Kupi Beungoh

Pak Kun, Integritas, dan Keberuntungan Aceh - Bagian 1

Editor: Zaenal
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Kolase foto Kuntoro Mangkusubroto dan Ahmad Humam Hamid.

Oleh Ahmad Humam Hamid*)

AWAL minggu pertama bulan Mei 2005, sekitar jam 7 pagi saya mendapat tilpon dari mendiang Dr. Hadi Susastro- pendiri dan mantan Direktur Eksekutif CSIS -Center for Strategic and International Studies, Jakarta.

Pembicaraannya sangat singkat, “saya dengar Pak Humam di Jakarta, ada sesuatu yang sangat penting untuk Aceh,  bisa kita minum kopi pagi ini di CSIS “.

Karena memang tidak ada acara penting pagi itu saya menjawab, “sangat bisa mas Hadi”.

Saya tunggu ya, katanya.

“Baik” saya merespons.

Jam 7:30 itu saya meluncur ke Tanah Abang, tempat kantor CSIS berada.

Saya takut kemacetan Jakarta bisa membuat saya terlambat, apalagi dari sebuah sudut di Kebayoran lama.

Sampai di CSIS, petugas satpam mengantar saya ke ruang Hadi.

Sambil ngopi, kami bicara tentang Aceh, mulai dari konflik, hak asasi manusia, dan musibah besar akhir tahun 2004, tsunami.

Tanpa saya sadari, Hadi dengan sangat cepat menggiring saya kepada “mind map”, semua isu itu.

Ia menambahkan variabel tambahan, yakni keniscyaan hadirnya bantuan internasional yang ia kaitkan dengan prospek perdamaian.

Saya terkesima dengan kepiawaian Hadi, dan memang Hadi adalah jebolan doktor dari sekolah yang sama dengan BJ Habibie, RWTH Aachen, Jerman.

Itu belum cukup, ditambah dengan gelar yang sama dari sekolah pasca bergengsi dunia, Pardee RAND di Santa Monica, California, AS.

Dengan tidak berlama-lama, Hadi menyampaikan tentang keputusan Presiden SBY menunjuk Kuntoro Mangkusubroto yang akan mengetuai program rehab-rekon Aceh, yang dikenal dengan BRR NAD-Nias.

Halaman
1234

Berita Terkini