SERAMBINEWS.COM - Perdana Menteri (PM) Israel, Benjamin Netanyahu tidak akan meninggalkan Koridor Philadelphia yang menjadi perbatasan antara Jalur Gaza dan Mesir.
Netanyahu dilaporkan memberi tahu keluarga garis keras para sandera yang ditinggalkan soal agresi militer Israel di Jalur Gaza, Palestina.
"Israel tidak akan meninggalkan Koridor Philadelphia dan Koridor Netzarim dalam keadaan apa pun," kata Netanyahu dikutip dari Times of Israel, Rabu (21/8/2024).
PM Israel itu menegaskan, pihaknya tidak akan menarik diri dari kedua wilayah di Gaza selatan dan tengah.
Baca juga: Dikenal Sosok yang Keras, Ini Alasan Pemimpin Hamas Yahya Sinwar Tolak Gencatan Senjata
Baca juga: Bocoran! Ini 5 Tips Lolos CPNS 2024 di Kejaksaan ala Sausan Nazhira dari Kejari Aceh Utara
Dia mengklaim pasukan harus ditempatkan di sana karena alasan strategis dan keamanan.
Koridor Philadelphia membentang di sepanjang perbatasan Gaza-Mesir, dituding sebagai tempat Hamas selama bertahun-tahun menyelundupkan senjata dan komponen senjata.
Dijelaskannya, Koridor Netzarim dibentuk oleh IDF selama perang, dan bertujuan untuk mencegah pejuang Hamas bersenjata kembali ke Gaza utara, serta memberi kebebasan lebih besar bagi militer untuk bermanuver melalui daerah kantong tersebut.
Netanyahu Tak Ingin Gencatan Senjata
Awal minggu ini, negosiator Israel dikatakan telah memberi tahu perdana menteri bahwa tuntutannya agar kehadiran IDF terus berlanjut di Koridor Philadelphia akan menggagalkan kesepakatan tersebut.
“Pernyataan maksimalis seperti ini tidak konstruktif untuk mencapai kesepakatan gencatan senjata,” kata pejabat AS yang tidak ingin disebut namanya.
Baca juga: Konyol! Tentara Israel Rudal Pasukan Sendiri, Perwira Komandan Unit IDF Tewas
Dia juga membantah laporan Axios yang mengatakan Netanyahu mungkin berhasil meyakinkan diplomat tinggi AS mengenai masalah tersebut.
"Satu-satunya hal yang diyakini Menteri (Luar Negeri AS) Blinken dan Amerika Serikat adalah perlunya menyelesaikan proposal gencatan senjata," kata pejabat senior itu kepada wartawan dalam perjalanan ke Doha.
Sementara Blinken dilaporkan telah dijadwalkan bertemu dengan Emir Qatar Tamim Al-Thani.
Setelah berbincang dengan para pemimpin tinggi di Israel dan Mesir, menteri luar negeri itu akhirnya hanya mendapat audiensi dengan menteri tingkat rendah, Menteri Negara Qatar di Kementerian Luar Negeri Mohammed bin Abdulaziz Al-Khulaifi.
Berbicara kepada wartawan sebelum meninggalkan Doha, Blinken mengatakan kesepakatan gencatan senjata perlu diselesaikan dalam beberapa hari mendatang,
Dikatakannya, Amerika Serikat, Mesir, dan Qatar akan melakukan segala yang mungkin untuk membuat Hamas menyetujui "proposal penghubung" yang disusun AS di akhir perundingan puncak Doha minggu lalu.
“Waktu adalah hal terpenting,” kata diplomat tinggi Amerika tersebut.
“Ini perlu diselesaikan, dan harus diselesaikan dalam beberapa hari ke depan, dan kami akan melakukan segala yang mungkin untuk menyelesaikannya,” pungkasnya.
Kepemimpinan Sinwar Menakutkan Bagi Israel Ketimbang Haniyeh?
Kelompok pejuang Islam Hamas secara tegas menolak gencatan senjata (penghentian perang), kepemimpinan Yahya Sinwar lebih menakutkan bagi Israel ketimbang Ismail Haniyeh?
Kelompok pejuang Islam Hamas secara tegas menolak gencatan senjata (penghentian perang), kepemimpinan Yahya Sinwar lebih menakutkan bagi Israel ketimbang Ismail Haniyeh?
Diketahui Yahya Sinwar menjadi pemimpin baru Hamas menggantikan Ismail Haniyeh yang dibunuh Israel di Iran akhir Juli lalu.
Yahya Sinwar dikenal sebagai sosok yang keras dan menjadi dalang di balik sejumlah serangan yang berhasil membuat Israel marah.
Salah satunya peristiwa 7 Oktober 2023 lalu yang menewaskan 1.200 warga Israel, Sinwar dianggap sebagai sosok utama di balik serangan mengenaskan sepanjang sejarah zionis itu.
Sosok keras Sinwar pun mulai kelihatan, hal ini ditandai dengan penolakan secara mentah-mentah atas proposal Israel soal gencatan yang berlangsung di Doha, 15-16 Agustus 2024 lalu.
Dilansir dari Times of Israel pada Selasa (20/8/2024), Hamas menerbitkan pernyataan resmi pada Minggu malam kemarin yang isinya menolak persyaratan kesepakatan pembebasan sandera dan gencatan senjata yang dibahas di Doha.
Kelompok pejuang Islam itu menyalahkan Perdana Menteri Israel, Benjamin Netanyahu karena menimbulkan hambatan baru dalam perundingan tersebut.
Sementara pada kesempatan lain, Netanyahu mengatakan kepada para menteri kabinet pada Minggu sebelumnya bahwa dia pesimis mengenai peluang tercapainya kesepakatan.
Terutama mengingat Israel telah bernegosiasi secara efektif dengan negara-negara penengah, bukan dengan Hamas, yang menolak mengirimkan delegasi ke putaran perundingan terakhir.
“Peluangnya tidak tinggi,” demikian pernyataan Netanyahu kepada para menteri dikutip penyiar publik Kan.
Pesimisme Netanyahu, tampaknya bertentangan dengan laporan dari para mediator bahwa negosiasi mengalami kemajuan, dengan potensi akhir yang sukses sudah di depan mata.
Terlebih penolakan Hamas terhadap persyaratan yang dibahas di Doha.
Sementara AS telah mengindikasikan, pihaknya bakal mengadakan pertemuan puncak kedua akhir pekan ini, berharap kesepakatan dapat dirampungkan pada akhir minggu tersebut.
Presiden AS Joe Biden mengatakan pada Minggu kemarin, gencatan senjata di Gaza “masih mungkin” dan bahwa “kami tidak akan menyerah.”
Di antara poin-poin utama yang menjadi perdebatan dalam negosiasi tersebut adalah tuntutan Netanyahu agar IDF tetap ditempatkan di Koridor Philadelphia yang membentang di sepanjang perbatasan Gaza-Mesir.
Dia mengklaim, hal itu untuk mencegah Hamas menyelundupkan senjata ke Gaza dan membangun kembali militernya.
Tuntutan ini tidak disebutkan dalam proposal kesepakatan penyanderaan Israel pada tanggal 27 Mei yang telah menjadi dasar bagi perundingan berikutnya, dan ditolak oleh Hamas.
Para negosiator Israel dilaporkan telah memberitahu perdana menteri bahwa tanpa kompromi mengenai masalah tersebut, tidak akan ada kesepakatan, dan mendesak adanya fleksibilitas.
Perdana menteri dilaporkan membalas, selama Hamas bersikeras agar IDF menarik diri sepenuhnya dari Koridor Philadelphia, maka memang tidak akan ada kesepakatan.
Dalam pernyataannya pada Minggu malam, Hamas menuduh Netanyahu “menetapkan persyaratan dan tuntutan baru” untuk menggagalkan perundingan dan memperpanjang perang di Gaza.
Tentara Israel Rudal Pasukan Sendiri, Perwira IDF Tewas
Sementara di sisi lain, pasukan pertahanan Israel (IDF) mulai sering melakukan human error. Salah satunya peristiwa penembakan rudal yang malah menewaskan perwira sendiri, beberapa lainnya terluka.
Adalah Letnan Shahar Ben Nun (21), seorang komandan tim di unit pengintaian Brigade Pasukan Terjun Payung dari Petah Tikva tewas saat operasi di Jalur Gaza.
"Seorang perwira Israel tewas dan beberapa lainnya terluka oleh serangan udara yang gagal di Gaza selatan pada Senin pagi," kata militer dikutip dari Times of Israel, Selasa (20/8/2024) pagi.
Selain perwira yang tewas, tiga prajurit lainnya mengalami luka sedang dan tiga lainnya tercatat dalam kondisi baik setelah insiden tersebut.
Menurut penyelidikan awal IDF, sekitar pukul 6:30 pagi, jet tempur F-15 Angkatan Udara Israel menyerang dua target di wilayah Khan Younis.
Salah satu rudal berhasil mengenai sasarannya.
Sementara rudal kedua karena masalah teknis, tidak meluncur dengan benar ke sasaran yang dituju dan malah menghantam gedung bertingkat tempat pasukan terjun payung ditempatkan.
Bangunan itu berjarak sekitar 300 meter dari target yang dituju, demikian temuan penyelidikan tersebut.
Rudal tersebut menghantam salah satu apartemen di lantai atas gedung tersebut.
Para prajurit di apartemen yang berdekatan terluka setelah sebagian bangunan runtuh menimpa mereka.
Kerusakan tersebut merupakan kerusakan teknis, dan bukan disebabkan oleh kesalahan manusia, demikian penyelidikan awal.
Angkatan Udara Israel (IAF) mengatakan, insiden itu merupakan kejadian yang tidak biasa, dan belum pernah melihat kerusakan seperti itu sebelumnya.
Menurut IDF, puluhan ribu amunisi telah ditembakkan dari jet tempur di tengah perang di Gaza, tanpa kerusakan yang sebanding.
Insiden itu terjadi saat Divisi ke-98 IDF kembali minggu ini untuk beroperasi di kompleks perumahan Hamad Town di Khan Younis, sementara juga beroperasi untuk pertama kalinya di daerah Deir al-Balah.
Operasi terbaru di Khan Younis dan pinggiran Deir al-Balah terjadi menyusul tembakan roket dan informasi intelijen lain yang menurut IDF mengindikasikan kehadiran Hamas di daerah tersebut.
Sejauh ini, puluhan situs milik kelompok pejuang Islam telah dihancurkan, dan beberapa sel penembak tewas di tengah operasi tersebut, menurut IDF.
Pada Senin kemarin, militer mengatakan sebuah pesawat tak berawak menyerang dan menewaskan seorang teroris Hamas yang menembakkan roket sehari sebelumnya ke komunitas perbatasan Ein Hashlosha.
Brigade Pasukan Terjun Payung divisi itu beroperasi di lingkungan Kota Hamad dan daerah lain di Khan Younis barat, tempat IDF mengatakan tentara sedang mencari terowongan.
Sementara pada Minggu kemarin, seorang prajurit dari Batalyon ke-202 Brigade Parasut terluka parah oleh tembakan RPG di daerah Hamad, kata IDF.
Militer beroperasi di Hamad untuk pertama kalinya awal tahun ini.
Sementara itu, Brigade Lapis Baja ke-7 divisi tersebut tengah melakukan operasi di Khan Younis dan di pinggiran Deir al-Balah, daerah terakhir yang merupakan sebagian besar belum dioperasikan oleh pasukan darat.
IDF melaksanakan operasi yang sangat terbatas di bagian timur Deir al-Balah pada Juni lalu, sebagai bagian dari persiapan misi penyelamatan sandera di Nuseirat.
Qatar dkk Mediasi 3 Poin untuk Perundingan Israel-Hamas
Sementara diberitakan sebelumnya, Qatar bersama Mesir dan Amerika Serikat (AS) menjadi mediator dalam perundingan untuk mengakhiri perang di Gaza, Palestina antara Israel dan Hamas.
Perundingan tersebut berlangsung di Doha dimulai Kamis (15/8/2024) kemarin dan masih berlanjut hingga Jumat.
Dalam laporan Times of Israel pada Jumat pagi, para mediator telah menghabiskan waktu berbulan-bulan mencoba menyusun rencana tiga tahap.
Di mana Hamas akan membebaskan lebih dari 100 sandera yang masih ditahannya di Gaza dengan imbalan gencatan senjata, penarikan pasukan Israel dari Gaza dan pembebasan tahanan keamanan Palestina yang dipenjara oleh Israel.
Sementara update terbaru, perundingan antara Israel dan Hamas disebutkan telah menghasilkan kesepakatan potensial sebagai harapan terbaik untuk mencegah konflik regional yang lebih besar.
Juru bicara Keamanan Nasional Gedung Putih, John Kirby menyebut Kamis kemarin sebagai awal yang menjanjikan.
"Negosiasi diperkirakan akan berlangsung hingga hari Jumat," ucap Kirby.
"Kendala yang tersisa dapat diatasi, dan kita harus mengakhiri proses ini," sambungnya.
Perundingan tersebut dipimpin Kepala Mossad (Intelijen) David Barnea, meski demikian Hamas tidak mengirim delegasi sama sekali karena dilaporkan sudah hilang kepercayaan.
Perundingan ini untuk merinci kesepakatan bertahap mengakhiri perang (gencatan senjata) usai serangan pada 7 Oktober yang menewaskan 1.200 dan 251 warga Israel.
Sementara di sisi lain Otoritas kesehatan Hamas mengatakan per Kamis kemarin, jumlah korban di Jalur Gaza telah melampaui 40.000 warga Palestina dibunuh Israel, kebanyakan perempuan dan anak kecil.
(Serambinews.com/Sara Masroni)
BACA BERITA SERAMBI LAINNYA DI GOOGLE NEWS