Karena itu, sebelum terlambat ia mendesak Pemerintah Aceh segera mengambil langkah strategis untuk mengatasi persoalan ini demi menyelamatkan generasi bangsa.
SERAMBINEWS.COM, BANDA ACEH - Anggota Dewan Perwakilan Rakyat Kota (DPRK) Banda Aceh dari Fraksi PKS, Hj Devi Yunita, mengingatkan bahwa kasus HIV/AIDS di Aceh sudah berada pada tahap darurat.
Menurutnya, kondisi ini sebagai ancaman nyata bagi generasi muda Aceh.
“Kalau kita abai, yang terancam bukan hanya angka statistik, tetapi masa depan generasi Aceh dan bangsa,” sebutnya, Minggu (10/8/2025).
Karena itu, sebelum terlambat ia mendesak Pemerintah Aceh segera mengambil langkah strategis untuk mengatasi persoalan ini demi menyelamatkan generasi bangsa.
“Lonjakan kasus HIV/AIDS di Aceh tidak bisa dianggap remeh. Ini darurat kesehatan yang mengancam masa depan generasi kita.
Pemerintah Aceh harus segera turun tangan dengan langkah yang konkret, terencana, dan melibatkan semua pihak,” tegas Devi.
Baca juga: Dewan Minta Disdikbud Banda Aceh Gandeng Kampus untuk Susun Roadmap Pendidikan Diniyah di SD dan SMP
Devi menilai, penanganan harus dilakukan secara menyeluruh mulai dari sosialisasi, pencegahan, peningkatan layanan kesehatan, hingga pendampingan bagi penderita.
Tak hanya pemerintah, Devi juga mengajak tokoh masyarakat, lembaga pendidikan, dan organisasi kepemudaan untuk terlibat aktif dalam edukasi publik mengenai bahaya HIV/AIDS.
Sebelumnya diberitakan, Provinsi Aceh kini menghadapi situasi darurat HIV/AIDS.
Dinas Kesehatan Kota Banda Aceh mencatat lonjakan kasus HIV/AIDS sepanjang Januari hingga Juni 2025.
Menurut Kepala Bidang Pencegahan dan Pengendalian Penyakit (P2P) Dinkes Banda Aceh, Supriady, total kasus mencapai 585, terdiri atas 475 kasus HIV dan 110 kasus AIDS.
Koordinator Lapangan Penjangkauan HIV/AIDS LSM Galatea Banda Aceh & Lhokseumawe, Yunidar, menyebut jumlah kasus HIV/AIDS di Aceh, khususnya Banda Aceh, sebagai fenomena gunung es.
Baca juga: Presdir TMMIN Tinjau Laboratorium Toyota di USK Banda Aceh, Satu-satunya di Sumatera
“Yang terlihat hanya permukaan. Banyak yang terjangkit akibat perilaku seksual berisiko, tapi enggan melakukan pengecekan,” ujarnya.
Menurut Yunidar, hampir setiap bulan pihaknya menemukan satu hingga dua kasus baru di Banda Aceh.
LSM Galatea pun aktif mengajak kelompok berisiko untuk melakukan tes darah, baik di fasilitas kesehatan maupun melalui pendampingan langsung. (*)