Laporan Khalidin | Subulussalam
SERAMBINEWS.COM, SUBULUSSALAM – Tim Pusat Pelayanan Terpadu Pemberdayaan Perempuan dan Anak (P2TP2A) Kota Subulussalam turun mendampingi korban dugaan pencabulan atau pelecehan seksual oleh oknum guru di Kecamatan Rundeng.
Mereka turun bersama Unit PPA Polres Subulussalam untuk pendampingin pemeriksaan korban, Kamis (19/10/2023).
Nobuala Halawa SH MH bagian advokasi hukum P2TP2A Kota Subulussalam mengatakan mereka akan melakukan pendampingan pemeriksaan korban.
Selain itu akan dilakukan koordinasi masalah penanganan lanjutan dalam menghilangkan traumatis anak yang menjadi korban pelecehan itu. Dalam hal ini, kata Nobuala, tim juga melibatkan psikolog.
Adapun tim P2TP2A Kota Subulussalam yang turun masing-masing Eva Susanti Kabid PPA, Sarifah Fadillah Manager Kasus PPA dan Ulil Rukmana Psikolog serta Nobuala Halawa, SH,MH selaku Advokasi hukum.
Nobuala mengatakan pihaknya akan melaporkan penanganan lebih lanjut karena saat ini proses masih berjalan.
Sementara pihak kepolisian mengatakan kasus pencabulan yang diduga dilakukan seorang oknum guru Sekolah Dasar di Kota Subulussalam terhadap belasan muridnya hingga sekarang terus berproses.
Informasi yang diterima Serambunews.com dari pihak kepolisian, Kamis (19/10/2023) lima orang korban telah menjalani visum di puskesmas/rumah sakit Kota Subulussalam.
Polisi memang sudah mendapatkan informasi hasil visum namun belum dapat dibeberkan karena surat secara fisik belum diterima.
Kasus pencabulan anak yang dilapor orang tua masing-masing murid ini ditangani Unit Perlindungan Perempuan dan Anak (PPA) Polres Subulussalam.
Dikabarkan, Unit PPA terus mengembangkan penyelidikan kasus tersebut dan terkini akan memeriksa para korban dan selanjutnya mengejar pelaku.
Polisi sudah mendeteksi oknum guru yang dilaporkan sebagai pelaku pelecehan seksual tersebut. Jika telah mendapatkan alat bukti yang sah, polisi akan segera menangkap sang pelaku.
"Ini jadi atensi kami, korban sudah divisum dan sekarang kami akan melakukan pemeriksaan korban. Kalau sudah lengkap pelaku yang sudah terdeteksi akan segera ditangkap," kata petugas unit PPA Polres Subulussalam.
Sebagaimana diketahui belasan anak Sekolah Dasar (SD) di salah satu desa dalam Kecamatan Rundeng, Kota Subulussalam yang mengaku menjadi korban pencabulan kini masih trauma dan enggan ke sekolah.
Salah seorang keluarga korban, S yang dikonfirmasi Serambinews.com, Kamis (19/10/2023) mengatakan anak-anak tersebut saat ini belum berani ke sekolah.
Berdasarkan keterangan S, aksi pencabulan tersebut diduga telah berlangsung selama dua bulan terakhir.
Terungkapnya kasus pencabulan tersebut setelah para korban enggan ke sekolah dengan alasan takut pada sang guru atau pelaku.
Awalnya, para orang tua mengira jika anak mereka takut karena dimarahi atau dipukul sehingga laporan sang anak masih diabaikan. Sebab, para orang tua menyangka laporan anak mereka itu hanya untuk alasan malas ke sekolah.
Namun, kata S, anak-anak yang mengaku takut terus bertambah hingga belasan orang. Lalu, beberapa ibu mereka menanyai secara baik dan tenang mengapa takut ke sekolah.
Saat itulah korban berterus terang jika mereka takut lantaran adanya guru yang menggerangi tubuh hingga alat vital mereka. Pengakuan tersebut terus bermunculan dari anak-anak perempuan kelas satu dan dua hingga jumlahnya mencapai 12 an orang.
S yang juga tokoh masyarakat di sana awalnya berusaha melaporkan ke Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Kota Subulussalam.
Belakangan lantaran korban yang terbilang banyak dan demi menghindari hal tak diinginkan, S bersama orang tua murid lainnya mendatangi Polres Subulussalam guna melaporkan kejadian tersebut.
Menurut S, orang tua pelapor tersebut berjumlah lima orang, selebihnya akan dimasukkan dalam Berita Acara Pemeriksaan (BAP).
“Sebagai pelapor kami ada lima orang. Karena korbannya banyak jadi pelapor lain nanti di BAP dimasukkan,” kata S kepada wartawan.
Lebih jauh dikatakan, sampai berita ini dikirim ke redaksi, para korban termasuk murid perempuan lainnya masih trauma ke sekolah.
Hanya murid pria yang dikabarkan masih sekolah, sementara perempuan belum berani. Sedangkan guru yang dilaporkan sebagai pelaku kini tidak lagi masuk ke sekolah.
S berharap agar pelaku segera ditangkap lantran telah membuat anak mereka menjadi trauma.(*)