Kupi Beungoh

Momentum 20 Tahun Tsunami, Pentingnya Membudayakan Kearifan Lokal dalam Pengurangan Risiko Bencana

Editor: Saifullah
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Irwandi, SHI, MH, Pengurus Forum PRB Aceh dan Mahasiswa Doktor Ilmu Hukum USK

Oleh: Irwandi, SHI, MH 

Pengurus Forum PRB Aceh dan Mahasiswa Doktor Ilmu Hukum USK

Tahun 2024 ini, masyarakat Aceh akan memperingati  dua dekade musibah mahadahsyat gempa bumi dan tsunami yang akan dilaksanakan tanggal 26 Desember mendatang.

Adanya peringatan Bulan PRB Nasional 2024 di Aceh, menjadi modal bagi Aceh untuk mempromosikan kepada warga luar Aceh dan dunia soal kesiapsigaan dalam menghadapi bencana. 

Artinya, Aceh sudah melakukan persiapan, baik secara pengetahuan, seminar, pelatihan, kesadaran bersama, kepedulian, dan tanggung jawab bersama mengenai mitigasi bencana.

Kenapa perlu pengetahuan tentang bencana yang terjadi karena untuk mengurangi risiko-risiko yang terjadi dari dampak bencana itu sendiri.

Memang bencana, kita tidak tahu kapan terjadi dan kita tidak bisa lari dari bencana. Namun kita dapat mengurangi risiko-risiko dari bencana itu sendiri.

Konsep mitigasi bencana dalam pandangan Islam terdapat 3 sisi pandang.

Yaitu azab bagi orang yang mungkar, teguran bagi orang yang lalai, dan ujian bagi orang yang taat.

Kesadaran dan kesigapan terhadap bencana ini memiliki korelasi dengan Firman Allah SWT, yang mengatakan bahwa “Dia tidak akan mengubah keadaan suatu kaum tanpa ada usaha dan upaya dari kaum itu sendiri”. (QS. Ar-Ra’d: 11).

Bahwa dalam Islam, kita diwajibkan untuk berikhtiar untuk mempertahankan nyawa, bukannya pasrah dan abai termasuk dalam kebencanaan.

Di antaranya dengan memberi pengetahuan, pelatihan, seminar, serta modul terkait bencana, di samping ada ada penguatan mental dan psikososial.

Peringatan ini menjadi momentum untuk membangun kesadaran bersama tentang pentingnya pengetahuan soal pengurangan risiko bencana (PRB) dalam pembangunan berkelanjutan.

Peringatan tsunami bukan sekedar seremonial saja.

Namun dalam peringati tsunami di Aceh sudah diberi pembekalan dan pendidikan tanggap bencana bagi masyarakat dalam berbagai ancaman bencana yang akan terjadi serta memiliki nilai edukasi, khususnya terkait kesiapsiagaan menghadapi bencana. 

Edukasi ini menjadi poin dalam membangun kesadaran masyarakat, khususnya di daerah rawan bencana agar korban jiwa dapat diminimalisir.

Seperti halnya Nandong Smong di Kabupaten Simeulu, Provinsi Aceh, yang mengedukasi masyarakatnya melalui syair dan puisi saat pra-bencana, saat bencana terjadi, dan pasca-bencana.

Pengetahuan turun menurun seperti ini membuat signal bagi masyarakat dalam siap siagaan hadapi bencana.

Budaya kesadaran dalam menghadapi bencana sangatlah penting.

Apalagi dengan pengetahuan kearifan lokal setiap daerah masing-masing dalam mitigasi bencana.

Bahkan pengetahuan tradisional seperti ini lebih tepat dan akurat dari pada alat teknologi.

Karena kenapa, saat bencana terjadi seperti gempa dan tsunami, bisa saja sarana komunikasi dan teknologi bisa putus dan runtuh.

Aehingga alternatif yang tersisa yaitu mengedukasi dengan pengetahuan tradisional yang ada. 

Maka nilai-nilai edukasi seperti ini yang harus dimiliki oleh setiap daerah dalam kesiasiagaan menghadapi berbagai ancaman bencana.

Pemahaman tentang kesadaran masyarakat terhadap bencana ini bukan dilakukan ketika bencana sudah terlanjur terjadi, tetapi mesti ditanamkan jauh-jauh hari sebelum bencana itu datang. 

Artinya, sedari awal masyarakat sudah harus dibekali dengan berbagai pengetahuan tentang kebencanaan.

Mulai dari menjauhi daerah-daerah rawan bencana sampai dengan pengetahuan tentang strategi menghadapi bencana ketika mereka terjebak di daerah-daerah tersebut.

Di Aceh, selain gempa bumi ada berbagai bencana lain yang terjadi, di antaranya banjir bandang, serta kebakaran hutan dan lahan (karhutla).

Banjir saat ini yang terjadi di wilayah Trumon, Aceh Selatan dan Aceh Tamiang ini merupakan banjir langganan saat musim hujan tiba. 

Maka pengetahuan pencegahan dan mitigasi ini perlu didasari kepada masyakat yang dekat wilayah rawan banjir, serta pemerintah daerah, dan pusat harus serius memikirkan lokasi–lokasi yang rawan banjir.

Seperti yang diketahui, banjir dan longsor akibat olah tangan manusia yang melakukan Illegal logging dan aktivas lainnya yang merusak lingkungan serta pengelolaan lingkungan yang tidak tepat.(*)

Berita Terkini