Berita Aceh Besar

Dapat Skor 3 dari UNESCO dan Terancam Punah, Masyarakat Diajak Lestarikan Bahasa Aceh Sejak Dini

Penulis: Indra Wijaya
Editor: Nurul Hayati
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

ILUSTRASI - Duta Baca Bireuen, Jumat (08/09/2023) luncurkan TTS bahasa Aceh di salah satu warung kopi di Bireuen

“Hal ini dikarenakan adanya penurunan penggunaan bahasa Aceh pada generasi muda,” kata Farhan dalam keterangannya di Aceh Besar, Kamis (10/7/2025).

Laporan Indra Wijaya | Aceh Besar

SERAMBINEWS.COM, JANTHO - United Nations Educational, Scientific and Cultural Organization (UNESCO) menurut Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) memberikan skor 3 kepada Bahasa Aceh.

Skor tersebut menunjukkan saat ini bahasa Aceh berada dalam tingkat kepunahan tinggi.

Asisten I Setdakab Aceh Besar, Farhan AP mengatakan, bahwa saat ini penggunaan bahasa Aceh mendapat ancaman serius dan berpotensi punah.

Pasalnya, menurut BRIN, bahasa Aceh masuk dalam kategori definetely endangered atau terancam punah sea pasti.

“Hal ini dikarenakan adanya penurunan penggunaan bahasa Aceh pada generasi muda,” kata Farhan dalam keterangannya di Aceh Besar, Kamis (10/7/2025).

Penyebab lainnya Bahasa Aceh itu terancam punah diantaranya adanya pergeseran bahasa dalam keluarga, pengaruh globalisasi, bahkan minimnya pewarisan bahasa kepada generasi muda. 

Ia melihat saat ini di Aceh, ada fenomena di dalam lingkungan keluarga yang lebih memilih menggunakan bahasa Indonesia, atau bahasa asing dalam berkomunikasi sehari-hari.

Menurutnya jika tidak ada penanganan yang konkret, tentu masyarakat Aceh lambat laun akan kehilangan identitasnya.

 “Jika bahasa punah, maka kita kehilangan lebih dari sekadar alat komunikasi. Kita kehilangan budaya, identitas, dan sejarah peradaban kita,” ungkapnya.

Baca juga: Karya Syamsiah Ismail Kembali Terpilih dalam Sayembara Cerita Anak Dwibahasa Balai Bahasa Aceh 2025

Meski begitu, ia juga mengapresiasi berbagai pihak yang telah berupaya melestarikan bahasa Aceh, termasuk Balai Bahasa Aceh, akademisi, dan komunitas peduli bahasa.

Menurutnya, program revitalisasi yang telah berjalan perlu terus diperkuat dan diperluas.

“Pelestarian bahasa Aceh tidak bisa hanya dibebankan kepada satu pihak. Ini tanggung jawab kolektif. Pemerintah, lembaga pendidikan, keluarga, dan masyarakat harus bergerak bersama,” ujarnya.

Ia juga menekankan pentingnya menanamkan kesadaran pelestarian bahasa sejak dini melalui lingkungan pendidikan dan keluarga.

Dalam upaya konkret, Pemkab Aceh Besar melalui surat edaran Bupati Aceh Besar mulai mewajibkan penggunaan bahasa Aceh bagi aparatur sipil negara (ASN).

“Mulai Kamis, seluruh ASN Aceh Besar kita wajibkan menggunakan bahasa Aceh dalam berkomunikasi. Kita harap di sekolah pun demikian, agar anak-anak tidak kehilangan jati diri budayanya,” pungkasnya.(*)

Baca juga: Budaya dan Bahasa Aceh Urgensi dan Upaya Pelestariannya


 
 
 
 

Berita Terkini