Berita Banda Aceh

Demo Tolak RUU Pilkada di DPRA Berakhir Ricuh, Diwarnai Gas Air Mata

Penulis: Muhammad Nasir
Editor: Nurul Hayati
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Seorang mahasiswa digiring polisi di depan JCO Jalan Daud Beureueh.

Polisi melepaskan gas air mata untuk membubarkan massa, bahkan sejumlah mahasiswa dan aktivis ditangkap.

Laporan Muhammad Nasir | Banda Aceh

SERAMBINEWS.COM, BANDA ACEH – Aksi demo yang dijalankan oleh mahasiswa Aceh untuk menolak revisi UU Pilkada berakhir ricuh pada, Jumat (23/8/2024) malam.

Polisi melepaskan gas air mata untuk membubarkan massa, bahkan sejumlah mahasiswa dan aktivis ditangkap.

Mahasiswa yang sudah beraksi sejak sore, memilih bertahan di Gedung DPRA hingga malam hari.

Mereka berkumpul di halaman DPRA sambil membakar spanduk dan kardus bekas.

Keputusan mahasiswa yang memilih bertahan ini pun dibubarkan oleh polisi.

Sekira pukul 20:00 WIB, polisi mulai menembakkan gas air mata dan water canon ke arah kerumunan mahasiswa, agar mereka kembali ke kampus.

Mendapatkan perlakuan keras dari polisi, mahasiswa pun bereaksi dengan melemparkan botol minuman ke arah polisi.

Lalu polisi mengeluarkan kendaraan water cannon dan pasukan anti huru-hara untuk menghalau mahasiswa menjauh dari DPRA.

Saat itu, polisi sempat mengejar dan menangkap sejumlah mahasiswa. Informasinya sejumlah mahasiswa diamankan ke Polresta Banda Aceh.

Tak hanya itu, ada beberapa mahasiswa juga ikut pingsan dalam ricuh tersebut.

Bahkan, para warga yang duduk di café dan warkop sekitar DPRA ikut panik, karena asap dari gas air mata mengepul tinggi.

Baca juga: Akademisi USK Sebut Demokrasi di Indonesia Sedang Tak Baik-baik Saja, Dukung Demo Mahasiswa

Mahasiswa sejak awal memang sudah menyatakan terus menggelar aksi ini hingga 27 Agustus 2024.

Pasalnya mereka tak percaya dengan pernyataan DPR RI yang mengungkapkan, jika revisi UU PIlkada dibatalkan.

Sehingga mereka memilih mengawal hingga pendaftaran peserta Pilkada, untuk memastikan RUU Pilkada tak dilaksanakan secara diam-diam dan KPU menggunakan keputusan MK.

Mahasiswa juga ingin memastikan jika proses demokrasi di Indonesia dijalankan dengan benar.

Aksi ini memang sejak awal sudah tegang, dengan diwarnai saling dorong antara mahasiswa dan polisi, karena mahasiswa berusaha merangsek masuk ke dalam ruang sidang DPRA. Pasalnya, tidak ada satupun pimpinan DPRA yang menemui mahasiswa.

Pantauan Serambinews.com, mahasiswa mulai mendatangi gedung DPRA mulai pukul 16:00 WIB.

Mereka datang bergelombang dalam beberapa kelompok. Peserta aksi memarkir kendaraan di gedung BCA Syariah (depan BSI Syariah).

Lalu mahasiswa berjalan kaki sambil berorasi ke Gedung DPRA.

Terlihat dari jas almamater, peserta aksi didominasi oleh mahasiswa Universitas Syiah Kuala, Universitas Serambi Mekkah dan UIN Ar Raniry.

Meskipun juga ikut bergabung sejumlah kampus lain dan perwakilan CSO/Organisasi masyarakat sipil.

Sesampai DPRA, mahasiswa sempat dihadang masuk oleh polisi.

Namun setelah adanya negosiasi dan aksi dorong-dorong gerbang, mahasiswa pun diperbolehkan masuk ke halaman gedung dan berorasi.

Dalam aksinya, mereka menolak RUU Pilkada, yang dinilai telah merusak nilai-nilai demokrasi.

Ketidakhadiran Pimpinan DPRA memang membuat mahasiswa tak puas.

Ditambah lagi adanya kekhawatiran dan tidak percaya terhadap DPR RI yang telah membatalkan RUU Pilkada.

Keputusan mahasiswa yang ingin bermalam di DPRA dibubarkan polisi, hingga berakhir ricuh.

Juru Bicara Aksi, Habibi menyampaikan, dalam aksi itu mereka membahas tentang demokrasi Indonesia yang telah dirusak oleh Presiden Jokowi beserta rezimnya.

Sehingga presiden dua periode itu dinilai telah membawa Indonesia kembali ke era orde baru.

Ada empat poin tuntutan mahasiswa, diantaranya yaitu menolak revisi undang-undang Pilkada, mendesak KPU untuk menjalan pilkada berdasarkan keputusan Mahkamah Konstitusi (MK).

 “Ini adalah aksi solidaritas dari mahasiswa Aceh yang memiliki keresahan bersama atas kondisi demokrasi Indonesia pada hari ini,”ujarnya.

Mahasiswa yang diperkirakan mencapai seribuan itu menyatakan kekecewaan terhadap Ketua DPRA, Zulfadhli dan pimpinan lainnya, karena tidak menjumpai mereka untuk mendengarkan aspirasi.

Dalam aksi itu, mahasiswa hanya dijumpai oleh Sekretaris Komisi 1 DPRA, Yahdi Hasan.

Politisi PA itu menyatakan jika Ketua DPRA sedang berada di Jakarta.

Namun, mereka berkali-kali menolak Yahdi Hasan.

Mereka menginginkan Ketua DPRA hadir langsung ke hadapan mereka.

Karena kecewa, mahasiswa sempat berusaha masuk ke dalam gedung DPRA untuk menduduki ruang sidang.

Namun, upaya itu dihadang oleh polisi yang sudah dilengkapi dengan pakaian anti huru-hara dan tameng.

Sehingga mahasiswa dan polisi pun sempat terlibat saling dorong.

Mahasiswa mengaku, mereka akan terus mengawal dan menggelar aksi hingga 17 Agustus atau sampai mereka memastikan, jika RUU Pilkada tidak dijalankan dan penyelenggara Pilkada menggunakan keputusan MK.

Baca juga: VIDEO Mahasiswa Aceh Bergerak! Gelar Aksi Demo Geruduk DPRA Tolak Pengesahan RUU Pilkada

Kawal sampai pendaftaran calon

Meskipun DPR RI sudah menyatakan membatalkan pembahasan RUU Pilkada, namun mahasiswa tidak mempercayai begitu saja pernyataan politikus tersebut.

Oleh karena, kata Habibi, mereka akan terus mengawal dan menggelar aksi sampai 27 Agustus 2024.

“Meskipun Dasco (Wakil Ketua DPR RI) sudah menyatakan dibatalkan, bagi kami itu tidak dibatalkan, itu hanya sementara. Jadi kami akan menggelar aksi sampai tanggal 27 Agustus, yang aman pada hari itu adalah pendaftaran calon, kami memastikan bahwa ketetapan itu harus benar-benar dijalankan,” ujar Jubir Aksi, Habibi.

Mereka akan terus mengelar aksi itu untuk memastikan, jika DPR RI tidak menjalankan RUU tersebut dan mematuhi keputusan MK.

“Jika ketetapan itu ada dari DPR RI, maka kami akan membubarkan barisan,” ujarnya.(*)

Baca juga: BREAKING NEWS VIDEO - Demo Tolak RUU PIlkada di Lhokseumawe Ricuh, Polisi Semprotkan Water Cannon

 

Berita Terkini