Di tengah gemuruh narasi pembangunan yang kerap mengagungkan investor besar dan modal asing, Bireuen mencoba jalan berbeda. Di bawah kepemimpinan Bupati H Mukhlis Takabeya, Kabupaten Bireuen sedang menorehkan sejarah baru dengan pendekatan yang berpihak kepada putra daerah. Dalam wawancara eksklusif dengan Serambi Indonesia, pekan lalu, sang bupati menyampaikan tekad bulatnya untuk menggandeng pengusaha lokal membangun industri pengolahan, khususnya pabrik refinery minyak kelapa sawit (CPO). Langkah ini bukan sekadar wacana, melainkan aksi nyata menciptakan lapangan kerja dan mengentaskan kemiskinan. Di tengah tantangan investasi yang kerap menghantui Aceh, komitmen Mukhlis layak dapat apresiasi.
Mukhlis tak main-main. Ia memilih mengandalkan pengusaha lokal yang dipanggilnya Haji Subar dan Bang Lukman, yang telah memulai pembangunan pabrik CPO dan bersiap mendirikan refinery untuk menghasilkan minyak goreng, sabun, dan mentega. "Kita utamakan investor lokal agar manfaatnya dirasakan anak cucu kita," tegasnya. Tak hanya bicara, ia juga berupaya memangkas aturan yang berbelit dan memberi dukungan penuh, termasuk percepatan pembangunan Pabrik Kelapa Sawit (PKS) yang ditargetkan beroperasi akhir tahun ini.
Keputusan ini bukan tanpa alasan. Mukhlis paham betul bahwa investor asing kerap hanya memberi janji manis. Banyak MoU ditandatangani, tapi realisasi di lapangan? Nihil! Sementara CPO Aceh terus mengalir ke luar daerah—bahkan luar negeri—tanpa ada nilai tambah berarti bagi masyarakat. Akibatnya, Aceh terjebak dalam lingkaran ekspor bahan mentah, sementara industri pengolahan tak pernah terwujud. Angka kemiskinan pun sangat sulit turun, malah banyak ‘berpindah’ ke anak cucu.
Mukhlis melihat peluang emas di balik tantangan ini. Dengan mendorong pengusaha lokal membangun refinery, Bireuen bisa menjadi pusat pengolahan CPO se-Aceh. Bayangkan, CPO yang selama ini dijual mentah, lalu bisa diolah di Aceh menjadi minyak goreng, sabun, atau mentega. Ini merupakan produk bernilai jual tinggi yang menciptakan lapangan kerja dan mendongkrak Pendapatan Asli Daerah (PAD), jika berhasil diwujudkan.
Langkah ini juga menjadi solusi cerdas menyongsong berakhirnya Dana Otsus pada 2027, dimana penerimaan Aceh akan menyusut drastis. Ketimbang terus bergantung pada anggaran pusat, Bireuen berupaya berdikari dengan menggali potensi lokal. Inilah kemandirian yang sesungguhnya.
Mukhlis mengaku tak mau terjebak ilusi investor asing. Bukan menolak, tapi bersikap rasional saja, seraya tentu berupaya memperbaiki iklim investasi untuk memikat pemilik modal.
"Mereka banyak bohongnya," begitu kesannya terhadap investor asing. Faktanya, banyak dari mereka memang hanya tertarik mengeksploitasi sumber daya alam—emas, batu bara, atau minyak bumi—yang memberi untung instan dan besar, lalu kemudian meninggalkan lingkungan yang rusak parah. Sementara industri pengolahan seperti minyak goreng, atau turunan CPO lainnya, dianggap merepotkan dan kurang menarik.
Sudah sejak lama berkecimpung di dunia usaha, Mukhlis Takabeya tentu punya pemahaman yang sangat rasional tentang investasi. Dengan fokus pada pengusaha lokal, ia tak sekadar berusaha mengubah kedekatan emosional antara pengusaha dan warga setempat yang dapat menggerakkan ekonomi, tapi juga menanamkan rasa bangga atas kolaborasi bersama.
Yang harus diupayakan terus menerus adalah menciptakan suasana yang bisa membuat investor tergerak untuk menanamkan modalnya, dari mana pun asalnya. Kini, Bireuen coba membuka wawasan kita semua. Jalan yang on the tract ini memang masih menanti pembuktian lanjutan, sehingga menjadi contoh bagi kabupaten/kota lain. Tinggal saja kemudian menyesuaikan dengan potensi lokal daerah masing-masing.(*)
POJOK
Bupati Bireuen gandeng investor lokal bangun pabrik pengolahan CPO
Kita tunggu hasilnya
Politisi PPP Aceh didakwa tampar anak SD
Dewan ternyata krisis di segala lini, termasuk kematangan emosional
Azhari Cage bawa aspirasi pemuda Aceh
Mantap! Semoga tak lagi hanya mengurus pemulangan mayat