Laporan Aisyah Hartin
SERAMBINEWS.COM, BANDA ACEH – Bencana gempa bumi dan tsunami yang melanda Aceh pada 26 Desember 2004, meninggalkan duka yang sangat mendalam bagi seluruh masyarakat di Aceh.
Gelombang air yang begitu dahsyat, memporak-porandakan seluruh rumah dan bangunan yang berada di Banda Aceh dan sekitarnya, tetapi juga meninggalkan jejak sejarah yang tidak terlupakan.
Salah satu saksi bisu dari betapa dahsyatnya gelombang air ini adalah sebuah kapal kayu nelayan yang terdampar di atas rumah milik seorang warga, yang biasa disebut dengan “kapal diatas rumah”.
Kapal ini berbobot 20 ton, dengan panjang 25 meter dan lebar 25,5 meter yang berlokasi di Jalan Tanjung, Gampong Lampulo, Banda Aceh.
Berada ditengah permukiman warga yang begitu padat, kapal diatas rumah ini juga menjadi monumen bersejarah dari bencana tsunami yang terjadi pada 2004 silam.
Sebelum bencana itu terjadi, kapal kayu tersebut berada di pelabuhan ikan sedang dilakukan perbaikan.
Kemudian, saat air laut menghantam permukiman Gampong Lampulo, kapal tersebut terseret hingga 1 kilometer jauhnya dari tempat awal docking.
Lalu saat air laut surut beberapa menit kemudian, kapal kayu itu tersangkut diatas rumah warga milik ibu Abasyiah.
Nilawati, selaku penjual sekaligus pemandu objek wisata ini, mengatakan kapal kayu ini menjadi penyelamat bagi 59 orang korban bencana tsunami 2004 lalu.
Kapal tersebut tidak diturunkan hingga saat ini dan dijadikan monumen bersejarah serta menjadi salah satu objek wisata yang menarik, baik itu wisatawan lokal maupun wisatawan mancanegara.
Monumen ini terdiri dari dua lantai yang dapat diakses oleh pengunjung, dimana pada lantai pertama terdapat puluhan nama warga gampong lampulo yang meninggal dunia pada bencana tsunami ini.
Sementara, pada lantai kedua terdapat beberapa foto penampakan kondisi Aceh setelah dilanda tsunami.
Salsabila, pengunjung asal Pidie, memberikan pendapatnya setelah melihat objek wisata dan mendengar kisah mengenai kapal kayu tersebut.
"Ketika mendengar cerita wak kolak yang merupakan saksi dari musibah itu, sangat benar-benar terharu dan tidak menyangka kapal atas rumah tersebut dapat menyelamatkan beberapa nyawa," ujarnya.
Amat, pengunjung lain asal Simeulue, juga mengungkapkan rasa kagumnya setelah mendatangi monumen bersejarah itu.
"Saya cukup kagum bagi masyarakat Aceh yang sangat antusias dalam menjaga sebuah kapal sisa bencana Tsunami. Masyarakat di sini sangat mengenang bencana tsunami yang melanda mereka kala itu, bahkan sisa-sisa bekas tsunami mereka jaga dan rawat,"
"Berkunjung kemari merupakan salah satu kesenangan tersendiri bagi saya, di mana saya bisa melihat sendiri sisa-sisa akibat bencana tsunami,"
"Tapi yang paling saya kagum, terhadap masyarakat sekitar yang tetap menjaga kapal ini, padahal kalau di pikir ngapain kapal ini di sini, tidak di kembalikan saja ke tempat asalnya. Salut sama masyarakat di sini, " ungkapnya kepada Serambinews.
Kemudian, jika pengunjung ingin melihat kapal kayu ini dengan lebih dekat, terdapat jalan menanjak yang dapat dilewati menuju ke kapal.
Pada sekitaran monumen ini juga terdapat beberapa kios yang menjual pakaian berbordir motif Aceh, souvenir dan jajanan berkhas kan Aceh, yang dapat dibeli para pengunjung.
Hal ini juga berdampak baik bagi pertumbuhan ekonomi masyarakat di sekitar monumen.
Tempat ini ramai dikunjungi setiap hari Selasa, terutama ramai dikunjungi oleh negeri Jiran Malaysia.
Menurut pantauan Serambinews.com, kebersihan objek wisata ini terlihat sangat terjaga, dan terlihat rapi.
Serta kondisi kapal kayu yang tampak sangat terawat.
Monumen ini dijaga dan dirawat warga sekitar serta dikelola bersama Dinas Pariwisata Aceh.
Tempat ini dapat dikunjungi setiap hari pukul 08.00-18.00, objek ini juga tidak di pungut biaya, hanya ada kotak sumbangan untuk perawatan dari objek wisata tersebut.
Pengunjung hanya perlu membayar parkir Rp. 2000 saja.
Kehadiran monumen ini, bukan hanya sebagai pengingat tragedi, tetapi juga sebagai sarana untuk bermuhasabah diri atas bencana alam yang melanda Aceh.
Dengan setiap langkah menuju kapal, pengunjung tidak hanya melihat bangunan, tetapi juga merasakan getaran sejarah yang menyentuh hati, serta semangat juang masyarakat aceh untuk bertahan hidup pada kala itu. (*)
CEK ARTIKEL LAINNYA TENTANG WISATA ACEH DI SINI
BACA BERITA SERAMBI LAINNYA DI GOOGLE NEWS