SERAMBINEWS.COM, JAKARTA - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menetapkan dua Anggota DPR RI, Heru Gunawan (HG) dan Satori (ST), sebagai tersangka terkait kasus dugaan penerimaan gratifikasi dan Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU) yang berkaitan dengan penyaluran dana Program Sosial Bank Indonesia (PSBI) dan Penyuluh Jasa Keuangan (PJK) Otoritas Jasa Keuangan (OJK) Tahun 2020-2023, pada Kamis (7/8/2025).
Pelaksana Tugas (Plt) Deputi Penindakan dan Eksekusi KPK Asep Guntur Rahayu mengatakan, keduanya ditetapkan sebagai tersangka setelah penyidik menemukan dua alat bukti yang cukup.
“Menetapkan dua orang sebagai tersangka, yaitu HG (Heri Gunawan) selaku Anggota Komisi XI DPR RI periode 2019-2024 dan ST (Satori) selaku Anggota Komisi XI DPR RI periode 2019-2024,” kata Asep, di Gedung Merah Putih, Jakarta, Kamis (7/8/2025).
Asep menuturkan, perkara ini bermula dari Laporan Hasil Analisis (LHA) PPATK dan Pengaduan Masyarakat.
KPK menduga, yayasan yang dikelola Heri Gunawan dan Satori telah menerima uang dari mitra kerja Komisi XI DPR RI, yaitu Bank Indonesia dan Otoritas Jasa Keuangan (OJK).
Namun, keduanya diduga tidak melaksanakan kegiatan sosial sebagaimana dipersyaratkan dalam proposal permohonan bantuan dana sosial tersebut.
KPK menduga, Heri Gunawan menerima uang sebesar Rp 15,86 miliar.
Rinciannya, sebanyak Rp 6,26 miliar dari BI melalui kegiatan PSBI, senilai Rp 7,64 miliar dari OJK melalui kegiatan Penyuluhan Keuangan, serta senilai Rp 1,94 miliar dari mitra kerja Komisi XI DPR RI lainnya.
Heri Gunawan juga diduga melakukan pencucian uang dengan memindahkan seluruh penerimaan melalui yayasan yang dikelolanya ke rekening pribadi melalui metode transfer.
“Di mana HG kemudian meminta anak buahnya untuk membuka rekening baru yang akan digunakan menampung dana pencairan tersebut melalui metode setor tunai,” ujar dia.
Baca juga: KPK Tetapkan 2 Anggota DPR RI Jadi Tersangka Korupsi Dana CSR BI, Heri Gunawan dan Satori Terseret?
Di sisi lain, Satori diduga menerima uang senilai Rp 12,52 miliar.
Dengan rincian, sejumlah Rp 6,30 miliar dari BI melalui kegiatan PSBI, senilai Rp 5,14 miliar dari OJK melalui kegiatan Penyuluhan Keuangan, serta sejumlah Rp1,04 miliar dari mitra kerja Komisi XI DPR RI lainnya.
KPK mengatakan, dari seluruh uang yang diterima, Satori diduga melakukan pencucian uang dengan menggunakannya untuk keperluan pribadi.
“Seperti deposito, pembelian tanah, pembangunan showroom, pembelian kendaraan roda dua, serta pembelian aset lainnya,” tutur dia.
KPK menduga Satori melakukan rekayasa transaksi perbankan dengan meminta salah satu bank daerah untuk menyamarkan penempatan deposito serta pencairannya agar tidak teridentifikasi di rekening koran.
“Bahwa menurut pengakuan ST, sebagian besar anggota Komisi XI DPR RI lainnya juga menerima dana bantuan sosial tersebut. KPK akan mendalami keterangan ST tersebut,” kata Asep.
Atas perbuatannya, Heri Gunawan dan Satori disangkakan melanggar Pasal 12 B Undang-Undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (UU Tipikor) juncto Pasal 55 Ayat 1 ke-1 KUHP juncto Pasal 64 Ayat 1 KUHP.
Tak hanya itu, keduanya juga dikenakan pasal sebagaimana tertuang dalam Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang juncto Pasal 55 Ayat 1 ke-1 KUHP.
Baca juga: PT PIM Kembali Raih TJSL & CSR Awards 2025 Penghargaan Platinum dan Gold
KPK Gali Aliran Uang Terkait Kasus Dana CSR BI Lewat 8 Ketua Yayasan
Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mendalami aliran uang dari kasus dugaan korupsi dana corporate social responsibility (CSR) Bank Indonesia (BI) melalui pemeriksaan delapan ketua yayasan sebagai saksi dalam perkara tersebut.
Materi tersebut didalami dalam pemeriksaan yang dilakukan di kantor Kepolisian Resor Kota Cirebon, Kamis (24/7/2025).
“Kepada para saksi dari yayasan-yayasan tersebut didalami terkait dengan aliran penggunaan uang dalam PSBI, ya, Program Sosial Bank Indonesia (PSBI). Jadi, dari uang-uang PSBI itu penggunaannya untuk apa saja? Apakah semuanya digunakan atau hanya sebagian? Sebagiannya lagi ke mana? Untuk apa? Untuk siapa? Segala macam itu didalami oleh penyidik,” kata Juru Bicara KPK Budi Prasetyo, dalam keterangannya, Selasa (29/7/2025).
Kedelapan ketua yayasan yang diperiksa sebagai berikut:
1. Abdul Mukti, Ketua Yayasan Al-Firdaus Warujaya Cirebon.
2. Mohamad Mu’min, Ketua Yayasan Abhinaya Dua Lima.
Baca juga: KPK Duga Eks Direktur Pertamina Impor LNG Tanpa Persetujuan Komisaris
3. Ida Khaerunnisah, Ketua Yayasan Al-Fairuz Panongan Palimanan tahun 2020-sekarang.
4. Sudiono, Ketua Yayasan Alkamali Arya Salingsinhan.
5. Jadi, Ketua Yayasan Al-Munaroh Sembung Panongan tahun 2022-sekarang.
Baca juga: Duduk Perkara Kasus Korupsi Pengadaan LNG di Pertamina yang Jerat 2 Eks Direktur
6. Nia Nurrohman, Ketua Yayasan Al Fadila Panongan Palimanan.
7. Deddy Sumedi, Ketua Yayasan Guyub Berkah Sejahtera dan Staf Bapenda Kabupaten Cirebon.
8. Ali Jahidin, Ketua Pengurus Yayasan As-Sukiny dan Guru SMPN 2 Palimanan, Kab. Cirebon.
Budi mengatakan, hingga kini, yayasan yang diperiksa KPK hanya di wilayah Cirebon.
“Nanti kami akan lihat kembali dan kami akan update tentunya jika ada pemeriksaan-pemeriksaan lebih lanjut terkait dengan perkara BI,” ujar dia.
KPK terus mengusut kasus korupsi dana CSR BI yang disalurkan ke yayasan berdasarkan rekomendasi Komisi XI DPR.
Pengusutannya menggunakan surat perintah penyidikan (sprindik) umum yang ditandatangani pada minggu ketiga Desember 2024.
Direktur Penyidikan Asep Guntur Rahayu mengatakan, penyaluran dana CSR BI ke yayasan yang direkomendasikan Anggota Komisi XI DPR tidak sesuai dengan peruntukkannya.
“Kami dapat informasi, juga kami dapat dari data-data yang ada CSR yang diberikan kepada para penyelenggara negara ini melalui yayasan yang disampaikan, direkomendasikan kepada mereka, tapi tidak sesuai peruntukkannya," kata Asep, di Gedung Merah Putih, Jakarta, dikutip Rabu (22/1/2025).
Asep mengatakan, dana CSR yang dikirim BI ke rekening yayasan diduga diolah dengan beberapa cara, seperti memindahkan ke beberapa rekening lain dan diubah menjadi aset.
“Ada yang kemudian pindah dulu ke beberapa rekening lain. Dari situ nyebar tapi terkumpul lagi di rekening yang bisa dibilang representasi penyelenggara negara ini, ada yang dalam bentuk bangunan, ada yang dalam bentuk kendaraan, jadi tidak sesuai peruntukkannya," ujar dia.
Baca juga: VIDEO Tiga Pasar Tradisional di Banda Aceh dan Aceh Besar Bebas dari Beras Oplosan
Baca juga: Heboh Emas Muncul di Sungai Eufrat Saat Kerin, Ternyata Harapan Palsu
Baca juga: Mahasiswa KKN Unimal Dorong Kemandirian Pangan Ibu Rumah Tangga
Sudah tayang di Kompas.com