Luar Negeri

Sosok Nahel M, Remaja 17 Tahun yang Tewas Ditembak Polisi, Kematiannya Picu Kerusuhan di Perancis

Editor: Faisal Zamzami
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Sosok Nahel M, Remaja 17 Tahun yang Tewas Ditembak Polisi, Kematiannya Picu Kerusuhan di Perancis

SERAMBINEWS.COM - Kematian Nahel M (17) telah memicu kericuhan di berbagai kota di seluruh Perancis, termasuk di Nanterre, sebelah barat Paris, tempat dia dibesarkan.

Pembunuhan Nahel M, telah memicu kerusuhan di kota-kota di seluruh Prancis serta kota Nanterre di sebelah barat Paris tempat dia dibesarkan.

Nahel adalah seorang anak tunggal yang dibesarkan oleh ibunya.

Dia bekerja sebagai sopir untuk jasa pengiriman makanan dan dia juga bermain dalam liga rugby.

Pendidikannya dinilai kacau. Dia terdaftar di sebuah perguruan tinggi di Suresnes, tidak jauh dari tempat tinggalnya, untuk menjadi ahli kelistrikan.

Mereka yang mengenalnya mengatakan Nahel sangat dicintai di Nanterre, tempat dia tinggal bersama ibunya, Mounia, dan tampaknya tidak pernah mengenal ayahnya.

Catatan kehadirannya di perguruan tinggi buruk. 

Dia tidak memiliki catatan kriminal, tetapi dia dikenal oleh polisi.

Dia selalu mencium ibunya sebelum dia pergi bekerja, ditambah kata-kata "Aku mencintaimu, Bu".

Tak lama setelah pukul 09.00 pada Selasa (27/6/2023), dia ditembak di dada dari jarak dekat karena tidak mematuhi perintah polisi untuk menghentikan mobil Mercedes-nya setelah melanggar lalu lintas.

"Apa yang akan saya lakukan sekarang?" tanya ibunya.

"Saya mencurahkan segalanya untuk dia. Saya hanya punya satu, saya tidak punya 10 (anak). Dia adalah hidup saya, sahabat saya," katanya.

 
Neneknya menyebut Nahel sebagai anak yang ramah dan baik.

"(Dia) menolak untuk berhenti, tapi bukan berarti Anda diizinkan untuk membunuhnya," kata pemimpin Partai Sosialis, Olivier Faure.

"Semua anak Republik memiliki hak atas keadilan," tambahnya.

Baca juga: Kerusuhan di Prancis Berlanjut Buntut Kematian Remaja 17: 45.000 Polisi Siaga, 1.311 Orang Ditangkap

Antara rugby dan teknisi listrik

Nahel menghabiskan tiga tahun terakhir bermain rugby di klub Pirates of Nanterre.

Dia telah menjadi bagian dari program integrasi untuk remaja yang kesulitan di sekolah.

Program itu dijalankan oleh sebuah yayasan bernama Ovale Citoyen.

Program tersebut bertujuan untuk mengajak orang-orang dari daerah tertinggal untuk magang dan Nahel sedang belajar menjadi teknisi kelistrikan.

Ketua Ovale Citoyen, Jeff Puech, adalah salah satu orang yang paling mengenalnya.

Dia bertemu Nahel beberapa hari lalu dan berbicara tentang anak yang menggunakan rugby untuk bertahan hidup itu.

"Dia adalah seseorang yang memiliki keinginan untuk menyesuaikan diri secara sosial dan profesional, bukan anak yang berurusan dengan narkoba atau mendapat kesenangan dari kejahatan remaja," kata Puech kepada Le Parisien.

 
Dia memuji sikap teladan remaja itu, jauh dari pembunuhan karakter yang disebarkan di media sosial.

Dia mengenal Nahel ketika dia tinggal bersama ibunya di Vieux-Pont, pinggiran kota Nanterre, sebelum mereka pindah ke perkebunan Pablo Picasso.

Satu hal yang menjadi perhatian, keluarganya berasal dari Aljazair.

"Semoga Allah memberinya rahmat," bunyi tulisan yang dibentangkan di jalan lingkar Paris, di luar Stadion Parc des Princes.

Baca juga: Kerusuhan Makin Memanas di Tepi Barat, Menteri Israel Sebut Desa Huwara Palestina Harus Dimusnahkan

Stigma minoritas

"Kekerasan dilakukan oleh polisi setiap hari, terutama jika Anda orang Arab atau berkulit hitam," kata seorang pemuda di kota Perancis lainnya, yang menyerukan keadilan bagi Nahel.

Namun, pengacara keluarga, Yassine Bouzrou, mengatakan ini bukan tentang rasisme, tapi tentang keadilan.

"Kami memiliki sistem hukum dan peradilan yang melindungi petugas polisi dan menciptakan budaya impunitas di Perancis," katanya kepada BBC.

Nahel sudah lima kali menjadi subyek pemeriksaan polisi sejak 2021 -yang dikenal dengan refus d'obtempérer- penolakan untuk bekerja sama.

Baru-baru ini, pada akhir pekan lalu, dia dilaporkan berada di tahanan karena penolakan semacam itu dan akan diadili di pengadilan remaja pada September.

Sebagian besar masalah yang dia alami baru-baru ini melibatkan mobil.

Kericuhan yang dipicu oleh kematiannya menjadi pengingat bagi banyak orang di Perancis pada peristiwa tahun 2005 lalu.

Ketika itu dua remaja, Zyed Benna dan Bouna Traoré, disetrum saat mereka melarikan diri dari polisi setelah pertandingan sepak bola dan menabrak gardu listrik di kota Clichy-sous-Bois, di pinggiran Paris.

"Bisa jadi saya, bisa saja adik laki-laki saya," kata seorang remaja Clichy bernama Mohammed kepada situs Prancis Mediapart.

Baca juga: Kisa Pilu Erika, Kehilangan Suami dan Adik karena Kerusuhan Wamena, Korban Dituduh Penculik Anak

Kronologi Polisi Tembak Remaja

Pada 27 Juni 2023 pagi, remaja bernama Nahel M (17 tahun) yang merupakan keturunan Afrika Utara, tepatnya Aljazair dan Maroko mengendarai mobil mobil di Nanterre. 

Dia dinilai tidak mematuhi perintah polisi untuk memberhentikan mobilnya karena melanggara lalu lintas. 

Remaja itu dilaporkan mengendarai mobil di jalur busway, polisi meminta pengendara mobil itu untuk menepi dan memarkirkan mobilnya ke pinggir jalan. Namun, remaja tersebut terus berjalan tanpa mengikuti perintah polisi tersebut.

Ketika mobil itu berhasil lolos, salah satu petugas polisi menembak dari jarak dekat melalui jendela pengemudi. 

Nahel meninggal akibat satu tembakan yang menembus lengan kiri dan dadanya.

Jaksa penuntut umum Pascal Prache mengatakan Petugas polisi tersebut mengakui telah melepaskan tembakan karena khawatir dia atau orang lain akan terluka setelah remaja tersebut diduga melakukan beberapa pelanggaran lalu lintas. 

Pengacara petugas Laurent-Franck Lienard mengatakan bahwa kliennya membidik ke arah kaki pengemudi namun terbentur, sehingga dia menembak ke arah dadanya.

"Dia harus dihentikan, tetapi jelas (petugas) tidak ingin membunuh pengemudi," kata Lienard. 

Kini, petugas polisi tersebut telah ditahan untuk menenangkan para demonstran. 

Di sisi lain, Jaksa Prache mengatakan remaja bernama Nahel itu sudah dikenl oleh polisi karena beberapa kali melanggar aturan lalu litnas. 

45.000 Polisi Siaga, 1.311 Orang Ditangkap

Kerusuhan Perancis berlanjut buntut kemarahan warga atas tindakan polisi menembak mati remaja bernama Nahel M. (17) dalam penyetopan lalu lintas.

Penembakan tersebut terjadi pada Selasa (27/6/2023), dan sejak itu kerusuhan pecah di berbagai kota di Perancis.

Puluhan ribu polisi dikerahkan di kota-kota di seluruh Perancis pada Sabtu (1/7/2023).

Mereka siap menghadapi kemungkinan kerusuhan malam kelima setelah pemakaman seorang remaja keturunan Afrika Utara, yang penembakannya oleh polisi memicu kerusuhan nasional.

Presiden Emmanuel Macron menunda kunjungan kenegaraan ke Jerman yang akan dimulai pada Minggu untuk menangani krisis terburuk bagi kepemimpinannya sejak protes "Rompi Kuning" melumpuhkan sebagian besar Prancis pada akhir 2018.

Dilansir dari Reuters, sekitar 45.000 polisi akan berada di jalan hingga Sabtu malam, kata menteri dalam negeri Gerald Darmanin, dengan bala bantuan dikirim ke Lyon dan Marseille.

Pada 23.45 (2145 GMT), ada beberapa ketegangan di pusat kota Paris dan bentrokan sporadis di kota Mediterania Marseille.

Situasi tampak lebih tenang di seluruh negeri.

Polisi mengerahkan gas air mata terhadap para perusuh di jalan raya utama Marseille sekitar senja pada hari Sabtu.

Tayangan televisi menunjukkan ada kekerasan, beberapa penjarahan dan pertempuran jalanan antara polisi dan kelompok pemuda menjelang malam.

Di Paris, polisi meningkatkan keamanan di jalan Champs Elysees yang terkenal di kota itu setelah seruan di media sosial untuk berkumpul di sana.

 Jalanan, yang biasanya dipadati turis, dijejeri pasukan keamanan yang melakukan pemeriksaan di tempat.

Fasad toko ditutup untuk mencegah potensi kerusakan dan penjarahan.

Baca juga: Kerusuhan Makin Memanas di Tepi Barat, Menteri Israel Sebut Desa Huwara Palestina Harus Dimusnahkan


Kementerian dalam negeri mengatakan total 1.311 orang telah ditangkap pada Jumat (30/6/2023) malam, dibandingkan dengan 875 orang pada malam sebelumnya.

Meskipun menggambarkan kekerasan sebagai "intensitas lebih rendah". Polisi mengatakan sekitar 120 orang telah ditangkap secara nasional pada hari Sabtu.

Menteri Keuangan Bruno Le Maire mengatakan lebih dari 700 toko, supermarket, restoran, dan cabang bank telah dijarah dan terkadang bahkan dibakar habis sejak Selasa (26/7/2023).

Otoritas lokal di seluruh negeri mengumumkan larangan demonstrasi dan memerintahkan angkutan umum untuk berhenti beroperasi pada malam hari.

Nahel , 17 tahun dari orang tua Aljazair dan Maroko, ditembak oleh seorang petugas polisi saat berhenti lalu lintas pada hari Selasa di Nanterre, pinggiran Paris.

Untuk pemakaman, beberapa ratus orang berbaris untuk memasuki masjid agung Nanterre, yang dijaga oleh para sukarelawan berrompi kuning, sementara beberapa lusin orang menonton dari seberang jalan.

Beberapa pelayat, menyilangkan tangan, mengatakan "Tuhan Maha Besar" dalam bahasa Arab, saat mereka membentang di bulevar dalam doa.

Baca juga: ISBI Aceh, Membangun Seni Merawat Budaya

Baca juga: Dosen dan Mahasiswa FDK UIN Ar-Raniry Lakukan Kurban di Pattani Thailand

Baca juga: Sosok Prada Dimas, Anak yang Bunuh Ayah Kandungnya Tukang Sate, Anggota TNI Bermasalah

Sudah tayang di Kompas.com: Siapa Nahel M yang Kematiannya Picu Kerusuhan Perancis?

 

Berita Terkini