Laporan Khalidin Umar Barat | Subulussalam
SERAMBINEWS.COM, SUBULUSSALAM – Jagad maya Kota Subulussalam dihebohkan oleh sebuah video berisi rekaman keluarga pasien yang mengeluhkan pelayanan di Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) Subulussalam pada Senin (21/10/2024).
Terkait dengan video tersebut, Direktur Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) Kota Subulussalam, dr Dewi Sartika Pinem memberikan penjelasan sebagai klarifikasi agar masyarakat tidak salah paham.
Video berdurasi 11 menit 16 detik tersebut direkam seorang wanita dan menjadi viral di media sosial.
Video itu berisi komplain dari keluarga pasien yang mengaku kurang mendapat pelayanan.
Terhadap masalah tersebut, dr Dewi menjelaskan, sebenarnya pasien tersebut telah mendapat penanganan secara medis dari pihak rumah sakit.
Dikatakan dia, pasien bernama Elita Gultom ini ditangani langsung dokter jaga, dr Ridwansyah Nasution.
Menurut dr Dewi, pasien Elita adalah korban kecelakaan lalu lintas yang mengalami cidera sehingga dilarikan ke rumah sakit.
Korban tiba di RSUD Kota Subulussalam, sekitar pukul 20.30 WIB.
“Setiba di RSUD, pasien sebenarnya langsung ditangani secara medis sesuai standar operasional prosedur (SOP),” terangnya.
Berdasarkan hasil pemeriksaan medis, kata dr Dewi, pasien yang mengalami patah tulang di lengan telah dipasangi penyangga.
Selanjutnya, karena cidera dialami pasien adalah patah tulang yang disebut juga ‘patah tebu’, berdasarkan koordinasi dokter bedah harus dilakukan tindakan medis lanjutan sehingga diarahkan untuk dirujuk.
Karenanya, urai dr Dewi, untuk tindakan medis lebih lanjut terhadap si pasien harus dilakukan oleh dokter spesialis orthopaedi.
Dijelaskan juga bahwa dokter orthopedi belum ada di RSUD Kota Subulussalam sehingga disarankan untuk dirujuk ke RS yang memiliki layanan tersebut.
Dokter Dewi juga menerangkan pasien terkait merupakan korban kecelakaan lalu lintas yang penanganannya tidak ditanggung oleh BPJS sehingga harus melalui jalur umum.
Untuk itu, pihak RSUD mempersilakan keluarga pasien untuk bermusyawarah terkait masalah rujukan.
Menurut dr Dewi, ada sekitar sekitar satu jam-an, rentang waktu pihak keluarga bermusyawarah untuk mendiskusikan masalah rujukan.
Lebih jauh, dijelaskan bahwa proses merujuk pasien juga tidaklah langsung instan, tapi ada waktu dan tahapan.
Apalagi untuk rujukan ke Medan, Sumatera Utara.
Proses mengirim pasien rujukan melalui SISRUTE ke rumah sakit yang dituju dan membutuhkan waktu menunggu tanggapan dari rumah sakit terkait.
Sekitar pada jam 22.00 WIB, dokter RSUD Subulussalam langsung berkoordinasi dengan keluarga pasien atas persetujuan bersedia dirujuk atau tidak.
“Keluarga diminta minta berembuk. Sekitar pukul 22.40 WIB, keluarga bersedia dirujuk. Dokter kita berkoordinasi dengan beberapa RS di Medan dan Banda Aceh. Pukul 22.48 WIB, direspon oleh RS Bina Kasih Medan,” terang dr Dewi.
Dikatakan juga setelah melengkapi berkas yang diminta pihak RS Bina Kasih, selesai sekitar pukul 00.00 WIB.
Nah, setelah itu dokter jaga berkoordinasi dengan Menko terkait rujukannya.
Lalu, lanjut dr Dewi, karena ambulans RSUD Subulussalam sedang dalam proses perjalanan merujuk dan pulang sehingga mereka berupaya mencari pengganti.
Pihak RSUD Subulussalam menghubungi ambulans puskesmas terdekat dan di tengah menunggu tiba-tiba pecahlah persoalan tersebut.
Dokter Dewi pun memahami jika keluarga pasien kemungkin tidak sabar menunggu datangnya ambulans.
Padahal, kata dr Dewi, pada dasarnya mereka sedang melaksanakan proses namun tentunya tidak serta merta secara instan.
Dia juga menjelaskan bahwa pasien telah dirujuk sekitar pukul 01.10 WIB.
“Artinya yang membuat waktu molor adalah saat menunggu proses keluarga berembuk apakah setuju dirujuk atau tidak,” tandas dr Dewi.
Molor juga terjadi karena menunggu respon balik dari RS rujukan dari Medan dan koordinasi ambulans dari puskesmas karena kejadian sudah dini hari WIB.
Intinya, kata dr Dewi, pelayanan dan penanganan medis sudah dilakukan secara baik hanya masalah keberangkatan pasien ke RS rujukan yang sempat molor beberapa saat.
Jika pun terjadi molor sedikit, menurut dr Dewi, sebenarnya tidak masalah karena pasien itu bukan kritis atau gawat darurat.
Penjelasan ini disampaikan agar masyarakat tidak salah menyikapi video yang viral di mana seakan-akan pihak RSUD Subulussalam mengabaikan pasien.
Padahal dokter jaga telah melakukan tindakan medis terhadap pasien termasuk langkah-langkah lanjutan yaitu berkomunikasi dengan dokter bedah, menyarankan rujukan, dan tindakan lainnya.
Sebelumnya, heboh sebuah video berisi rekaman keluarga pasien mengamuk di Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) Kota Subulussalam.
Video berdurasi 11 menit 16 detik tersebut direkam seorang wanita dan menjadi viral di media sosial, Senin (21/10/2024).
Amatan Serambinews.com, video tersebut beredar di media sosial Facebook, Instagram, dan WhatsApp Groups.
Dalam video terdengar suara wanita histeris meluapkan kekecewaannya atas pelayanan RSUD Subulussalam.
Wanita yang mengaku kakak pasien itu menyampaikan rasa kecewanya karena pihak RSUD yang tak kunjung merujuk adiknya padahal dalam kondisi darurat.
Belum diketahui identitas, baik pasien maupun wanita yang merekam video dengan menggunakan bahasa salah satu daerah tersebut.
Namun, dari isi rekaman jika ditranslate ke dalam Bahasa Indonesia tampak luapan kekecewaan keluarga pasien yang merasa diabaikan.
Si wanita menjelaskan adiknya yang menjadi pasien sudah lama menunggu rujukan sejak pukul 09.00 WIB sampai pukul 01.00 WIB, pasien tak kunjung dirujuk dengan alasan mobil di RSUD rusak.
"En mo rumah sakit umum ndai, mulai jam sibah kami isenda oda lot tanggapen kaen, dirujuk tapi soh jam sada oda mang. Adikku darurat katu," ujar sang wanita dalam rekaman.
Video tersebut kini menjadi viral hingga membuat masyarakat geram terhadap pelayanan rumah sakit.
Berdasarkan isi rekaman video, tampak keluarga pasien kecewa terkait pelayanan rumah sakit karena merasa terabaikan sejak pukul 09.00 WIB, dan hingga pukul 01.00 WIB.
Sejatinya, pasien darurat itu akan dirujuk ke rumah sakit lebih tinggi, namun hingga pukul 01.00 WIB, tak kunjung dirujuk.
Alasannya ketiadaan ambulans.
Dalam video juga terucap di sana tidak ada dokter yang menangani.
Keluarga pasien juga menyatakan karena BPJS tidak ada, mereka siap membayar jalur umum.
"BPJS oda lot, umum kami bain, lot ngo kepeng kami," teriak sang wanita.
Dia bahkan mengatakan apakah mati dulu pasien baru diurus atau karena mereka orang miskin dan tidak ada saudaranya pejabat (orang atas), sehingga diabaikan.(*)