SERAMINEWS.COM, BANDA ACEH - Masih terekam dalam ingatan Munira (74) pada medio 2006 silam saat ia mengantar kakak iparnya ke Bandara Sultan Iskandar Muda (SIM) Blang Bintang, untuk menunaikan ibadah haji. Dibalik jeruji besi pagar bandara, ia hanya bisa melampaikan tangan ke arah pesawat yang lepas landas menuju tanah suci.
Sepulang dari bandara, Munira yang merupakan seorang janda, kembali ke rutinitasnya di Gampong Lheue Cureh, Kecamatan Indrapuri, Aceh Besar. Ia mengurusi dua petak sawah, yang saat itu jadi tanggung jawabnya, setelah sang suami meninggal pada tahun 2002.
Tempat tinggal Munira berada satu garis simetris dengan landasan Bandara SIM dan berjarak hanya 15 Km saja. Oleh karena itu, saat musim haji, maka nyaris dua pekan pesawat berbadan besar terbang rendah di atas meraung-raung sawahnya, saat landing maupun lepas landas.
Melepas kepergian ipar di bandara dan melihat pesawat haji di atas kepalanya, perasaan munira bercampur aduk, ia nelangsa, di tengah terik matahari, matanya berkaca-kaca. Munira memendam impian besar untuk melihat Baitullah. Namun sebagai janda dengan 5 anak, dan hanya mengurus dua petak sawah, terkadang impiannya seperti hanya sebuah khayalan.
“Lam cot uroe wate lon di blang, lon kalon nyan kapai haji di ateuh, sedih cit lon kalon. Lon meudoa “ya Allah kak lon ka trok panggilan, peu keuh lon ek trok u tanoh suci,” (Di bawah terik matahari, saat berada di sawah, saya lihat pesawat haji terbang di atas, perasaan saya sedih juga. Saya pun berdoa “ya Allah kakak saya sudah sudah ada panggilan (ke Baitullah), apa saya bisa juga sampai ke tanah suci”.),” kenang Munira, saat ditemui di rumahnya, Senin (5/5/2025).
Ia sadar usianya saat itu sudah berkepala lima dan masih memiliki tanggungan anak. Bahkan seorang anaknya dalam kondisi sakit terbaring di rumah. Namun keinginannya untuk melihat tanah suci begitu besar, akhirnya menguatkan tekad untuk menabung.
Sejak saat itu, setiap ada hasil panen, ia menyisihkan sedikit uang untuk ditabung. “Jadi hasil sawah tetap untuk makan sehari-hari dulu, lalu anak-anak dan saya bayar zakat, kalau ada sisanya baru ditabung, kadang Rp 1 juta, kadang bisa Rp 2 juta,” ujar Munira kepada Serambi.
Ia beruntung memiliki anak-anak yang mendukung dan memberi peran dalam mewujudkan impiannya. Saat suaminya meninggal, ia hidup bersama 5 anaknya; 4 laki-laki, 1 perempuan.
Ia bercerita, uang yang disisihkan dari menjual gabah, diserahkan kepada anak keempatnya, yang saat itu sudah beranjak dewasa. Lalu, uang itu diserahkan kepada anak nomor dua yang tinggal di rumah terpisah dengannya.
Oleh anak ketiganya, uang tabungan Munira tak hanya disimpan. Namun ia menginvestasikannya dengan membeli emas dan sapi. Alhasil, tabungan Munira pun bertambah dengan cepat. Pada 2012 lalu, ia merasa jika tabungannya sudah cukup. Lalu oleh anak bungsunya, ia pun mendaftarkan diri sebagai calon jamaah haji.
Saat mendaftar, Munira sempat diberitahu kemungkinan dia akan berangkat ke tanah suci pada 2018. Namun itu hanya perkiraan para petugas. Karena pada 2018 terjadi renovasi Masjidil Haram yang membuat kuota jamaah dikurangi. Nama Munira pun tak masuk jamaah manifest 2018.
Lalu untuk haji selanjutnya, wabah Covid-19 menyerang seluruh dunia. Lagi-lagi Munira belum mendapatkan panggilan. Saat itu dirinya hanya pasrah dan menunggu waktu panggilan saja. “Alhamdulillah tahun ini saya dapat panggilan,” ujar Munira.
Ia pun tergabung dalam Kloter 11, bersama jamaah Banda Aceh dan Pidie Jaya. Mereka akan terbang ke Arab saudi pada 29 Mei 2025 nanti. Munira pun kembali mendapatkan kemudahan. Anak pertamanya, Syahrial yang sudah mendaftar haji beberapa tahun lalu, sesuai regulasi Kemenag, bisa dipercepat keberangkatan untuk menemani dirinya.
Selain itu, hal yang tak disangka Munira, abang kandungnya yang menetap di Takengon dan keponakannya yang menetap di Aceh Besar juga akan berangkat tahun ini. Meskipun berbeda kloter, tapi setidaknya Munira memiliki kerabat di sana.
Anak bungsu Munira, Almuzanni menyampaikan, semua uang berangkat haji ibunya berasal dari hasil menjual padi dan ditabung sedikit demi sedikit. Katanya, uang tabungan ibunya memang sengaja diinvestasikan agar bertambah.
Jelang keberangkatan, Munira sangat bersemangat menjaga kondisi tubuhnya agar terus prima. Ia tak lagi turun ke sawah atau bepergian jauh. Apalagi ia memiliki masalah dengan lutut, karena pernah terjauh di sawah. Selamat menunaikan ibadah haji Nek Munira. Alhamdulillah, tercapai impian yang ditekadkan sejak 19 tahun silam.(mun)