SERAMBINEWS.COM, BANDA ACEH - Petugas Imigrasi Kelas I TPI Banda Aceh mengamankan dua Warga Negara Asing (WNA) asal Pakistan dan Malaysia, yang diduga menyalahi izin tinggal di Indonesia. Kepala Kantor Imigrasi Kelas I TPI Banda Aceh, Gindo Ginting, mengatakan, kedua WNA yang diamankan tersebut yakni berinisial MA (57) asal Pakistan dan berinisial MK (50) asal Malaysia. Keduanya diamankan di waktu berbeda.
Gindo menyebut, satu di antara dua WNA ini, yakni MK sudah menikah secara ilegal dan memiliki keluarga di Aceh. Ia menikah pada 22 Oktober 2023 silam dan mempunyai satu orang anak.
“MK ini pada 22 Oktober 2023 telah menikah dengan seorang perempuan warga negara Indonesia di pondok pesantren Hidayatulsalikin dan tinggal di Merduati. Usai menikah ia juga dikaruniai seorang anak,” kata Gindo dalam konferensi pers, di Kantor Imigrasi Kelas I TPI Banda Aceh, Selasa (24/6/2025).
Gindo menjelaskan, MK diketahui awalnya masuk ke Indonesia pada 16 Maret 2020 melalui TPI Dumai, Pekanbaru. Selanjutnya pada tahun 2020 hingga 2024 ia berada di salah satu dayah di daerah Aceh Besar. Selama berada di Aceh, kata Gindo, MK bekerja sebagai tukang parkir di salah satu swalayan di Banda Aceh.
Ia diamankan karena diduga melanggar Pasal 78 angka 3 Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2011 tentang Keimigrasian. “Barang bukti yang kami amankan dari MK ada dua, yaitu satu buah paspor Malaysia berlaku dari tanggal 14 Maret 2020 sampai 14 Maret 2025 dan satu buah IC Malaysia dengan nomor 770602-10-520,” jelasnya.
Sementara itu, lanjut Gindo, untuk WNA asal Pakistan berinisial MA (5A) diketahui masuk ke Indonesia secara ilegal pada tahun 2024 yakni melalui Kepulauan Riau, tepatnya di daerah Tanjung Pinang. Menurut Gindo, selama berada di Indonesia MA bekerja menjual lukisan kaligrafi. Ia juga kerap berpindah-pindah tempat dari satu provinsi ke provinsi lain.
“Setelah masuk secara ilegal lewat Riau MA berikutnya menetap selama empat bulan di Jakarta. Kemudian dia ke Pontianak. Setelah di Pontianak, dia ke Putusibau dan lanjut ke Sintang (Kalimantan Barat),” jelasnya. “Maret 2025 MA jualan lukisan kaligrafi di Lampung, April jualan lukisan kaligrafi di Palembang. Mei dia jualan kaligrafi di Banda Aceh,” lanjutnya.
Gindo menyebut bahwa MA fasih berbahasa Indonesia. Ia diamankan atas dugaan melanggar Pasal 113 Undang-Undang Nomor 6 tahun 2011 Tetang Keimigrasian. Kemudian Pasal 119 dan Pasal 122 dengan ancaman lima tahun hukuman penjara
“Dari MA kami sudah mengamakan satu fotokopi paspor kebangsaan Pakistan atas nama MA, satu unit HP merk Infinix, satu dokumen dari negaranya, dan uang senilai Rp 800 ribu hasil penjualan kaligrafi di Banda Aceh,” jelasnya.(ra)