Wali Kota Langsa juga telah memberikan instruksi ke dinas-dinas melalui intruksi Pj Gubernur Nomor 05 2023, tentang penggunaan bahasa Aceh yang bertujuan untuk melestarikan, membina dan mengembangkan bahasa Aceh dan meningkatkan kesadaran masyarakat atas pentingnya bahasa Aceh.
SERAMBINEWS.COM, LANGSA - Pelaksana Tugas (Plt) Kadisdikbud Jeffranny, SSTP, MM, melalui Kabid Kebudayaan Disdikbud Langsa, Basri Ananda, SE menyampaikan, untuk terus mempertahankan bahasa maupun budaya Aceh, selama ini Bidang Kebudayaan membuat berbagai kegiatan kebudayaan.
Salah satunya mengadakan lomba tarian bernuansa Aceh, pameran-pameran kebudayaan bertemakan kekhususan Aceh, karena dari sinilah dimulai terus melekatkan budaya Aceh bagi generasi di daerah sini.
Sementara itu, Wali Kota Langsa juga telah memberikan instruksi ke dinas-dinas melalui intruksi Pj Gubernur Nomor 05 2023, tentang penggunaan bahasa Aceh yang bertujuan untuk melestarikan, membina dan mengembangkan bahasa Aceh dan meningkatkan kesadaran masyarakat atas pentingnya bahasa Aceh.
Kemudian menyangkut pelajaran Bahasa Aceh di SD dan SMP, selama ini telah diberlakukan selama dua jam pelajaran muatan lokal atau Mulok Bahasa Aceh per minggu.
Namun kendalanya, guru mulok Bahasa Aceh ini masih diperbantukan dari guru jurusan lain, karena sekarang belum ada guru khusus Bahasa Aceh.
"Tantangan pelajaran bahasa Aceh ini belum bisa diterapkan penuh di sekolah, salah satunya adalah belum tersedianya guru mata pelajaran Bahasa," papar Basri.
Baca juga: Terkait Penggunaan Bahasa Aceh di Langsa Menurun, Remaja Ini Akui di Lingkungan Berbahasa Indonesia
Dikatakan Basri, Disdikbud Kota Langsa selama ini terus mejalin kerjasama dengan berbagai komunitas terutama dengan penggiat seni budaya dalam bentuk tarian dan syair bahasa Aceh, dan lainnya.
"Kerja sama ini terus kita jalin dengan semua komunitas oenggiat seni budaya yang ada di daerah kita, sebagai bagian upaya menjaga dan melestarikan adat budaya Aceh," jelasnya.
Dirinya sebagai Kabid Budaya Disdikbud Kota Langsa, menyampaikan pesan bahwa Bahasa Aceh ini harus terus dijaga kelestariannya, sebab ini menjadi identitas daerah ini.
Bahasa Aceh juga salah satu unsur kebudayan daerah yang menjadi sarana indetitas nasional, dan perlu dibina, dikembangkan, dan diwariskan kepada generasi berikutnya.
Kepada orang tua diharapkan juga harus terus membiasakan berinteraksi di rumah dengan anaknya menggunakan Bahasa Aceh.
"Bahasa Aceh harus masukan ke dalam mata pelajaran wajib di semua sekolah di Aceh untuk tetap terus menjaga indetitas, adat dan budaya lokal Aceh," pungkasnya.
Baca juga: Terkait Penggunaannya di Langsa Menurun, Diakui Belum Ada Guru Khusus Bahasa Aceh di Sekolah
Penggunaan Bahasa Aceh di Kota Langsa Menurun Hingga Jarang Terdengar
Sebelumnya Serambinews.com memberitakan bahasa Aceh merupakan identitas budaya dan alat komunikasi utama bagi sebagian besar masyarakat Aceh.
Namun, berdasarkan hasil penelitian di Kota Langsa yang memiliki masyarakat multikultural dan cenderung lebih urban, penggunaan Bahasa Aceh sebagai bahasa ibu mengalami penurunan signifikan.
Hal ini dipengaruhi oleh modernisasi, globalisasi, serta pergeseran preferensi bahasa ke Bahasa Indonesia bahkan bahasa asing di kalangan generasi muda.
Fenomena ini tidak hanya berdampak pada kehilangan identitas kultural, tetapi juga menimbulkan kekhawatiran terkait pelestarian warisan budaya lokal.
Berdasarkan data Statistik pada tahun 2024 jumlah penduduk Kota Langsa 182 ribu jiwa lebih dengan berbagai suku yang ada yaitu suku Aceh, Jawa, Batak, Tamiang atau Melayu, Padang, dan suku-suku lainnya.
Baca juga: Dapat Skor 3 dari UNESCO dan Terancam Punah, Masyarakat Diajak Lestarikan Bahasa Aceh Sejak Dini
Selama ini penggunaan bahasa Aceh memang mulai jarang terdengar di tempat umum, salah satunya disebabkan di Kota Langsa masyarakatnya berasal dari berbagai latar suku.
Bahasa Aceh Mulai Jarang Terdengar
Salah seorang warga Kota Langsa, Khairun Nufus, SP, kepada Serambinews.com, mengaku, dirinya masih menggunakan bahasa Aceh.
Tetapi umumnya saat berada di rumah saat berinteraksi dengan orang tua dan saudara.
Namun, saat berada di tempat umum seperti cafe/warkop, pasar, dan lainnya mungkin lebih cenderung menggunakan bahasa Indonesia, karena lawan bicara juga tidak berbahasa Aceh.
Ia mencotohkan, saat masih beranjak SD hingga SMA dengan kondisi saat ini memang jauh berubah, dulu mungkin sesama anak Aceh masih berinteraksi dengan Bahasa Aceh.
Baca juga: VIDEO Ngevlog Bersama Safaruddin, Gubernur Jateng Ahmad Luthfi Lancar Bahasa Aceh
Tetapi saat ini, penggunaan bahasa Aceh walaupun sesama anak dari suku Aceh sudah jarang terdengar.
Mungkin itu didasarkan kebiasaan di lingkungan sekitar dan di rumah yang tidak lagi menggunakan bahaa Aceh.
Penyebab utama hilangnya penggunaan Bahasa Aceh ini, selain dari rumah antara orang tua dan anak tidak menggunakan bahasa Aceh, teknologi seperti gedge termasuk televisi yang menggunakan bahasa Indonesia, sehingga anak-anak sekarang terbiasa berbahasa Indonesia.
Kemudian menggunakan Bahasa Aceh pada sebagian anak Aceh sendiri juga menganggapnya kolot atau gengsi, sehingga Bahasa Aceh bagi mereka menjadi tabu dan semakin memudar.
Kondisi yang terus terjadi ini, Nufus khawatirkan akan berdampak hilangnya indetitas ke-Acehan pada anak Aceh sendiri yang ada di wilayah ini.
Perlu adanya duduk bersama Pemerintah terkait atau lembaga-lembaga terkait lainnyaseperti MAA untuk membahas kondisi ini sebagai upaya pelestarian bahasa daerah tersebut.
Baca juga: Bahasa Aceh Itu Kuno? Anggapan yang Harus Dihilangkan
Bahkan di tingkat Provinsi Aceh, Lembaga Wali Nanggroe harus melihat dan berperan untuk mencari solusi, dalam rangka menjaga bahasa daerah di Aceh ini. (*)