"Ketika kita ditanya tentang kejayaan Aceh sebagai kerajaan Islam terbesar di Asia Tenggara, bukti fisiknya tidak banyak karena istana dan bangunan kerajaan banyak yang dihancurkan saat penjajahan Belanda. Namun, kita masih memiliki tiga bukti utama yang tak terbantahkan yakni manuskrip, batu nisan, dan koin emas," tegasnya.
Laporan Muhammad Nasir | Banda Aceh
SERAMBINEWS.COM, BANDA ACEH - Rektor UIN Ar-Raniry, Prof Dr Mujiburrahman MAg membuka pameran keliling koleksi Museum Aceh di Museum UIN Ar-Raniry, Senin (2/12/2024).
Pameran bertema "Kenali Sejarah Agar Tak Salah Melangkah" ini berlangsung mulai 2 hingga 6 Desember 2024.
Kegiatan tersebut merupakan kolaborasi antara Museum Aceh, Museum UIN Ar-Raniry dan Prodi Sejarah dan Kebudayaan Islam (SKI) sebagai upaya memperluas akses informasi dan memperkenalkan warisan budaya Aceh kepada generasi muda.
Dalam sambutannya, Mujiburrahman mengapresiasi dukungan Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Aceh serta UPTD Museum Aceh.
Menurutnya, pameran ini memberikan kesempatan bagi masyarakat, khususnya mahasiswa, untuk memahami kekayaan budaya Aceh.
“Kami berterima kasih atas kolaborasi yang terjalin. Pameran ini memperlihatkan ragam kebudayaan dan kekayaan naskah yang ditinggalkan oleh generasi emas Aceh terdahulu. Kegiatan seperti ini penting dilanjutkan dengan pameran museum keliling sebagai upaya menjaga dan melanjutkan estafet sejarah masa depan,” ujar Mujiburrahman.
Menurut Mujiburrahman, museum bukan hanya tempat menyimpan artefak, tetapi juga menjadi jembatan sejarah yang menghubungkan generasi muda dengan peradaban masa lalu.
"Ketika kita ditanya tentang kejayaan Aceh sebagai kerajaan Islam terbesar di Asia Tenggara, bukti fisiknya tidak banyak karena istana dan bangunan kerajaan banyak yang dihancurkan saat penjajahan Belanda. Namun, kita masih memiliki tiga bukti utama yang tak terbantahkan yakni manuskrip, batu nisan, dan koin emas," tegasnya.
Manuskrip Aceh, lanjut Mujiburrahman, tersebar di berbagai pelosok negeri bahkan hingga ke luar negeri.
Beberapa negara seperti Jepang dan Jerman, telah menunjukkan perhatian dalam upaya preservasi manuskrip tersebut.
“Prioritas kita sekarang adalah restorasi dan digitalisasi manuskrip. Ini adalah langkah awal yang penting sebelum beralih ke penelitian yang lebih mendalam,” tambahnya.
Baca juga: Museum Tsunami Dinobatkan Jadi Museum Komunikatif
Rektor UIN Ar-Raniry juga menyoroti pentingnya mematenkan warisan budaya, seperti motif ukiran dan batik yang terdapat dalam manuskrip Aceh agar tidak diklaim pihak lain.
“Kita memiliki kekayaan budaya yang luar biasa, termasuk motif batik dan ukiran kayu. Ini harus segera dipatenkan oleh Dinas Kebudayaan agar tidak diambil alih oleh pihak lain,” ujarnya.