pelayanan kesehatan, tidak dilayani karena dinyatakan BPJS mereka menunggak. Padahal selama ini mereka lancar membayar melalui perusahaan,” terang Asrizal.
Azrizal menilai persoalan ini sangat serius dan harus ditangani lebih lanjut.
Perusahaan dinilainya telah mengabaikan keselamatan pekerja yang memiliki resiko tinggi.
Padahal sesuai aturan, perusahaan yang menunggak kewajiban membayar iuran kepada BPJS bisa dijerat pidana penjara delapan tahun atau denda Rp 1 miliar.
Asrizal menilai potensi penggelapan iuran BPJS sangat besar akibat kurangnya ketatnya pengawasan oleh pemerintah.
Baca juga: VIDEO - 12 Kecamatan Ikut Kontes Pada Festival Durian di Aceh Barat
Menurutnya pengawasan ini akibat sistem kerja Dewan Pengawas hanya menunggu laporan.
“Dulu Dewan Pengawasan ini sekarang hanya ada di provinsi. Kami menyarankan sebaiknya dibuka lagi di setiap kabupaten, jadi kesannya tidak hanya menunggu laporan. Tapi betul-betul mengawasi,” kata Azrizal. (*)