Berita Aceh Tamiang

Polisi dan KPH III Temukan 2 Alat Berat di Hutan Mangrove, Sudah Dialihkan Jadi Kebun Kelapa Sawit

Penulis: Rahmad Wiguna
Editor: Nur Nihayati
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

EKSKAVATOR - Petugas menemukan dua unit ekskavator di kawasan hutan mangrove yang sudah dirambah menjadi perkebunan kelapa sawit di Aceh Tamiang, Selasa (19/8/2025). Dok LembAHtari

Temuan barang bukti ini dinilainya bukti para pelaku tidak mengabaikan reaksi aparat yang sudah memasang plang

Laporan Rahmad Wiguna | Aceh Tamiang

SERAMBINEWS.COM, KUALASIMPANG - Polres Aceh Tamiang bersama Kesatuan Pengelola Hutan (KPH) Wilayah III menemukan dua unit alat berat dan satu unit baket di areal hutan mangrove yang sudah disulap menjadi perkebunan kelapa sawit di Kualagenting, Kecamatan Bendahara, Selasa (19/8/2025).

Hal ini disampaikan Direktur Eksekutif Lembaga Advokasi Hutan Lestari (LembAHtari), Sayed Zainal yang ikut mendampingi peninjauan aparat ke tempat kejadian perkara.

“Ada dua unit alat berat (ekskavator) dan satu baket yang jaraknya terpisah,” kata Sayed Zainal.

Saat ditemukan, dua alat berat itu dalam keadaan kosong tanpa operator.

Seluruh barang bukti itu kemudian dipasangi police line oleh petugas.

Temuan barang bukti ini dinilainya bukti para pelaku tidak mengabaikan reaksi aparat yang sudah memasang plang di dalam kawasan.

Di sisi lain, Sayed Zainal mengapresiasi petugas karena sudah tegas mengamankan seluruh barang bukti.

“Mereka tetap nekat mengembangkan perambahan ini, ini bukti kalau pelaku didukung pemodal yang kuat,” kata Sayed Zainal.

LembAHtari akan melaporkan perambahan hutan mangrove di Kecamatan Bendahara, Aceh Tamiang ke Mabes Polri dan Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK).

“Areal yang dirambah mencapai 900 hektare, kalau kita lihat hampir seluruh lahannya sudah ditanami sawit. Ini butuh modal yang sangat besar,” ujarnya.

Langkah hukum ke tingkat nasional ini dinilainya bentuk dukungan terhadap aparat hukum di kabupaten dan provinsi dalam menuntaskan kejahatan lingkungan terbesar di Aceh ini.

“Ini kejahatan lingkungan terbesar di Aceh, sebelumnya belum ada kasus perambahan hutan yang mencapai 900 hektare,” ungkapnya.

Keterlibatan Mabes Polri ataupun Kementerian LHK untuk mempercepat normalisasi kawasan itu supaya masyarakat sekitar tidak merasakan kerugian lebih besar.

Contoh terkecil kata dia, nelayan di sekitar Kualagenting harus jauh ke laut karena alur air sudah berubah akibat tanggul.

“Sepanjang sepadan sungai sudah dibedeng (tanggul), ekosistem laut tidak lagi masuk ke muara, jadi nelayan harus ke laut,” kata Sayed Zainal. (mad)

 

Berita Terkini