SERAMBINEWS.COM, PYONGYANG - Pemimpin Korea Utara Kim Jong Un menegaskan bahwa negaranya perlu mempercepat pengembangan senjata nuklir ketika Amerika Serikat (AS) dan Korea Selatan menggelar latihan militer gabungan.
Hal tersebut disampaikan Kim ketika berkunjung ke kapal perusak angkatan laut Korea Utara pada Senin (18/8/2025), sebagaimana dilansir Reuters.
Kim menyebut latihan militer gabungan AS dan Korea Selatan sebagai ekspresi nyata niat untuk memprovokasi perang menurut laporan media pemerintah KCNA, Selasa (19/8/2025).
Kim menambahkan, latihan tersebut merupakan ekspresi jelas dari niat mereka untuk tetap paling bermusuhan dan konfrontatif terhadap Korea Utara.
Menurutnya, situasi keamanan saat ini mengharuskan Korea Utara memperluas secara cepat persenjataan nuklir.
Apalagi, lanjut Kim, latihan gabungan terbaru antara AS dan Korea Selatan melibatkan unsur nuklir.
Di satu sisi, isu pengembangan senjata nuklir Korea Utara juga diperkirakan akan dibahas dalam pertemuan antara Presiden AS Donald Trump dan Presiden Korea Selatan Lee Jae Myung di Washington dalam waktu dekat.
"Melalui langkah ini, Korea Utara menunjukkan penolakannya terhadap denuklirisasi dan tekad untuk meningkatkan senjata nuklir secara tidak dapat diputar balik," kata Hong Min, analis Korea Utara dari Korea Institute for National Unification.
Baca juga: Korut Tangkap 3 Orang Terkait Kecelakaan Kapal Perang Baru, Kim Jong Un Sebut Tindakan Kriminal
Latihan AS-Korea Selatan
AS dan Korea Selatan memulai latihan gabungan tahunan pekan ini. Latihan tersebut menguji kesiapan menghadapi ancaman nuklir Korea Utara yang semakin meningkat.
Pyongyang kerap mengecam latihan militer gabungan sebagai bentuk persiapan invasi. Namun, Seoul dan Washington menegaskan latihan itu bersifat defensif.
Latihan tahunan antara AS dan Korea Selatan selama 11 hari yang dinamai Ulchi Freedom Shield digelar dalam skala serupa dengan tahun 2024.
Meski demikian, militer Korea Selatan menyebut ada penyesuaian jadwal dengan menggeser 20 dari 40 sesi latihan lapangan ke bulan September.
Penundaan itu dilakukan di tengah upaya Lee Jae Myung yang berjanji ingin meredakan ketegangan dengan Korea Utara.
Namun, sejumlah analis meragukan respons positif dari Pyongyang.