Kilas Balik Tsunami Aceh 2004

Kisah Mereka Selamat dari Bencana Tsunami Aceh: Terkubur 7 Hari hingga Ditolong Tong Sampah

Penulis: Agus Ramadhan
Editor: Yeni Hardika
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Sebuah arsip berita Harian Serambi Indonesia edisi Rabu 12 Januari 2005 - Teungku Sofyan tergolek di RS Kesdam Banda Aceh setelah tujuh hari tertimbun di reruntuhan

Kisah Mereka Selamat dari Bencana Tsunami Aceh: Terkubur 7 Hari hingga Ditolong Tong Sampah

SERAMBINEWS.COM – Bencana dahsyat gempa dan tsunami Aceh yang terjadi pada 26 Desember 2004 silam telah meninggalkan cerita yang tak pernah dilupakan.

Banyak dari para korban Tsunami Aceh yang selamat dengan berbagai pertolongan dari Tuhan yang Maha Kuasa, Allah SWT.

Serambinews.com pada hari ini, Kamis (26/12/2024) mengangkat kisah dua korban yang selamat dari bencana Tsunami Aceh.

Mereka adalah Teungku Sofyan, seorang pria yang tergulung ombak tsunami dan terkubur selama 7 hari, namun Allah SWT masih memberikannya kesempatan hidup.

Lalu kisah gadis SMP bernama Dihra yang dihantam gelombang tsunami dan berusaha keras menyelamatkan hidupnya dengan mengandalkan tong sampah.

Bagaimana kisah mereka selengkapnya?

kondisi Masjid Raya Baiturrahamn setelah Tsunami menerjang ()

Tepat pada hari ini, Kamis, 26 Desember 2024, masyarakat Aceh mengenang tragedi dahsyat bencana gempa dan Tsunami yang melanda Aceh pada 2004.

Peristiwa ini menjadi tragedi bencana alam yang paling membekas dalam ingatan masyarakat Aceh.

Gempa yang berkekuatan 9,0 SR yang disusul gelombang tsunami setinggi 30 meter menghantam dataran Aceh, menimbulkan lembaran duka dalam sejarah Indonesia.

Ratusan ribu nyawa manusia menjadi korban dari bencana mahadahsyat abad ini.

Sebuah arsip berita Harian Serambi Indonesia edisi Rabu 12 Januari 2005, bercerita tentang kisah korban gempa dan tsunami yang berhasil diselamatkan setelah tergulung ombak dan tujuh hari tertimbun di reruntuhan.

Artikel ini kembali dimuat untuk memperingati 20 tahun bencana Tsunami Aceh 2004

 

Kisah Mereka yang Selamat dari Bencana Tsunami: Teungku Sofyan Terkubur Tujuh Hari

Tuhan maha berkehendak. Teungku Sofyan (pada saat itu berumur 20 tahun) yang digulung ombak tsunami hingga beberapa kilometer.

Kemudian tertimbun reruntuhan bangunan selama tujuh hari tanpa makan tanpa minum, kini masih kuat bertahan hidup.

Saat ditemukan kondisi Teungku Sofyan sangat menyedihkan. Tubuhnya penuh luka.

Kondisinya sangat lemah. Hanya matanya yang bergerak-gerak.

Dia ditemukan warga terkubur di reruntuhan bangunan. Saat itu yang terlihat hanya bagian kepala dan tangannya.

Tidak diperoleh informasi lebih detail di mana Sofyan di temukan.

Beberapa saksi yang ditemui di Rumah Sakit Kesdam Banda Aceh hanya menyebutkan di wilayah Aceh Jaya.

Mereka hanya menyebutkan Sofyan ditemukan ditumpukan reruntuhan bangunan dan sampah-sampah yang terbawa air saat para warga tengah mencari sanak saudaranya.

Tempat ditemukan Sofyan itu letaknya beberapa kilometer dari tempat tinggal Sofyan.

Menurut keterangan warga, Sofyan ditemukan pada hari ketujuh (2/1/2005). Saat ditemukan Sofyan masih bisa minum air putih.

"Saat itu kondisinya memang lemah sekali. Ia lemas. Tapi waktu kami kasih air putih, masih bisa meneguknya," ujar salah satu warga.

Warga bisa menemukan Sofyan karena saat melintas di puing-puing reruntuhan mendengar ada rintihan. 

"Kami tidak mengira ada orang di reruntuhan itu. Kami dengar sayup sayup ada orang merintih. Kami cari, dia kelihatan kepala sama tangannya," tambahnya.

(Pada saat itu) kondisi Sofyan masih lemah. Ia belum bisa berkomunikasi.

Namun luka-lukanya sudah mulai mengering.

 

Tong Sampah Selamatkan Dihra Dari Ganasnya Tsunami

Hadiratul Uhra putri bungsu Ketua Pengadilan Tinggi Agama (PTA) Provinsi Aceh, Drs H Sofyan Muhammad Saleh SH selamat dari ganasnya gelombang tsunami yang melanda Kota Banda Aceh, Minggu (26/12/2004) lalu.

Hadiratul Uhra yang sehari-hari dipanggil Dihira (berusia 13 tahun pada saat tsunami), pelajar kelas 1 MTSN Model Banda Aceh itu bisa selamat berkat ketenangannya menghadapi maut.

Dihra ketika dijumpai Serambi, Kamis (7/1/2004) di Komplek BTN Asamera Langsa di rumah tantenya, mengisahkan dirinya selamat dari gelombang tsunami setelah melompat ke tong sampah yang sedang terapung.

Ketika air bah itu mengganas kebetulan Dihra sudah berada di atas bubung mobil labi-labi berkat diselamatkan seseorang yang disebutnya abang-abang.

Namun mobil labi-labi itu juga akhirnya tenggelam, kebetulan Dihra melihat tongsam pah besar yang mengapung.

Segera saja dia meloncat ke dalam tong sampah yang di dalamnya masih terdapat banyak sampah bau busuk.

Dipegangnya erat-erat tong sampah tersebut sembari berfikir dan menjaga keseimbangan.

Seorang ayah dibantu rekannya berusaha sekuat tenaga menyelamatkan putrinya yang diseret gelombang tsunami dalam Krueng Aceh di bawah Jembatan Pante Pirak, Banda Aceh, Minggu, 26 Desember 2004. Foto ini baru diperoleh kembali hari Kamis 13 Januari 2005 setelah seseorang mengantar kamera Serambi yang sempat hilang ketika bencana tsunami terjadi. (Serambi/Bedu Saini) (DOKUMEN HARIAN SERAMBI INDONESIA)

Dikatakan Dihra, sebelum dia lama berfikir, tiba-tiba sejumlah orang juga melompat ke tong sampah yang sedang dikenderai Dihra tersebut.

Karena sudah melewati kapasitas, tong sampah bersama sejumlah orang yang ada di dalamnya tenggelam.

Meskipun Dihra mengaku tidak bisa berenang, tapi dia sempat menangkap sepotong kayu untuk tetap bertahan hidup.

Selanjutnya dengan kayu itu dia berusaha melihat peluang lain untuk terus berjuang agar tetap selamat.

Hingga akhirnya Dihra sampai di bubung rumah penduduk.

Bertahanlah Dihra sekitar dua jam di bubung rumah tersebut menyusul air bah tsunami itu surut.

Setelah dipastikan situasi aman dia turun dan bergabung dengan sejumlah orang.

Kemudian Dihra bersama orang yang bernasib sama dengan dirinya naik truk reo TNI dibawa ke lokasi penggungsi di wilayah Jantho Aceh Besar.

Kebetulan Dihra tidak tinggal di kamp penggungsian, tapi di rumah seorang penduduk yang dilukiskan cukup berbaik hati padanya.

Dihra mengaku tidak inga pasti siapa nama pemilik rumah tersebut, tapi katanya ibu pemilik rumah itu selalu di panggil Mak Nong. (*)

(Arsip Serambi Indonesia/Serambinews.com/Agus Ramadhan)

Berita Terkini