SERAMBINEWS.COM - Aceh sejak dahulu telah dikenal sebagai daerah yang kental dengan pengaruh Islam.
Tidak hanya budaya dan kehidupan masyarakatnya yang dibalut dalam bingkai syariat Islam, Aceh sejak dahulu juga dikenal sebagai tempat yang melahirkan ulama-ulama besar berpengaruh, terutama dalam bidang pendidikan.
Tak heran, daerah paling barat Indonesia ini menjadi tujuan orang-orang dari berbagai penjuru Nusantara untuk menuntut ilmu agama Islam.
Tgk H Muhammad Hasan Krueng Kalee atau Abu Hasan Krueng Kalee adalah salah satu ulama Aceh yang memiliki peran penting, bukan hanya di Aceh, tapi juga di kawasan Nusantara.
Abu Krueng Kalee termasuk ulama tersohor pada abad ke-19 dan dikenal sebagai tokoh pendidikan.
Berkat ilmu yang dia curahkan melalui dayah atau pesantrennya, telah melahirkan banyak ulama-ulama baru yang melanjutkan syiar Islam di Aceh dan wilayah Nusantara.
Ada cukup banyak ulama tersohor Aceh yang pernah belajar kepada Abu Krueng Kalee. Di antaranya, Tgk. H. Mahmud Blang Bladeh, Tgk. H. Abdul Rasyid Samlako Alue Ie Puteh, Tgk. H. Sulaiman Lhok Sukon, Tgk. H. Yusuf Kruet Lintang, Tgk. Haji Adnan Bakongan, dan masih banyak lagi.
Abu Hasan Krueng Kalee, lahir pada 13 Rajjab 1303 H atau bertepatan dengan 17 April 1886 Masehi di desa Meunasah Keutumbu, Sanggeu, Kabupaten Pidie.
Beliau tutup usia pada 14 Dzulhijjah 1392 H atau bertepatan dengan 19 Januari 1973 Masehi, dan dimakamkan di Gampoeng Siem, Kecamatan Darussalam, Aceh Besar.
Saat ini, lokasi makam Abu Krueng Kalee berada dalam Kompleks Dayah Darul Ihsan, yang merupakan dayah lanjutan dari dayah yang didirikan oleh Abu Hasan Krueng Kalee pada masa sebelum kemerdekaan Indonesia.
Pada akhir Mei 2024, tim Serambinews.com berziarah ke makam Abu Krueng Kalee.
Didampingi oleh Ketua Yayasan Darul Ihsan, Tgk. H Musannif beserta para stafnya, kami juga berkesempatan untuk melihat kondisi terkini lembaga pendidikan yang diwariskan oleh ulama kharismatik Aceh ini.
Lokasi makam Abu Krueng Kalee terletak dalam sebuah bangunan yang berlokasi di asrama putri Dayah Darul Ihsan, tepatnya sisi kiri dari gerbang utama.
Makam Abu Krueng Kalee yang bersanding dengan sang istri terlihat cukup sederhana namun terawat.
Memiliki panjang 2 meter lebih, makam ulama dan istrinya ini hanya ditandai dengan nisan dari batu alam pada sisi kepala dan kaki.
Sementara bagian permukaan tanah diselimuti dengan batu-batu kerikil berwarna putih.
Di dalam bangunan yang menjadi lokasi makam Abu Krueng Kalee, terdapat 2 ruangan.
Ruangan ini difungsikan bagi para pengunjung yang ingin berziarah ke makam hingga digunakan oleh santri-santri dayah sebagai ruang belajar.
Selain itu, hanyak berjarak sekitar 3 meter dari makam Abu Krueng Kalee, terdapat sebuah balai bermaterialkan kayu.
Balai inilah yang menjadi saksi bisu bagaimana ketulusan Abu Krueng Kalee dalam mengajarkan murid-muridnya.
Kini balai tersebut telah diperluas dengan bangunan baru yang dibangun disekelilingnya, dan masih aktif digunakan oleh santri-santri Dayah Darul Ihsan untuk proses belajar-mengajar.
Tak hanya bangunan balai, di depannya yang juga bersebelahan dengan bangunan makam Abu Krueng Kalee, juga terdapat bak air berukuran besar yang menjadi tempat santri untuk berwudhu pada masanya.
Bangunan ini juga masih berdiri kokoh, meski telah beberapa kali direnovasi.
Di area dan bangunan sederhana inilah Abu Krueng Kalee mengembangkan pesantrennya hingga mencapai masa puncaknya.
Meski sempat vakum selama puluhan tahun, dayah warisan Abu Krueng Kalee berhasil dilanjutkan dan dikembangkan oleh keturunannya.
Dayah tradisional yang sebelumnya dikembangkan Abu Krueng Kalee, kini telah bertransformasi menjadi sebuah dayah modern terpadu, yakni Dayah Darul Ihsan.
Di bawah pimpinan cucu-cucunya, yakni H. Waisul Qarani Ali, Tgk. H. Musannif, dan Tgk. H. Muhammad Faisal, dayah ini mampu bersanding dengan nama-nama dayah besar lain di Aceh.
Berdasarkan sejarah, pencapaian, dan keberhasilan, Dayah Darul Ihsan mendapat penghargaan dari Harian Serambi Indonesia untuk kategori “Pelopor Kurikulum Dayah Terpadu di Aceh”, pada malam apresiasi Serambi Award 2024, di Gedung AAC Dayan Dawood, Kampus Universitas Syiah Kuala, Banda Aceh, Jumat 31 Mei 2024. (Serambinews/Yeni Hardika)