Konflik Palestina vs Israel

UNICEF: Israel Bunuh 28 Anak per Hari di Gaza melalui Pengeboman dan Kelaparan, 18.000 Anak Syahid

Editor: Faisal Zamzami
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Blokade Israel terhadap Gaza telah menjerumuskan Jalur Gaza ke dalam krisis kekurangan gizi yang parah, dengan anak-anak sangat rentan terhadap kelaparan.

SERAMBINEWS.COM, GAZA - Dana Anak Perserikatan Bangsa-Bangsa atau UNICEF mengungkapkan, rata-rata 28 anak terbunuh di Gaza akibat pengeboman dan blokade Israel yang menimbulkan kelaparan.

Anak-anak kehilangan masa kecil akibat serangan Israel yang memicu pengungsian besar-besaran dan krisis kemanusiaan.

Pihak UNICEF menyerukan gencatan senjata segera di Gaza yang telah digempur Israel sejak Oktober 2023.

Lembaga PBB ini menegaskan, anak-anak Gaza membutuhkan bantuan makanan, air bersih, dan obat-obatan dengan segera.

"Kematian akibat pengeboman. Kematian akibat malanutrisi dan kelaparan. Kematian akibat kurangnya bantuan dan layanan vital. Di Gaza, rata-rata 28 anak atau setara satu kelas terbunuh per hari," tulis pihak UNICEF dalam unggahan di media sosial X, Senin (5/8/2025).

Menurut data Kementerian Kesehatan Palestina di Gaza, Israel telah membunuh 18.000 anak-anak sejak Oktober 2023.

Rata-rata satu anak terbunuh serangan Israel tiap jam sejak awal serangan.

Situasi kelaparan akibat blokade Israel juga membuat anak-anak rentan mengalami sakit dan malanutrisi.

Otoritas Gaza mencatat 188 orang di Gaza, termasuk 94 anak telah mati kelaparan sejak Israel menyerang.

Selain itu, anak-anak yang selamat dari pengeboman juga kehilangan keluarga dan terpaksa memikul tanggung jawab seperti orang dewasa.

Salah satu anak pengungsi Palestina, Kadim Khufu Basim mengaku mesti berjualan untuk penghidupan keluarganya usai sang ayah terluka dan dirawat di Mesir.

"Saya suka bermain sepakbola, tetapi saya sekarang menjual kue. Masa kecil saya telah hilang. Sejak perang dimulai, kami tidak punya masa kecil," kata Basim dikutip Al Jazeera, Selasa (5/8).

Direktur regional organisasi Save the Children, Ahmad Alhendawi menyebut, serangan Israel menjadikan Gaza "kuburan anak-anak."

Perang Israel di Gaza disebut turut menimbulkan trauma berkepanjangan bagi satu generasi yang kini berusia anak.

"Gaza menjadi kuburan bagi anak-anak dan impian mereka. Ini menjadi mimpi buruk nyata yang tidak bisa dihindari setiap anak di Gaza," kata Alhendawi.

 
"Generasi ini akan tumbuh dengan berpikir bahwa dunia telah meninggalkan mereka, bahwa dunia telah berpaling dari mereka," imbuhnya.

 

 Puluhan warga Palestina terbunuh saat menuju lokasi-lokasi penyaluran bantuan yang dikelola lembaga kontroversial Gaza Humanitarian Foundation (GHF) yang didukung Amerika Serikat dan Israel atau berebut bantuan yang dijatuhkan dari udara pada Senin (4/8/2025).

Baca juga: VIDEO - Konflik Internal Israel Memanas, Militer Ingin Akhiri Perang Gaza

Warga Palestina Bertaruh Nyawa demi Dapat Bantuan di Tengah Kelaparan

Warga Palestina berebut bantuan di tengah kelaparan akibat blokade Israel yang telah merenggut lebih dari 169 jiwa.

Menurut catatan Rumah Sakit Al-Shifa Gaza, setidaknya 16 orang terbunuh di titik penyeberangan Zikim akibat tembakan Israel. Lebih dari 130 orang juga terluka akibat penembakan massal tersebut.

Sementara di Koridor Morag yang terletak di antara Khan Yunis dan Rafah, setidaknya 10 orang tewas saat ribuan pengungsi menunggu datangnya truk bantuan.

Salah satu pengungsi, Mohammed Al-Masri, menyebut pasukan Israel menembak secara membabi buta saat sekelompok pemuda mencoba maju ke jalan.

"Pasukan penjajah menembak banyak sekali orang di kepala dan punggung," kata Al-Masri, dikutip Associated Press.


Pengungsi lain, Mohammed Qassas, menyebut warga Gaza berebut bantuan mengingat minimnya jumlah truk bantuan kemanusiaan yang masuk di tengah blokade Israel.

Qassas menyebut pengungsi nekat menaiki truk yang masih bergerak untuk memperebutkan bantuan yang tersisa.

"Saya punya anak kecil, bagaimana saya bisa memberi makan mereka? Tidak ada yang memiliki belas kasihan. Ini seperti menunjukkan akhir dunia," kata Qassas.

"Jika kami tidak berjuang, kami tidak mendapat makanan. Jika tidak berusaha, kami tidak mendapatkan apa pun. Sebagian orang mendapatkan 200 kilogram (bantuan) dan yang lain hanya mendapat satu kilogram. Ini seperti sistem mafia."

Kantor Media Pemerintah Gaza melaporkan otoritas Israel hanya mengizinkan rata-rata 85 truk masuk Gaza kendati berjanji mencabut sebagian pembatasan bantuan sejak 27 Juli lalu.

Jumlah bantuan yang masuk disebut tidak cukup untuk memitigasi krisis kelaparan yang memburuk dan kolapsnya sistem kesehatan di Gaza yang berpenduduk lebih dari 2 juta jiwa.

Selain itu, pengungsi Palestina yang mengerubungi titik penyaluran bantuan mempertaruhkan nyawa akibat maraknya penembakan massal yang dilakukan Israel.

Pengungsi Palestina menyebut titik-titik distribusi bantuan menjadi "jebakan kematian" dan warga Gaza terancam ditembak atau terlindas truk bantuan.

Al Jazeera yang mengutip data PBB yang dirilis pekan lalu, melaporkan hampir 1.400 orang tewas, mayoritas ditembak mati pasukan Israel, di lokasi-lokasi penyaluran bantuan GHF sejak Mei lalu. Angka tersebut tidak memasukkan jumlah pencari bantuan yang hilang.

 

Baca juga: Harga Emas Dunia Naik Dekati Level Tertinggi, Pasar Tunggu Keputusan Trump soal Pejabat The Fed

Baca juga: Kapolri Listyo Sigit Prabowo Resmi Menunjuk Marzuki Ali Basyah Jadi Kapolda Aceh

Baca juga: USK Kembali Kukuhkan 6 Profesor, Mulai dari Pakar AI Medis hingga Kebencanaan

 

Berita Terkini