Selama beberapa waktu, mereka terombang-ambing di Laut China Selatan tanpa tujuan jelas hingga dijuluki sebagai manusia perahu.
Sebagian dari warga Vietnam Selatan tersebut berhasil mencapai Indonesia.
Dari sinilah, kisah Pulau Galang sebagai kamp pengungsian warga Vietnam dimulai.
Pengungsian di Pulau Galang
Sebelum pindah ke Pulau Galang, pengungsi asal Vietnam tiba dan tinggal beberapa waktu di daerah lain di Indonesia, seperti Pulau Anambas, kawasan Kepulauan Natuna, dan Pulau Bintan.
Manusia perahu pertama kali masuk ke Indonesia pada 25 Mei 1975, berlabuh di Pulau Laut, Kecamatan Bunguran, Kepulauan Natuna.
Warga Vietnam kemudian ditampung di kecamatan setempat.
Usai kapal pertama berlabuh, disusul dengan kapal lain dengan jumlah rakyat yang sangat besar, yaitu sekitar 4.000 orang, melebihi jumlah penduduk setempat, 3.000 rakyat Natuna.
Selanjutnya, kapal demi kapal lain mulai berdatangan. Pemerintah Riau juga cukup merasa kewalahan dengan kedatangan mereka.
Baca juga: Sandiaga Uno Akan Datang ke Aceh, Khawatir Pengungsi Rohingya Berdampak Pada Pariwisata Lokal
Pemerintah daerah Riau harus menyiapkan berpuluh-puluh karung beras dan drum air yang dikerahkan dari Tanjung Pinang.
Kedatangan pengungsi Vietnam ini tentu cukup merepotkan dan menjadi problema di negara ASEAN, khususnya Indonesia sendiri.
Untuk itu, guna mengatasi masalah tersebut, pada Februari 1979 para Menteri Luar Negeri ASEAN mengadakan pertemuan di Bangkok.
Perundingan tersebut menghasilkan Bangkok Statement 21 Februari 1979, di mana negara-negara ASEAN setuju bekerja sama untuk meringangkan beban pengungsi.
Mereka menyiapkan tempat transit dengan batas waktu dan jumlah tertentu sesuai dengan kemampuan masing-masing negara.
Penanganan pengungsi Vietnam dilanjutkan dengan pertemuan antara Presiden Soeharto dengan Perdana Menteri Tahiland, Kriangsak Chomanand.