Oleh Ahmad Humam Hamid *)
Ketika ada seorang anak manusia dipanggil menghadap khalik, tentu saja keluarga, kerabat dekat, teman dan para kolega yang lebih luas, merasa kehilangan.
Disamping itu, cukup banyak pula orang-orang yang pernah sekali waktu bersentuhan dalam hidupnya, baik yang berkesan, tak berkesan, tertolong, ataupun terganggu dengan orang yang meninggal itu. Paling kurang ada sesuatu yang terlintas ketika berita musibah itu didapatkan.
Kini musibah itu menimpa Qismullah Yusuf, seorang hamba Allah, manusia Aceh, yang meninggal kemarin pagi, Selasa 16 Juli jam 7 pagi di Banda Aceh.
Qismullah mempunyai keunikan tersendiri, dalam hal-hal yang nampaknya kecil, namun menaruh torehan sejarah yang besar, terutama untuk USK dan Pemerintah Aceh. Ia tak pernah menonjol, dan tak pernah mau menonjol, terutama ketika ia menjalani peran mengurus kepentingan lembaga tempat dimana ia mengabdi.
Pada 1980 ia menamatkan FKIP USK jurusan bahasa Inggris.
Ia memperoleh gelar Master-1985 dan Doktor-1992 dari Oregon State University, Oregon, Amerika Serikat .
Bang Qis, demikian ia jamak dipanggil meninggalkan jejak yang tak banyak diketahui, bahkan mungkin tak tercatat, terhadap lembaga tempat ia mengabdi, nyaris tanpa jabatan formal, baik di USK, maupun Pemda Aceh.
Saya beruntung, karena berkawan baik, dan bahkan berabang semenjak saya kuliah di USK, dan saya mungkin seperti beberapa yang tahu bang Qis, dapat mengingat dengan baik, walaupun tak sangat lengkap, tentang beliau. Seperti biasa ketika sesorang yang dekat dengan kita, ketika ia meninggal, kita terima hal itu sebagai sebuah takdir sang Khalik. Setiap yang bernyawa mesti kembali kepada Nya.
Betapapun takdir itu kita teruma, sebagai manusia ada perasaan yang bercampur, ketika doa kita panjatkan kepada Allah SWT untuk memberi keampunan kepada yang pergi. Ada gelombang kecil kesedihan, yang dałam bahasa arab disebut “rithā’,” yang sering ditulis dalam bahasa Indonesia dengan istilah elegi.
Perasaan sedih itu tak jarang juga datang dengan kenangan manis yang tak jarang beriringan dengan puji-pujian, biasanya karena perbuatan baiknya ketika ia hidup untuk diri kita, sekelompok orang, ataupun orang banyak. Pujian-pujian mungkin dekat dengan kata Arab “qasida” yang kalau dicari padanannya dalam bahasa Indonesia lebih dekat dengan ode yakni puisi yang berisi sanjungan kepada orang yang sangat berjasa atau yang dikagumi.
Bagaimana elegi dan ode mesti kita tulis tentang sosok Bang Qis.
Ia adalah pribadi sederhana yang kadang bekerja berhari-hari, ketika status pegawainya belum jelas di USK, seringkali apapun yang berurusan dengan bahasa Inggris.
Sulit membayangkan USK tahun tujuhpuluhan dan awal delapan puluhan ketika test TOEFL untuk dosen yang hendak sekolah ke luar negeri masih sangat jauh angkanya dari yang disyaratkan.
Keunikan USK pada tahun tujuh puluhan dan delapan puluhan adalah perhatian besar pemerintah Amerika Serikat yang sangat luar biasa.