Mahasiswa melaporkan komisioner KIP lantaran putusan yang dikeluarkan dinilai kontroversial lantaran menyatakan pasangan calon Walikota Subulussalam, H Affan Alfian Bintang dan Irwan Faisal tidak lulus syarat pencalonan atas alasan bukan orang Aceh.
Laporan Khalidin Umar Barat I Jakarta
SERAMBINEWS.COM, JAKARTA - Sejumlah mahasiswa melaporkan komisioner Komisi Independen Pemilihan (KIP) Kota Subulussalam ke Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP) RI, Senin (23/9/2024) di Jakarta.
Laporan tersebut terkait Surat Keputusan Nomor 32 Tahun 2024 tentang Penetapan Pasangan Calon Wali Kota/Wakil Wali Kota Subulussalam peserta Pilkada tahun 2024.
Mahasiswa melaporkan komisioner KIP lantaran putusan yang dikeluarkan dinilai kontroversial lantaran menyatakan pasangan calon Walikota Subulussalam, H Affan Alfian Bintang dan Irwan Faisal tidak lulus syarat pencalonan atas alasan bukan orang Aceh.
Salah seorang mahasiswa Subulussalam yang mengadukan komisioner KIP Subulussalam, Haekal Saniarjuna kepada Serambinews.com mengatakan jika putusan penetapan paslon terjadi pelanggaran kode etik berat.
Menurut Haekal, keputusan KIP Kota Subulussalam sangat diskriminatif dan menyalahi aturan yang ada.
“Hari ini saya melaporkan teradu Ketua KIP Kota Subulussalam Asmiadi yang telah mengeluarkan Keputusan Nomor 32 Tahun 2024 tentang Penetapan Pasangan Calon Peserta Pemilihan Walikota Subulussalam 2024 yang sangat diskriminatif atas suku tertentu,” kaya Haekal.
Baca juga: Bintang Terima Surat Rekomendasi dari DPP PAN untuk Maju di Pilkada Subulussalam
Menurut Haekal gugatan terkait orang Aceh terhadap H Affan Alfian Bintang sudah pernah ditolak PTUN Banda Aceh dan sudah memiliki kedudukan hukum tetap.
Karenanya Haekal mengatakan seharusnya KIP Kota Subulussalam menggunakan kasil PTUN tersebut sebagai pedoman dalam membuat keputusan.
“Keputusan KIP Subulussalam tersebut tidak sesuai dengan Keputusan PTUN yang sudah berkekuatan hukum tetap, harusnya KIP mempertimbangkan Keputusan PTUN," tegas Haekal.
Haekal menambahkan bahwa Kota Subulussalam adalah daerah yang multietnis, sehingga keberagaman tersebut harus dirawat dengan memberikan kesetaraan bagi seluruh suku.
Ia menganggap diskriminasi ini berbahaya karena berpotensi menimbulkan konflik horizontal di kalangan masyarakat.
“Subulussalam ini adalah kota multi etnis, ada banyak suku, harusnya kita menjaga keberagaman ini dengan memberikan hak kesetaraan bagi semua suku, bukan malah mengasingkan suku tertentu," ujar Haekal.
Baca juga: Minta Restu Maju Pilkada Subulussalam, HRB Sowan ke Majelis Syuro Ponpes Darul Mutaalimin
Haekal juga mempertanyakan mengapa baru kali ini KIP Subulusalam tidak meluluskan calon yang bukan suku Aceh.
Padahal, lanjut Haekal, dalam tiga Pilkada sebelumnya, Pilkada 2008, 2013 dan 2018, KIP Subulussalam memberikan kesempatan bagi semua masyarakat Subulussalam yang memiliki KTP dan sudah menjadi permanent residence di Subulussalam untuk bisa mencalonkan diri sebagai wali kota.
“Kita juga mempertanyakan mengapa pada Pilkada sebelumnya dapat mencalonkan, namun Pilkada 2024 ini mengapa tidak? KIP harus konsisten dalam membuat kebijakan," tegas Haekal.
Pilkada sebelumnya yakni 2008, H Affan Alfian Bintang merupakan calon wakil wali kota terpilih, kemudian pada Pilkada 2013 menjadi calon wali kota dan pada Pilkada 2018 merupakan wali kota terpilih periode 2019 - 2024.
Haekal berharap DKPP dapat segera menindaklanjuti laporan tersebut dan segera memberikan sanksi etik berat kepada Ketua KIP Subulussalam Asmiadi .
Setelah melaporkan ke DKPP, Haekal juga akan melaporkan kasus ini kepada Ketua Bawaslu Rahmat Bagja dan audiensi ke Komisi II DPR RI.
Komisi Independen Pemilihan (KIP) Kota Subulussalam telah menerbitkan Surat Keputusan Penetapan Pasangan Calon Wali Kota dan Wakil Wali Kota Subulussalam Peserta Pilkada tahun 2024.
Surat Keputusan Nomor 32 Tahun 2024 tertanggal 22 September 2024 tersebut dipublikasisecara resmi di laman Facebook Komisi Independen Pemilihan (KIP) KotaSubulussalam dengan menyertakan file drivenya.
Namun penetapan ini membuat masyarakat Kota Subulussalam terkejut dan para pendukung menjadi riuh.
Pasalnya merujuk pada SK yang dilegalisir Sekretariat KIP Kota Subulussalam Nazaruddin tersebut menetapkan tiga dari empat pasangan yang mendaftar sebagai calon Wali Kota/Wakil Wali Kota Subulussalam.
Satu pasangan yang tak ditetapkan sebagai Calon Wali Kota/Wakil Wali Kota Subulussalam, yakni H Affan Alfian Bintang, SE/Irwan Faisal, SH (Bisa Jilid II) yang diusung Partai Hanura, Nasdem, PAN, PSI, PKN.
Dalam putusan Nomor 32 tahun 2024 tentang Penetapan Pasangan Calon Wali Kota/Wakil Wali Kota peserta pemilihan kepala daerah Kota Subulussalam tahun 2024 masing-masing; Drs Salmaza MAP/Bahagia Maha atau disingkat Sabah.
Pasangan ini maju sebagai calon wali kota/wakil wali kota melalui jalur independen atau perseorangan.
Kemudian M. Rasyid dan Nasir S.E. Pasangan yang disebut Rabbani ini diusung Partai Keadilan Sejahtera, Partai Kebangkitan Bangsa, Partai Gerakan Indonesia Raya, Partai Persatuan Pembangunan, Partai Demokrat, Partai Nanggroe Aceh.
Kemudian yang ketiga Fajri Munthe dan Karnilus. Pasangan yang disebut Fakar ini disusung Partai Golongan Karya, Partai Bulan Bintang, Partai Aceh.
SK Penetapan Pasangan Calon Wali Kota/Wakil Wali Kota Subulussalam peserta Pilkada 2024 itu dipublikasi secara resmi sekitar pukul 23.30 WIB atau jelang dinihari.
Munculnya putusan ini memicu reaksi dari pendukung pasangan calon H. Affan Alfian Bintang SE/Irwan Faisal SH.
Massa pendukung pasangan bakal calon (balon) Wali Kota/Wakil Wali Kota Subulussalam H Affan Alfian Bintang, SE/Irwan Faisal, SH atau Bisa Jilid II yang menggelar aksi unjuk rasa, Minggu (22/9/2024) jelang dini hari.
Aksi massa pendukung pasangan Balon Wali Kota Subulussalam ini memprotes keputusan Komisi Independen Pemilihan (KIP) Kota Subulussalam Nomor 32 Tahun 2024.
Unjuk rasa tersebut digelar terkait penetapan KIP Kota Subulusalam tentang penetapan pasangan calon peserta pemilihan wali kota/wakil wali kota tahun 2024.
Pasalnya, dalam putusan tersebut, KIP Kota Subulussalam hanya menetapkan tiga pasangan calon dari empat yang mendaftar sebelumnya.
Satu pasangan yang tak ditetapkan sebagai Calon Wali Kota/Wakil Wali Kota Subulussalam, yakni H Affan Alfian Bintang, SE/Irwan Faisal, SH (Bisa Jilid II) yang diusung Partai Hanura, Nasdem, PAN, PSI, PKN.
Pantauan Serambinews.com, massa pengunjuk rasa mulai bergerak ke arah kantor Komisi Independen Pemilihan (KIP) Kota Subulussalam pukul 22.30 WIB.
Mereka dicegat oleh aparat keamanan yang berjaga di simpang menuju Kantor KIP Kota Subulussalam dekat Kafe Sultan.
Para pengunjuk rasa sempat berorasi menyampaikan protes atas putusan KIP Kota Subulussalam yang dinilai telah menzalami pasangan Bintang/Salmaza.
Sebagaimana disampaikan Azhari Tinambunan atau Buyung Azhari. Menurutnya, putusan KIP Kota Subulussalam tersebut sarat kepentingan politik dan penzaliman.
Mereka pun meminta agar dapat dipertemukan dengan komisioner KIP Kota Subulussalam pada malam itu.
Buyung Azhari mengulas latar belakang lima komisioner KIP Kota Subulussalam yang dipilih atau ditetapkan oleh partai politik di DPRK Subulussalam.
Setelah menyampaikan sederet protes oleh para pengunjuk rasa, mereka sempat menyatakan akan menginap di lokasi untuk menunggu bertemu dengan komisioner KIP Kota Subulussalam.
Namun Kapolres Subulussalam AKBP Yhogi Hadi Setiawan mengingatkan jika aksi para pengunjuk rasa karena dilarang lantaran dilaksanakan di malam hari.
Di sisi lain, Kapolres AKBP Yhogi mengakumemaklumi perasaan yang dirasakan oleh massa. Namun, karena aksi di malam hari sehingga dilarang, Kapolres Yhogi meminta agar massa dapat membubarkan diri.
Sebab, kata Kapolres AKBP Yhogi polisi berkewajiban untuk menjaga keamanan dan ketertiban serta berjalannya tahapan pilkada sebagaimana mestinya.
Polisi kata AKBP Yhogi tidak masuk dalam ranah putusan karena mereka hanya bertanggungjawab mengamankan pelaksanaan pilkada dan keamanan di sana.
Dia meminta agar massa melakukan aksi di siang hari. Nanti, kata Kapolres AKBP Yhogi massa akan difasilitasi bertemu dengan komisioner KIP Subulussalam.
“Saya atas nama Kapolres Subulussalam memahami soal perasaan bapak/ibu tapi karena aksi ini malam hari dilarang. Jadi tolong nanti bubar, kalau mau menyampaikan unek-unek silakan hadir lakukan siang hari, besok akan saya fasilitasi untuk bertemu dengan komisioner KIP,” kata Kapolres Yhogi.
Adapun hal yang menjadi polemik di Pilkada Wali Kota/Wakil Wali Kota Subulussalam menyangkut Undang Undang Pemerintah Aceh (UUPA) Nomor 11 tahun 2006 serta Qanun Aceh tentang Pilkada.
Masalah ini kian bukan hanya perbincangan di masyarakat tapi media Sosial Media (Medsos).
Hal yang dipertentangkan adalah tentang Pasal 211 ayat (1) Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2006 tentang Pemerintahan Aceh, disebutkan bahwa Orang Aceh adalah setiap individu yang lahir di Aceh atau memiliki garis keturunan Aceh, baik yang ada di Aceh maupun di luar Aceh dan mengakui dirinya sebagai orang Aceh.
Definisi orang Aceh itu tersendiri sangat berbeda dengan definisi Penduduk Aceh.
Disebutkan pada pasal 212 ayat (1) Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2006 tentang Pemerintahan Aceh atau Pasal 5 ayat (1) Qanun Aceh Nomor 6 Tahun 2008 tentang Penyelenggaraan Administrasi Kependudukan.
Di mana disebutkan bahwa Penduduk Aceh adalah setiap orang yang bertempat tinggal secara menetap di Aceh tanpa membedakan Suku, Ras, Agama dan Keturunan.
Dalam ayat (2) nya disebutkan bahwa Penduduk Aceh sebagaimana dimaksud pada ayat (1) terdiri dari orang Aceh dan para pendatang yang bertempat tinggal secara menetap di Aceh.
Kemudian pada ayat (3) nya disebutkan bahwa Para pendatang sebagaimana dimaksud pada ayat (2) adalah orang yang tidak termasuk dalam kategori sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (1) dan ayat (2).
Polemik Orang Aceh sesuai dengan Qanun Aceh ini kian kontroversi antara sesama pendukung calon Wali Kota di Subulussalam itu hingga memicu aksi unjuk rasa karena putusan KIP Subulussalam. (*)