SERAMBINEWS.COM - Dalam percakapan telepon penting dan tak terduga yang telah ditunggu selama enam bulan, Presiden AS Joe Biden meminta Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu untuk mulai mengambil langkah menuju gencatan senjata segera di Jalur Gaza.
Presiden Biden menggarisbawahi betapa gawatnya perkembangan terkini, khususnya mengutuk serangan terhadap pekerja kemanusiaan dan menyoroti memburuknya kondisi kemanusiaan di Gaza.
Selama pembicaraan, Presiden Biden menekankan pentingnya Israel untuk mengambil tindakan segera dan tegas guna mengurangi kerugian sipil, meringankan penderitaan kemanusiaan, dan menjamin keselamatan pekerja bantuan.
Selain itu, Biden menekankan perlunya pendudukan Israel mengumumkan dan menerapkan serangkaian tindakan spesifik, nyata, dan terukur yang bertujuan untuk mengatasi permasalahan mendesak ini, serta berkomitmen pada gencatan senjata.
Baca juga: Joe Biden Marah usai Israel Bunuh 7 Pekerja WCK di Gaza, Inggris Murka, Netanyahu: Tidak Sengaja
Lebih lanjut, Presiden Biden menggarisbawahi bahwa arah kebijakan AS terhadap Gaza akan bergantung pada implementasi cepat langkah-langkah yang diusulkan oleh pendudukan.
Dia menegaskan kembali perlunya gencatan senjata segera untuk menstabilkan situasi dan mencegah kerugian lebih lanjut terhadap warga sipil yang tidak bersalah.
Selain itu, ia mendesak Perdana Menteri Netanyahu untuk memberi wewenang kepada para perundingnya untuk segera mencapai kesepakatan yang bertujuan menjamin pembebasan para tawanan Israel.
Selain membahas situasi di Gaza, kedua pemimpin juga membahas ancaman publik yang dikeluarkan Iran terhadap Israel dan warganya.
Amerika Serikat menolak menyerukan gencatan senjata di Gaza, yang pada dasarnya menjadikan Gaza sebagai negara paria di kancah internasional, terutama di kalangan negara-negara besar, karena AS tidak hanya tidak menyerukan Israel untuk berkomitmen pada gencatan senjata, namun juga memveto setiap Resolusi PBB yang bertujuan untuk mendesak gencatan senjata di Gaza.
Satu-satunya tanda adanya kemajuan dalam kebijakan luar negeri AS adalah resolusi DK PBB yang diajukan pada akhir bulan Maret, namun resolusi tersebut tidak cukup atau tidak progresif sama sekali.
Resolusi gencatan senjata DK PBB yang regresif
Resolusi tersebut menuding Hamas menyebut gerakan Perlawanan sebagai "organisasi teroris" dan mengklaim bahwa mereka tidak mewakili rakyat Palestina dan gagal memenuhi tuntutan yang dibuat oleh kelompok tersebut selama perundingan gencatan senjata.
Resolusi tersebut menyerukan gencatan senjata yang “harus meletakkan dasar bagi gencatan senjata yang berkelanjutan,” sekali lagi “menegaskan kembali visi solusi dua negara, dengan Jalur Gaza sebagai bagian dari Negara Palestina.”
Pernyataan ini menekankan kebutuhan mendesak untuk memperluas aliran bantuan kemanusiaan kepada warga sipil di seluruh Jalur Gaza dan menegaskan kembali permintaan untuk pencabutan semua hambatan yang menghalangi akses bantuan tersebut.
Hal ini termasuk memastikan aliran yang berkelanjutan melalui semua titik penyeberangan yang diperlukan, termasuk Penyeberangan Perbatasan Karam Abu Salem, serta pembukaan penyeberangan tambahan dan koridor maritim.
Resolusi tersebut menekankan bahwa kelaparan di Jalur Gaza telah mencapai tingkat bencana dan “menolak segala bentuk pemindahan paksa penduduk sipil di Gaza yang melanggar hukum internasional, termasuk hukum humaniter internasional dan hukum hak asasi manusia internasional, sebagaimana berlaku.”
Demikian pula, resolusi yang direvisi tersebut “menolak tindakan yang mengurangi wilayah Gaza, termasuk melalui pembentukan apa yang disebut zona penyangga secara resmi atau tidak resmi, serta penghancuran infrastruktur sipil secara luas dan sistematis.”
Hal ini terjadi setelah Perdana Menteri pendudukan Israel Benjamin Netanyahu menolak seruan Presiden AS Joe Biden untuk menunda rencana invasi darat ke Rafah, tempat tinggal 1,2 juta warga Palestina saat ini, dan mengatakan kepada anggota Knesset Israel bahwa ia "bertekad" untuk melenyapkan Perlawanan Palestina.
Di pihaknya, Perlawanan Palestina telah menegaskan kembali bahwa mereka menuntut gencatan senjata segera dan permanen yang mengakhiri agresi Israel, memberikan bantuan dan bantuan kepada orang-orang di Gaza, memfasilitasi kembalinya para pengungsi ke rumah mereka, dan memastikan penarikan penuh pasukan pendudukan Israel dari Jalur Gaza.
Selain memberikan dukungan militer kepada entitas pendudukan Israel, Amerika Serikat juga telah memveto tiga rancangan resolusi, dua di antaranya menyerukan gencatan senjata segera di Gaza, dengan alasan kekhawatiran akan membahayakan upaya yang sedang berlangsung untuk menengahi jeda pertempuran dan pembebasan tawanan Israel.(*)