SERAMBINEWS.COM, BOGOR — Eks Kadispen AU Marsma TNI Fajar Adriyanto gugur dalam kecelakaan pesawat latih di kawasan Ciampea, Bogor.
Langit pagi di atas Ciampea, Bogor, menjadi saksi bisu gugurnya seorang jenderal TNI Angkatan Udara yang memilih tetap berada di kursi depan kokpit.
Marsma TNI Fajar Adriyanto, pejabat aktif sebagai Kepala Kelompok Staf Ahli (Kapoksahli) Kodiklatau, meninggal dunia dalam kecelakaan pesawat latih sipil Microlight Fixedwing Quicksilver GT500 milik Federasi Aero Sport Indonesia (FASI), Minggu (3/8/2025).
Pesawat dengan register PK-S126 itu lepas landas dari Lanud Atang Sendjaja pukul 09.08 WIB dalam rangka latihan profisiensi penerbangan olahraga dirgantara.
“Latihan ini merupakan bagian dari pembinaan dan pemeliharaan kemampuan personel FASI, yang berada di bawah binaan TNI AU,” ujar Kepala Dinas Penerangan TNI AU, Marsma TNI I Nyoman Suadnyana.
Marsma Fajar bertindak sebagai pilot dalam latihan tersebut, didampingi Roni sebagai co-pilot. Menurut Nyoman, penerbangan telah dilengkapi Surat Izin Terbang (SIT) nomor SIT/1484/VIII/2025 dan dinyatakan laik terbang.
“Ini adalah sortie kedua pada hari itu,” ungkapnya.
Namun hanya sebelas menit setelah lepas landas, pesawat hilang kontak dan ditemukan jatuh di sekitar Tempat Pemakaman Umum (TPU) Astana, Ciampea.
“Kedua awak langsung dievakuasi ke RSAU dr. M. Hassan Toto, namun Marsma TNI Fajar dinyatakan meninggal setibanya di rumah sakit,” lanjut Nyoman.
Baca juga: Detik-detik Pesawat Latih Jatuh di Bogor, 1 Tewas dan 1 Kritis, Sempat Berputar-putar Terbang Miring
Saksi mata di lokasi, Enjat Sudrajat, menyampaikan bahwa pesawat sempat terbang rendah dan berputar-putar sebelum jatuh.
“Saya melihat pesawat itu miring. Coba naik lagi, tapi tiba-tiba jatuh. Gemuruhnya kencang, tapi tidak ada ledakan,” kata Enjat.
Lokasi jatuhnya pesawat langsung diamankan oleh aparat TNI dan kepolisian. Bangkai pesawat ditutupi terpal, dan garis pengaman dipasang untuk mencegah kerumunan warga.
“TNI AU bersama unsur terkait telah melaksanakan evakuasi dan pengamanan lokasi kejadian serta memastikan seluruh prosedur penanganan berjalan sesuai ketentuan,” ujar Nyoman.
Jenazah Marsma Fajar saat ini berada di RSAU Lanud Atang Sendjaja untuk prosesi selanjutnya. TNI AU menyampaikan duka cita mendalam atas gugurnya Marsma Fajar.
“Semangat, keteladanan, dan pengabdian beliau akan senantiasa menjadi inspirasi bagi generasi penerus dalam menjaga langit Indonesia,” tutup Nyoman.
Sosok Fajar Adriyanto
Kepergian Marsekal Pertama TNI Fajar Adriyanto meninggalkan duka mendalam bagi keluarga besar TNI Angkatan Udara, para sahabat, dan semua yang pernah mengenal sosoknya.
Ia bukan sekadar penerbang tempur atau pejabat militer, melainkan juga panutan yang selalu menginspirasi lewat dedikasi dan kerendahan hatinya.
Di mata para sahabat, almarhum dikenal sebagai pribadi hangat, rendah hati, namun tegas dalam prinsip.
Sosok pemimpin yang tidak hanya memberi arahan, tapi juga hadir sebagai inspirator.
“Beliau adalah figur yang tidak pelit ilmu. Selalu terbuka berbagi informasi dan wawasan, terutama soal strategi pertahanan udara,” ungkap pengamat pertahanan Iwan Septiawan, Minggu (3/8/2025).
Marsma Fajar Adriyanto adalah mantan Kepala Dinas Penerangan TNI AU (Kadispensau) yang dikenal inovatif.
Lewat tangan dinginnya, platform komunikasi TNI AU berkembang pesat, termasuk Airmen AU yang hadir dalam bentuk radio dan media sosial.
Inisiatif ini menjadikan TNI AU lebih dekat dengan publik dan terbuka secara informasi.
Tak hanya itu, ia juga dikenal sebagai pembina Asosiasi Pilot Drone Indonesia (APDI), serta tokoh di balik film patriotik Srigala Langit—film yang mengangkat kisah juang para prajurit udara dan membangkitkan semangat nasionalisme.
Salah satu kiprah heroiknya yang dikenang luas adalah saat insiden Bawean pada 3 Juli 2003.
Ketika itu, Kapten Fajar, yang menerbangkan F-16 Falcon 1 bersama Kapten Ian, terlibat manuver udara berbahaya dengan dua jet tempur F-18 Hornet milik militer Amerika Serikat yang melanggar wilayah udara Indonesia.
Dalam situasi genting tersebut, Falcon 1 berada dalam posisi terancam karena F-18 mengambil formasi menyerang. Falcon 2 yang diawaki Kapten Tonny dan Kapten Satriyo segera mengambil peran sebagai support fighter.
Meski tensi tinggi, Fajar dan tim menunjukkan sikap profesional dan berhasil menghalau pelanggaran tersebut tanpa bentrokan.
Aksi ini hingga kini dikenang sebagai simbol keberanian dan ketegasan TNI AU dalam menjaga kedaulatan udara.
Kronologi Singkat
- Radar sipil-militer di Bali mendeteksi pergerakan pesawat asing tanpa izin di wilayah udara Indonesia.
-Pesawat tersebut terbang di ketinggian 15.000–35.000 kaki dengan kecepatan 450 knot, dan tidak berkomunikasi dengan ATC lokal.
-TNI AU mengirim dua F-16 dari Lanud Iswahjudi, masing-masing diawaki oleh:
-TS-1602: Mohamad Tony Harjono & M. Satrio Utomo
-TS-1603: Ian Fuady & Fajar Adriyanto (callsign: Red Wolf)5
-Terjadi penguncian radar dan manuver elektronik antara F-16 dan F/A-18 selama beberapa menit, namun tidak sampai pada kontak senjata.
Baca juga: Hamas Tolak Menyerah Hingga Negara Palestina yang Berdaulat Berdiri
Baca juga: 4 Orang Satu Keluarga Tewas dalam Kebakaran Ruko di Pekanbaru